CHAPTER 1
UDARA panas yang tidak menyenangkan ini kembali menyadarkanku bahwa sekarang ini aku tak lagi berada di Alaska, tempat asalku yang menyenangkan. Aku berada di Georgia, tempat asing dan panas ini. Aku menghela nafas, tas ranselku seolah menyemangati agar keringat mengalir lebih deras lagi. Dan usahanya berhasil.
Aku tak bisa mengingat kapan terakhir kali aku berkeringat sebanyak ini. Kaos yang aku kenakan sekarang sangat tidak nyaman. Lengket karena keringat. Persediaan air minumku juga sudah hampir habis. Ya Tuhan, kapan aku akan sampai?
Entah apa yang akan menyambutku disini. Aku hanya mengikuti petunjuk surat konyol itu yang telah kuterima minggu lalu. Surat itu datang setelah aku mengalami kejadian aneh dirumah orang tua-angkatku.
Sebelum kejadian itu terjadi, aku tinggal di sebuah perumahan sederhana bersama orang tua angkatku. Kata Mom orang tua kandungku sudah meninggal 16 tahun yag lalu, ketika aku baru saja berumur 1 tahun.
Mereka meninggal karena suatu kecelakaan mobil, aku sendiri dengan segala keajaiban yang luar biasa, selamat dari kecelakaan maut itu. Polisi hanya menemukan 1 buah kartu ucapan ulang tahunku dimobil itu, mereka tidak menemukan tanda pengenal orang tuaku. Polisi hampir saja memberikan aku ke sebuah panti asuhan sebelum sepasang suami istri-yang sekarang menjadi orang tua angkatku mengadopsiku.
Mom menceritakan hal ini padaku saat umurku 15 tahun. Menurutnya, lebih baik aku tau yang sebenarnya ketika aku menanyakan mengapa aku tak menggunakan nama keluargaku-biasanya setiap anggota keluaga selalu menggunakan nama marga keluarganya.
Keluargaku memiliki nama marga Austin sedangkan aku menggunakan nama Stryder. Kata Mom, aku tetap menggunakan nama asliku karena bisa saja suatu hari nanti ada yang mengenaliku-keluarga asliku. Walaupun begitu, aku sangat menyayangi mereka-Mom dan Dad, mereka orang tua terbaik yang pernah aku miliki.
Kembali lagi, jadi kejadian aneh yang kualami itu berawal saat sahabatku-Alice dan pacar barunya-Jimie makan malam bersama di rumahku. Sudah menjadi kebiasaan keluargaku satu bulan sekali selalu mengajak seseorang untuk makan malam.
“Aunty, terima kasih sudah mengundang kami makan malam. Kami sangat senang.” Alice membantu Mom dan aku menyiapkan meja makan. Malam itu Alice cantik sekali-ia menggunakan gaun sederhana selutut berwarna biru muda dengan renda putih dibagian atasnya. Rambut pirangnya di ikat kucir kuda.
Berbeda dengan Alice, malam itu aku mengenakan kaos longgar berwarna ungu kesukaanku dan celana pendek dengan warna yang sama. Rambut cokelat panjangku dibiarkan begitu saja.
“Oh, kami juga sangat senang kalian bersedia datang kerumah kami. Kau tahu kan, kebiasaan sangat sulit dihilangkan. Sudah berulang kali kami meminta Emily untuk mengundang pacarnya.” Mom menyikutku, aku hanya memberikan tatapan menegur pada Mom.
Malam ini Mom terlihat sama cantiknya dengan Alice, Ia mengenakan gaun malam berwarna ungu gelap. Gaun itu panjangnya hanya selutut, menjadikan Mom terlihat lebih muda-umurnya 38 tahun. Rambut hitamnya hanya digelung rapi.
“Tapi hasilnya tetap nihil. Aunty senang kau mengajak Jimie.” Jimie yang merasa namanya disebut – sebut hanya tersenyum.
Tak seperti Alice, Jimie berpakaian sangat santai-sama sepertiku, ia hanya menggunakan kaos bewarna putih polos dan celana jins panjang malam itu. Aku belum terlalu mengenal Jimie, menurutku ia sangat pendiam. Saat kuperhatikan ekspresi wajahnya lebih seksama, ia bukan pendiam. Tapi ia terlihat... bosan?
“Emily, bisakah kau panggilkan Daddy? Ia ada di kamarnya. Bilang padanya semua sudah siap.” kata Mom yang telah selesai merapikan sendok terakhir. Alice juga sudah duduk disebelah Jimie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Two Souls (Hex Hall FanFiction)
ФанфикMATA itu memacarkan ketakutan yang teramat sangat. Tangannya berusaha menghentikan aliran darah yang keluar dari luka di kakinya. Begitu lemah, bahkan dengan sedikit kekuatan milikku akan membuatnya mati dengan cepat. Tapi tidak, aku tak akan membu...