2

105 12 1
                                    

"Sepuluh tahun? Selama itu kah?"

"Ya,selama itu kau selalu merepotkanku dan pria yang menarikmu kemarin malam."

"Benarkah?"

"Sekali lagi bertanya, kau akan kulempar dari kapal ini."

"Sebenarnya kita mau kemana?"

Tiit Tiit Tiit

Pria itu mendongakkan kepalanya, menatap ke arah speaker kecil yang mengeluarkan bunyi barusan. Bukannya menjawab, pria ber-iris hijau malah berdiri dan meninggalkannya sendirian di ruangan itu. Putri Arsha menghela napasnya. Dia bingung, dia bahkan tidak tau harus percaya pada orang itu atau tidak. Sekarang yang menjadi pertanyaannya adalah, dia akan dibawa kemana?

Tiba-tiba, terdengar suara dentaman beserta guncangan keras yang membuat Putri Arsha tersadar dari lamunannya. Apa kapal ini akan karam? Sang putri sendiri sudah berlari menuju sumber suara dan mendapati seseorang-yang sepertinya nakhoda kapal-meringis kesakitan akibat dicekik oleh makhluk berkulit hitam pekat dengan wajah yang mengerikan. Tempat pengendalian kapal sudah rusak parah, mungkin sudah dirusak terlebih dahulu oleh si makhluk. Parahnya, makhluk itu tidak hanya satu, melainkan lima. Rasanya, satu makhluk saja sudah dapat menghancurkan kapal ini beserta isinya, bagaimana jika ada lima? Bulu roma Putri Arsha sudah naik sedari tadi. Yang ia lakukan sekarang hanya diam melihat tindakan selanjutnya dari makhluk-makhluk itu.

"Dimana dia?!" Teriak si kulit hitam yang mencekik leher sang nakhoda. Sang nakhoda hanya bisa meringis kesakitan ketika lehernya dicekik semakin kuat. Putri Arsha sudah memejamkan matanya ketika ia merasakan ada seseorang berdiri di belakangnya. Ia mengira akan dibunuh saat itu juga.

"Putri." Suara itu langsung membuat yang dipanggil menoleh dan menghela napasnya dengan sebal. Pria ber-iris biru itu langsung menggenggam pergelangan tangan sang putri dan menariknya dalam sebuah pelukan hangat. Putri Arsha yang terkejut hanya bisa mendongakkan kepalanya, melihat mata yang indah itu. Orang yang dilihat hanya tersenyum simpul lalu mengucapkan mantra yang membuat sang putri tak sadarkan diri. Gelap, semuanya gelap bagi sang putri.

...

"Menghindar, Putri!" teriakan itu membangunkan Putri Arsha yang tertidur. Melihat ada bola api yang mendekat, refleks sang putri menggulingkan badannya ke kanan. Bola api itu mengenai ujung gaun merah sang putri dan membakar ujung gaun dengan cepat. Sang putri yang panik dan mendengar gemericik air yang mengalir segera berlari mencari sumber suara dan menceburkan dirinya kedalam sungai. Api yang membakar gaun sang putri pun padam seketika. Tiba-tiba, ia merasa ada yang menggigit kaki kirinya dan menghisap darahnya perlahan. Putri yang kaget berusaha berdiri, namun kaki kirinya ditahan oleh sesuatu yang kuat sementara makhluk yang ia tidak ketahui memperkuat hisapannya. Karena tidak tahan, sang putri menendang makhluk itu sekuat tenaga dengan kaki kanannya dan segera pergi dari sungai ketika makhluk itu melepas kaki kirinya.

Sang putri melirik kaki kirinya yang masih terasa sakit. Naas, yang dilihatnya sekarang adalah kepala makhluk aneh yang masih ada di kakinya. Mungkin tadi ia hanya menendang badannya sehingga kepala itu masih ada di kaki jenjangnya. Dengan hati-hati sang putri mengambil kepala itu lalu membuangnya jauh-jauh. Lalu ia memperhatikan gaun merahnya yang bagian bawahnya sudah rusak karena bola api tadi. Ia mendengus dan mengumpat dalam hati, karena itu adalah gaun terindah yang membuatnya harus menunggu selama empat bulan agar ia dapat memilikinya. Dan tentunya, itu adalah gaun rancangan desainer favoritnya. Bukannya wajar jika saat ini dia kesal?

Si pria ber-iris hijau terkekeh dan menepuk pundak sang putri,"Hei, jangan mengumpat dalam hati hanya karena gaun merahmu yang merepotkan dirimu sendiri. Lebih baik kau bersyukur masih bisa hidup sampai sekarang." Rasa kesal sang putri tentu tidak akan hilang hanya karena dua kalimat, dan pria ber-iris hijau ini sangat jelas tahu apa kalimat tambahan yang perlu dikatakan agar sang putri merubah suasana hatinya.

"Kau tau? Meski hanya menggunakan baju tidur, kamu akan tetap menjadi putri tercantik di Anglora." Dan benar saja, rona pipi sang putri langsung muncul ketika kalimat itu diselesaikan olehnya.

PlanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang