1

65 5 2
                                    

Aku memimpikan tanganku sendiri, tapi kali ini berbeda. Biasanya kedua tanganku dilengkapi dengan sepuluh jari lentik dan kuku indah yang kurawat, itu dunia realitaku. Tapi kali ini aku melihat kedua tanganku berbulu lebat dan bercakar tajam. Itu sangat mengerikan. Untuk memastikan, aku menggerak-gerakkan kedua tangan berbulu bercakar itu kedepan, seperti hendak menggapai apapun yang ada didepanku. Hanya kabut hitam yang menghalangiku, hawa dinginnya membuatku takut sekarang.

Di dalam kabut itu, kedua tanganku-tidak, kedua pasang tangan berbulu itu menangkap sesuatu yang lembut, bulu? Lalu ada suara yang menggeram. Langsung saja aku tarik kedua tanganku, tapi tanganku ditahan.

Aku menelan ludah menyadari geraman itu belum hilang juga. Geraman binatang yang marah sekaligus sedih. Aku memberontak, tetapi sepasang mata emas dengan tajam menatapku, lalu seperti di film horor, binatang itu menerkamku.

Dan syukurlah, dering alarm membangunkanku dari mimpi buruk itu. Aku terbangun dengan terengah, dan memastikan kedua tanganku tidak menyeramkan dan tidak berbulu seperti di dalam mimpi. Aku menghembuskan nafas lega, ternyata memang mimpi.

Tapi serius, deh. Bukan kali pertama aku bermimpi hal aneh seperti ini. Tepatnya sejak ulang tahunku yang ke tujuh belas satu minggu yang lalu. Aku selalu menepis mimpi itu beberapa akhir ini, tapi semakin lama mimpi itu terasa seperti nyata.

"Selamat pagi."

"Selamat pagi."

Ya, lupakan saja imajinasi tidak nyata yang menghantuiku beberapa hari ini. Hari yang cerah dan menggembirakan sudah tiba. Hari yang berawal di meja makan panjang yang dipenuhi penghuni asrama sekolah yang bersiap untuk kembali bersekolah setelah liburan musim panas yang panjang.

"Luna! Disini!"

Seseorang melambaikan tangannya padaku dan sudah menyiapkan satu kursi tepat disebelahnya untukku. Dia si gadis Asia, Mei Ling namanya. Dia termasuk anak baru yang baru saja pindah sebelum liburan musim panas kemarin dimulai. Aku pikir dia sangat beruntung.

"Hey, kantung mata itu sepertinya masih setia disana," ujar Mei Ling yang langsung saja mengejekku setibanya aku disana. Aku memutar bola mata, "Mimpi seram itu juga, jika kau bertanya."

"Sudah satu minggu, ya? Memangnya bagaimana mimpinya?"

"Pokoknya seram, deh! Akan kuceritakan nanti malam saja."

"Aku tau, kau mau bercerita nanti malam karena kau mencari teman satu kamar, 'kan?"

"Baguslah jika kau tau tujuanku."

Mei Ling tertawa, dia menyantap sarapannya sambil mengabaikanku. Okay, aku juga menyantap sarapanku atau ibu Koki akan menyuruhku mencuci piring lagi karena terlambat sarapan. Kami berbincang dengan hangat dengan teman-teman yang lain-atau lebih tepatnya aku dan Mei Ling lebih diam dan mendengarkan cerita seorang putri kaya raya yang menghabiskan liburannya denga pergi ke Hawaii bersama keluarganya.

--------------

"Kira-kira apa yang Dylan lakukan pada saat musim panas kemarin?" Mei Ling mulai bergosip lagi saat kami sedang bertaut dengan loker masing-masing, memilih-milih buku catatan untuk pelajaran hari ini.

"Mr. Dylan Howell, Mei-chan. Kau harus ingat dia itu guru kita." Aku menutup lokerku setelah mendapatkan apa yang aku cari. Kudekap buku-bukuku di dada, menunggu Mei Ling yang terasa begitu lama mencari buku catatannya.

"Ya, tapi dia masih muda dan sangat tampan. Pernahkah kau membayangkan dirimu sedang berduaan dengan dia? Contoh paling mudah; belajar bersama di perpustakaan."

