Happy Reading.!
"Maaf..bahkan aku melibatkanmu jauh kedalam sudut tergelapku"ucap Riel menengadahkan wajahnya menatap taburan bintang penghias kegelapan malam kala itu.
Tak apa apa,asalkan aku berada disisimu itu sudah cukup,Riel.Batin Vandes menatap sendu sahabatnya itu.
Atau..bolehkan ia menganggap Riel lebih dari sekedar sahabat?Bolehkah ia bertindak egois untuk hal ini saja?Sungguh..bukannya tak bersyukur tapi ia hanya menginginkan lebih dari ini.
Ingin mengungkung jiwa gadis yang tengah duduk disebelahnya.Menatap sunyi langit yang ditemani bintang.Bahkan pantulan cahaya purnama yang menyinari wajah sendu gadis cantik itu tak mampu menghangatkannya.
Haruskah ia berharap matahari hadir pada malam ini?Jangan bodoh,Vandes!
"Jangan berkata seperti itu..Aku akan tetap bersamamu."ucap Vandes melingkarkan lengannya dibahu Riel.
Riel melirik tangan Vandes yang bersandar dibahu kanannya dengan tersenyum miris.
Apakah ia masih akan merasakan hangatnya tangan pria ini?Kumohon hentikan waktu saat ini juga!
"Riel dengar..Bukan berarti semua masalah yang menimpamu itu bertujuan untuk membunuhmu secara perlahan.Masalah itu datang untuk mengubah pribadimu menjadi lebih dewasa,lebih kuat menjalani prosesi kehidupan ini"ucap Vandes menatap gadis itu dari samping.Terlihat mata gadis itu berkaca kaca menahan tangisnya.
Vandes mengecup lembut puncak kepala gadis itu hingga membuatnya membeku.
Dengan tergagap Riel mendongakkan kepalanya menatap wajah tampan Vandes yang tersenyum tulus padanya menguatkan hatinya yang rapuh.
Tanpa sadar ia meremas ujung roknya menahan kegugupannya apalagi dentuman jantungnya yang berpacu.
"Apakah kau tahu?Dengan datangnya masalah itu membuatku semakin ingin terus berada disisimu untuk terus melindungimu,Riel"ucapnya membuat pipi Riel menghangat membuat gadis itu menundukkan wajahnya kembali.
Dalam hati ia bersyukur sekarang ia berada ditempat yang cukup gelap hingga ia mampu menyembunyikan rona diwajahnya.
Flashback
"Pergilah anak tak tahu diri!kau benar benar membuatku muak."Ucap Arlene sembari melayangkan tamparan panas dipipi putih pucat milik Riel hingga meninggalkan jejak merah dipipi ranumnya.
Mata Riel sudah berkaca kaca menahan tangisnya.Tapi dia dituntut untuk tidak boleh menitikkan matanya sedikitpun atau dia akan kembali disiksa lebih dari ini.
Menahan segala caci maki dan sumpah serapah yang dilontarkan secara frontal oleh ibunyabl yang penuh dengan kilatan mata menusuk kegelapan.
Riel hanya menahan tangisnya dengan menggigit bibir bawahnya hingga berdarah.Sungguh ia tak terlalu merasakan sakit nya lengan dan betisnya yang dicambuk.Membiarkan bau anyir dari darah yang muncul dari bekasan gigitan bibirnya.
Hatinya terlampau sakit lebih dari sekedar rasa perih dari memar kebiruan yang muncul dilengannya.
Lebih dari menyesakkan saat melihat maut yang menghantam ayahnya tepat didepan matanya sendiri.Dan itu semua karna dirinya!
Karna keteledorannya..
Dia rasa dia pantas mendapatkan cambukan dari ikat pinggang mendiang ayahnya itu yang dipakai ibunya sekarang.
Suara cambukan yang membuat malam semakin mencekam tanpa jeritan dan tangis pilu dari Riel yang tengah menatap kosong didepannya.
Ia benar benar tak peduli lagi dengan rasa sakit fisik ini.Menatap kosong suara cambukan itu hingga dengan keberanian ia menangkap ujung ikat pinggang yang akan mencambuknya entah untuk keberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Stories
RandomKumpulan kisah kisah pendek kehidupan berbagai genre yang saya berikan. Selamat membaca!