Hujan masih terus turun. Tapi tidak seperti sebelumnya, butiran bening serupa air mata bidadari itu tidak lagi menjadi fokusku sekarang. Ketimbang mengawasi dinding kaca yang buram, sosok yang duduk seorang diri di meja sudut, lebih menarik perhatianku.
Dia terlihat begitu... entahlah, seksi? Aku bahkan menyukai caranya mengangkat cangkir, menyesap isinya dengan mata yang tetap menempel pada Ipad-nya. Seolah dia sedang minum kopi di meja tinggi dapurnya sendiri. Dia tidak kelihatan tertarik pada keadaan di sekelilingnya.
Tapi memang tidak ada yang menarik untuk dilihat di cafe-ku sekarang. Kebekuan yang dikirim tetesan hujan dan diperkuat dingin yang ditebar pendingin ruangan, membuat kesan muram begitu terasa.
Muram. Itu juga yang kurasakan tadi, membuat mood-ku hampir menyentuh titik nadir. Bagaimana tidak, warna abu-abu begitu menguasai saat pandangan kuarahkan ke luar dinding kaca. Langit kelabu dan tetesan air yang rapat membuat jarak pandang tidak terlalu jauh. Dan tentu saja itu juga karena dinding yang mengembun. Aku ingat, ketika kecil dulu, aku selalu suka menulis namaku di permukaan kaca yang mengembun itu, dan mengawasinya perlahan-lahan menghilang.
Tapi kemuramanku sudah berakhir setelah percakapan tidak jelas dengan pemilik punggung kokoh itu beberapa saat lalu. Dia membawa rasa hangat pada hati dan tubuhku, seperti meminjamkan selimut tebal dan melingkarkannya menutup seluruh tubuhku. Hanya menyisakan kepalaku yang terbuka untuk menatapnya. Benar-benar hangat.
Aneh, bagaimana suasana hati dapat berubah drastis hanya dengan menyadari kehadiran seseorang. Seseorang yang berarti untukku. Seseorang yang sayangnya hanya menganggapku sebagai orang asing yang ditemuinya secara acak di tempat nongkrong yang menyajikan kopi dan kue yang enak.
Bila menilik ke belakang, aku tidak tahu persis sejak kapan mulai menyukainya. Dia jelas bukan pria paling tampan yang pernah kulihat. Tapi aku memang selalu menyukai pria yang menyisakan rambut-rambut halus di wajahnya. Kesannya 'sangat lelaki'. Pria-pria seperti itu selalu menarik perhatianku.
Tapi biasanya aku hanya sekadar suka melihat. Memanjakan mata sekejap dan tidak membawa perasaan suka itu sampai ke hati. Hingga aku melihat dia. Pria itu. Riza. Dan punggung lebarnya tentu saja. Itu satu paket, jangan lupa!
Aku melepaskan telapak tanganku yang menopang dagu ketika melihat Riza mendongak dan melambaikan tangan pada pegawai yang lantas mendekat padanya.
"Dia mau tambah satu cangkir kopi lagi, Kak Mae," lapor Ratih, pegawaiku itu.
Aku mengangguk. Mencatat pesanan tambahan itu untuk ditagihkan belakangan. Sesuatu lantas berkelebat dalam benakku. Dan aku meringis karenanya. "Biar kakak aja yang antar kopinya," kataku kemudian.
Mata Ratih sedikit menyipit melihatku. Dia pasti heran karena aku hampir tidak pernah menyediakan diri untuk mengantar pesanan. Tapi aku tidak terlalu peduli pada banyak tanda tanya yang seperti berputar-putar di atas kepala Ratih. Aku sedang ingin menyenangkan diri.
Aku belum tentu akan berinteraksi lagi dengan Riza di kemudian hari. Terutama bila dia kembali datang dengan kekasihnya.
Aku cuma akan mengantar pesanannya, bukan menggodanya, aku meyakinkan diri dalam hati.
Tidak ada yang salah dengan seorang pemilik cafe yang mengantarkan pesanan untuk pelanggannya.
Yeah, pembelaan diri yang buruk, aku tahu.
Aku berdeham setelah meraih baki yang diulurkan Ratih. Seolah untuk mengangkat cangkir sekecil itu butuh persiapan mental yang cukup. Aku terus mengawasi pria itu sambil melangkah ke arahnya.
"Kopinya," ujarku pelan. Buru-buru menambahkan senyum-yang kuharap manis-ketika dia mengangkat kepala melihatku.
"Makasih." Dia menerima tatakan cangkir yang belum kuletakkan dengan posisi yang tepat di atas meja. Dia menariknya mendekat ke depannya. Lalu menyingkirkan cangkir kosongnya ke samping.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mungkin Suatu Hari
ChickLitMengerikan, ya? Aku jatuh hati pada lelaki milik seorang wanita yang secara rutin memberi pemasukan pada laci kasirku. Aku tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi, perasaan suka bukan seperti tombol on off televisi yang bisa ditekan sesuka hati saat kita...