"Jangan menyuruh orang lain untuk melakukan hal yang sering kau lakukan, Mei. Dan berita bagusnya kita akan bertemu dengannya di kelas pertama."

Mei Ling membanting pintu lokernya saking kagetnya dia, matanya membelalak lebar seperti mau copot. Apakah aku harus menadahkan tanganku agar matanya tidak bergelinding ke tanah?

"Kenapa kau tidak bilang?!" Mei Ling meraih lenganku dan menarikku dengan kasar menuju kelas. Mei Ling si pemalas bisa berubah menjadi si rajin kalau sudah ada kaitannya dengan si guru tampan.

Sebenarnya Dylan Howell itu justru terlihat aneh, menurut pandangan pribadiku, sih. Dia memang tampan, tubuhnya sempurna dengan otot-otot seksi itu. Senyumannya mudah didapat karena dia termasuk guru yang ramah di sekolah ini. TETAPI, kenapa rambutnya putih keperakan? Dan sepasang iris itu berwarna abu-abu. Dia seperti makhluk dari dunia lain yang sedang menyamar di dunia ini. Mei Ling sangat yakin kalau rambut perak itu buatan, dan aku yakin Dylan Howell itu sebenarnya lelaki berumur 90 tahun yang memiliki baby face. Dan mungkin semua gadis di sekolah ini menobatkan Dylan sebagai 'Man Crush Everyday', kecuali aku. Hanya aku yang menganggapnya aneh.

Mei Ling duduk di bangku paling depan, sementara aku duduk tepat di belakangnya. Mau bagaimana lagi? Semua bangku deretan paling depan sudah digunakan murid lain. Lagipula aku tidak berniat untuk duduk di depan, aku selalu menjadi sasarannya untuk menjawab pertanyaannya saat mengajar. Dia memang tipikal guru yang mencari murid yang justru tida tertarik dengan pelajarannya, dan itu sangat menyebalkan.

Dan akhirnya, sosok tampan itu muncul juga. Memakai kemeja biru muda dan celana panjang yang rapi serta sepasang sepatu pantofel menjadi seragam andalannya di hari senin. Rambut putih ubannya dibiarkan agak berantakan, sepertinya dia begadang.

Aku tidak mengikuti pelajaran Dylan sama sekali. Mei Ling berubah menjadi orang asing karena Dylan. Hei, aku bukan seorang Lesbo, hanya saja aku tidak suka Mei Ling mengabaikanku, cukup satu sekolah ini saja yang memperlakukan aku begitu.

"Luna Steinhauer!"

Sial, Dylan mendapatiku tidak memperhatikan pelajarannya, habislah aku. Kemarin dia menyuruhku menulis esai tentang anatomi hewan sebanyak 10 lembar dan ditulis tangan. Sekarang apa?

"Y-ya, pak!"

"Aku ingin kau menulis esai tentang analisismu mengenai perkembangbiakkan cacing tanpa melihat buku. Dikumpulkan di perpustakaan saat jam makan siang nanti, aku akan menunggumu disana."

Benar, 'kan? Sepertinya Dylan itu memiliki dendam yang tersembunyi kepadaku. Padahal aku sama sekali tidak mengganggunya. Apa karena aku adalah satu-satunya orang yang menganggapnya aneh?

Aku hanya mengangguk pasrah. Ah, rasanya aku ingin pindah kelas saja. Lebih baik aku diajar oleh guru paling killer di sekolah daripada diajar oleh Dylan. Dasar guru sok tampan!

Mei Ling menoleh ke belakang, menatapku dengan tatapan isengnya, "Bagaimana rasanya dipaksa berkencan dengan pria yang tidak kau sukai?"

"Diam," bisikku mencoba fokus dengan pelajaran. Lebih tepatnya berpura-pura.

"Dengan senang hati aku akan menemanimu ke perpustakaan."

"Kau menggunakanku untuk bisa dekat dengan dia? Jangan berharap."

--------------

Holla~

Sorry storynya ku rombak abis :"3

semoga yang ini lebih baik lagi, dan mohon beri vote dan kritik dan sarannya ya! :"))

aku tau ini awal yang garing banget, ga ada kesan werewolfnya sama sekali. tappi kuharap aku bisa memberi kalian kejutan di part selanjutnya~

The Alpha And The LunaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang