Prolog

162 17 5
                                    

Di dalam ruangan serba putih terbaring seorang laki-laki yang sedang bertahan hidup dengan alat medis, entah kapan kelopak matanya akan terbuka. Mungkin besok, minggu depan, bulan ini atau satu tahun lagi matanya akan terus tertutup.

Bagaimana jika sebenarnya dia tidak mau bangun, walaupun ia terus mengulur waktu aku akan tetap menunggu hingga kedua kelopak matanya terbuka. Hanya selang-selang yang membantunya terus berdetak dan bernafas.

Disini aku selalu mengunjungi seorang laki-laki yang dulu selalu menjagaku, tapi mulai sekarang aku yang akan menjaganya karena sosok laki-laki itu telah terbaring lemas dengan wajah pucat pasinya di ruangan serba putih ini.

Di dinding  ruangan ini aku taruh Dream Catcher sebagai gantungan penangkal mimpi buruk dan berharap ini semua hanya bunga tidur yang tidak berubah menjadi kenyataan.

"Rahma," seseorang memanggilku. Aku tau siapa dia. Sahabat terbaikku Khansa yang selalu memberiku saran dan nasihat.

Khansa hanya melihatku dengan membawa seikat bunga matahari dan menaruhnya di vas bunga untuk mengganti yang lama dengan yang baru. Melihat hal itu Rahma jadi teringat pada seseorang yang sering membawakan bunga matahari yang kerap kali dikaitkan dengan simbol kehangatan.

Warnanya yang cerah menyala seperti sinar matahari ini diharapkan mampu membawa energi positif dan juga membawa suasana yang ceria bagi semua orang.

Khansa melihatku terdiam tanpa kata. "Hal yang sudah terjadi jangan lo terus sesali, karena menyesal akan membuat kita menyadari bahwa hidup tidak selamanya berada dalam koridor jalan yang lurus. Kadang kita harus melalui jalan panjang dan berkelok, terjal, bahkan berlubang, dan itu semua adalah ujian buat lo" Ucap Khansa mencoba menguatkanku.

Setelah mendengar apa yang diucapkan Khansa, aku hanya tersenyum simpul mendengarkannya. Karena hanya dengan tersenyum mampu mendeskripsikan semuanya.

Namun dalam hati Khansa berdoa pada Tuhan agar sahabatnya bisa terus tersenyum manis seperti dulu setelah menahan luka hati dan jiwa yang amat dalam.

"Mau sampai kapan lo begini,sudah saatnya lo buka hati untuk orang lain" ucap Khansa padaku.

Ada rasa getar dalam hati Rahma mendengar kalimat itu. Memang tidak mudah baginya untuk membuka hati setelah kejadian itu, tapi semua berubah saat dia bertemu dengannya.

FROM BOBITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang