7 tahun yang lalu
"Kau harus kuat. Ingat! Apapun yang terjadi disana, kau tak akan menyerah. Karena ibu tau, kau adalah anak yang kuat. Kau anak ibu yang kuat." Aku hanya mengiyakan ucapan ibu tanpa mengerti artinya.
"Nah kita sudah sampai." Ibu tersenyum lebar dan sesekali mengelus rambutku.
Aku memandangi rumah mewah dihadapanku dan melemparkan tatapan bertanya pada ibu.
Ibu tersenyum padaku. Namun aku tahu, akan terjadi sesuatu padaku nanti. Dan senyum ibu adalah senyum sedih, senyum yang biasa ibu berikan padaku ketika ia habis menangis mengingat ayah.
"Mulai hari ini, kau akan tinggal disini. Ingatlah pesan-pesan ibu. Jadilah anak yang baik dan kuat!" Dapat kulihat ibu mengalihkan pandangannya padaku dan mengusap air matanya.
"Rere, kau sudah datang?" Seorang wanita cantik berdiri di depanku dan memeluk ibu.
"Seperti yang kau lihat, ah ini anakku Rachel. Rachel, beri salam pada tante Alvina." Aku mengecup punggung tangan wanita itu dan tersenyum padanya.
"Namaku Rachel Tanuwijaya tante. Panggil saja Rachel." Ucapku memperkenalkan diri.
"Ah, anakmu sangat manis Re. Aku Alvina Mahardika. Panggil saja aku bunda vina sayang."Setelah itu tak ada percakapan lagi. Aku sibuk melihat rumah mewah di depanku dan ibu sedang berbincang serius. Sepertinya obrolan serius melihat ekspresi wajah ibu dan juga tante Alvina. Sesekali ku lihat ibu menatap sedih ke arahku.
Namun samar-samar kudengar percakapan mereka."Maafkan aku Vina, aku selalu merepotkanmu."
"Kau ini seperti ke orang lain saja. Ingat, ini adalah amanat suamiku saat mengetahui penyakitmu."
Ibu sakit? Aku menoleh ke arah ibu. Dapat ku dengar lagi suara ibu.
"Maafkan aku Vina. Aku benar-benar tak tahu harus dengan apa membalas semua kebaikanmu."
"Rere, kau adalah sahabat yang kusayangi. Jangan pernah sungkan, dan aku tahu semuanya. Tentang dirimu dan suamiku. Aku hanya salah paham padamu."
"Terima kasih Vina, terima kasih. Sekarang aku sudah tenang. Jika Tuhan mengambil nyawaku, aku tak perlu takut lagi karena Rachel sudah berada ditangan yang tepat."
Dapat ku lihat tante Vina menangis.
"Kamu pasti sembuh Re! Jangan berbicara seperti itu! Kamu pasti sembuh."
"Ini tak akan berhasil Vina."
"Re, please! Kamu akan sembuhkan? Berjanji padaku."
Aku hanya menatap heran kedua wanita didepanku yang menangis bersama sambil berpelukan.
Aku tak bodoh, umurku sudah 13 tahun dan aku sedikit mengerti pembicaraan mereka.
Yang tidak aku ketahui, ibu benar-benar meninggalkanku saat itu.
*******
"Ibu, maaf baru mengunjungimu lagi." Aku meletakkan mawar putih yang ku bawa di atas nisannya.
Aku lelah.
Sangat lelah.
Andai ibu disini, dia pasti akan memelukku sayang dan menyanyikan sebuah lagu untukku.
Aku rindu ibu.
"Bu, apakah ibu bahagia? Jika kau bahagia disana, aku benar-benar ingin menyusulmu." Satu tetes air mataku terjatuh mengenai nisan ibu.
"Bu, mengapa tuhan tak pernah memberikku kebahagiaan? Mengapa takdir begitu kejam padaku?" Aku mulai menangis sesenggukan.
Aku menatap langit yang mulai mendung.
Aku bertanya-tanya
Apakah mencintai seseorang harus semenyakitkan ini?
*******
7 tahun yang lalu
"Ian, ini Rachel. Mulai hari ini, dia akan tinggal disini dan menjadi adikmu juga." Bunda Vina memperkenalkanku kepada laki-laki tampan yang berumur sekitar 15 tahunan. Itu hanya perkiraanku.
Dia menatapku sinis membuatku menunduk. Tatapan tajamnya membuatku takut. Padahal, aku bisa saja membalasnya.
"Adik? Aku sudah mempunyai Adera." Jawabnya ketus.
"Jangan menatapnya seperti itu. Dia perempuan kecil yang manis." Nasihat Bunda Vina.
"Yang terlihat mata manis dimata bunda bukan berarti manis di mataku. Karena di mataku, perempuan manis hanya Adera seorang."
Bunda vina menghela napas dan menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah putra sulungnya.
Adrian meninggalkan kami dengan wajah kesal.
"Jangan di ambil hati ya nak. Adrian memang seperti itu, dingin dan ketus. Tapi kalau kamu sudah mengenalnya, dia adalah pria manis yang baik hati."
Aku hanya berharap semoga yang dikatakan bunda vina benar.
*******
Aku terpaksa membuka mataku yang sebenarnya terasa berat. Aku benar-benar mengantuk.
Namun, suara-suara aneh itu mengganggu tidurku.
Aku memakai sandal rumahku dan keluar kamar untuk melihat apa yang terjadi karena suara-suara aneh itu semakin menjadi.
Suara itu berasal dari kamar Adrian.
Tak perlu kuberi tahu pasti kalian sudah tahu kan apa yang terjadi?
Aku sudah terbiasa.
Sangat terbiasa.
Adrian keluar dari kamarnya dan menyeringai begitu melihatku yang mematung di depan kamarnya.
"Apa kau melihat apa yang baru saja ku lakukan? Tidak sopan sekali Rachel."
Aku tak berniat menjawabnya dan hendak kembali ke kamarku dan meneruskan tidurku yang terganggu.
"Ah sepertinya kau tak melihat. Namun aku yakin kau pasti mendengarnya kan?" Perkataannya membuatku menghentikan langkahku.
Aku memutar tubuhku 180 derajat yang membuatku langsung berhadapan dengannya.
"Apakah kau sekarang sedang horny Rachel? Mau mencoba threesome? Sepertinya nikmat." Dia menjilat bibirnya dengan gerakan sexy namun membuatku bergidik ngeri.
Aku tak menjawabnya lagi dan langsung berlari ke arah kamarku.
Aku mengunci pintu kamarku dengan terburu-buru.
Setelahnya, aku merebahkan tubuhku di atas kasur dan meraba dadaku yang berdegup kencang.
Aku menatap langit-langit kamarku dan menyadari bahwa mataku basah.
Air mataku terjatuh lagi.
Karena si brengsek itu.
Si brengsek yang aku cintai.
Dan aku membenci fakta itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
You
RomanceKamu, yang selalu menyakitiku. Kamu, yang selalu mengabaikanku. Kamu, yang selalu membenciku. Iya kamu. Kamu, aku mencintaimu.