Bab 1

49 8 1
                                    

Ruangan tersebut penuh dengan perkakas, suku cadang, dan pelumas yang berceceran mengotori seluruh ruangan.

Tidak terkecuali wajah gadis itu, yang lebih sering terlihat kotor alih-alih bersih. Selalu saja ada kotoran di wajahnya, entah oli atau debu bercampur keringat. Rambut coklatnya diikat asal-asalan, beberapa helai jatuh dan mengganggu matanya.

Ia berhenti bekerja sejenak, menyelipkan rambut ke belakang telinga.

Namun, terlepas dari penampilannya yang selalu kotor, ada hal lain yang lebih menarik perhatian orang-orang yang melihatnya.
Tangan dan kaki kirinya terbuat dari logam. Begitu pula banyak bagian dari dirinya. Gadis itu seorang cyborg.

Sulit dipercaya, selain merupakan cyborg dan mekanik andal, ia juga merupakan seorang Putri.

Selene Blackburn. Putri pewaris takhta kerajaan bulan, yang selalu diragukan masyarakat karena dia tidak selalu terlihat pantas untuk menjadi seorang putri, apalagi calon ratu mereka. Mereka bahkan lebih suka menyebutnya cinder, alias batubara, yang tampaknya jauh lebih cocok dengan dirinya sampai-sampai ia juga selalu menyebut dirinya begitu.

Ia lebih suka menghabiskan waktu berjam-jam di bengkel daripada menghadiri pesta.
Ia lebih memilih bersama androidnya dibandingkan bersama anggota keluarga kerajaan.
Ia lebih pantas mengenakan celana khaki dan kaus, bukan gaun malam.

Ia selalu merasa tidak tepat.

Android yang sedang diperbaikinya berkedip menyala, hasil kerja kerasnya selama 3 jam terakhir tampak memuaskan. Cinder tersenyum senang, meregangkan tangannya seraya prosesor android mulai membaca data dari chip yang baru saja dimasukkannya.

"Tuan Putri?" Suara melengking yang amat dikenali Cinder muncul dari speaker android.

"Ya, ini aku! Bagaimana rasanya, Iko?" Cinder hampir memeluk android model kuno itu sebelum dia ingat bahwa ia belum menutup panel kontrolnya.

"Luar biasa, Cinder! Aku tidak pernah merasa seperti ini. Sudah berapa lama aku tertidur?" Iko menatap Cinder, sensornya bergerak. Iko tidak pernah suka menggunakan kata rusak.
"Sekitar 3 hari. Levana tidak mau membuka kunci bengkel sebelum aku menyelesaikan pidato tentang aliansi blablabla-" Cinder berhenti, membuka kenop di ujung jari kelingking cyborgnya, mengeluarkan obeng. "-dan dia akan segera memanggilku lagi untuk bertemu diplomat atau semacamnya. Jadi, cepat sini agar aku bisa menutup panelmu kembali."

Iko mendekat, roda bawaannya menggeser mulus. "Kau tahu dia tidak peduli akan keberadaanmu, bukan?"

Cinder memasang dan mengencangkan baut, gerakannya terhenti mendengar kata-kata Iko. Ia selalu tahu bahwa bibinya Levana, Ratu bulan yang sekarang, tidak pernah menyayanginya atau bahkan menganggapnya penting.

Berharap Ratu Levana peduli dengan keponakannya hampir sama dengan berharap bulan terbit di siang hari.

"Aku tahu." Cinder menjawab singkat, tangannya kembali sibuk bekerja mengencangkan baut demi baut.

"Lalu kenapa kau masih berusaha menjadi seorang putri?" Iko terus mendebat Cinder.
Iko sudah bersama Cinder sejak ia masih berusia 10 tahun, dan chip kepribadiannya membuatnya berbeda dari android lain. Kehilangan Iko bagi Cinder sama dengan kehilangan sahabat terbaiknya.

Cinder menutup ujung jarinya, lalu menghabiskan beberapa detik menatap tangan sibernetikanya.

Tangannya terbuat dari logam titanium, dibuat oleh para ahli terbaik yang bisa ditemukan kerajaan. Tangan itu dulunya berupa kulit dan daging, sebelum hangus terbakar api pada usia 12 tahun.

Cinder selalu bertanya-tanya apakah bibinya cukup membencinya untuk melakukan itu, dan kalau memang seperti itu apakah ia akan berusaha lagi untuk memusnahkannya.

Tangan Cinder mengepal saat memikirkan hal itu.

"Iko.. aku ingin pergi dari segala urusan sialan ini lebih dari apapun, demi bintang." Cinder memutar bola matanya memikirkan keinginannya untuk tinggal.

Iko memiringkan kepala bundarnya, seakan bertanya kenapa Cinder tidak melakukan hal itu sejak dulu.

"Tapi." Cinder menghembuskan napas, rahangnya mengeras. "Aku tidak bisa membiarkan Levana membunuhi orang-orang. Aku adalah satu-satunya penghalang baginya untuk mulai menginvasi bumi, karena aku pewaris takhta selanjutnya. Aku... tidak bisa pergi begitu saja. Walaupun aku ingin."

Iko mengangguk dalam pengertian, sensornya menjadi lebih redup.

Terdengar suara ketukan di pintu.

"Masuk." Cinder mengangkat wajahnya ke arah pintu untuk melihat siapa yang datang.

"Yang Mulia." Seorang pengawal berambut pirang pasir memasuki bengkel. Ia membungkuk dalam.

"Oh. Kau." Cinder memalingkan wajahnya lagi, nada suaranya menjadi lebih santai saat mengetahui siapa yang mengetuk pintu. "Harus berapa kali kubilang, kau tidak perlu memanggilku seperti itu setiap saat. Seperti kau tidak mengenalku saja."

Jacin Clay, satu-satunya pengawal yang diizinkan Cinder untuk mengawal dan menemuinya karena ia tidak benar-benar peduli pada Cinder. Jacin hanya ingin mengawal Cinder karena itu memperbanyak waktunya bersama Putri Winter, sepupu sekaligus anak tiri Levana.

Cinder juga menyukai Jacin karena ia bisa menjadi dirinya sendiri di hadapan pemuda itu, yang juga tidak memedulikan status Cinder.

"Yang benar saja. Aku juga tidak ingin menyebutmu yang mulia, demi bintang." Jacin berdiri tegak, wajahnya sedikit kesal karena kata-kata Cinder. "Aku hanya menganggap Winter sebagai tuan putriku, habis cerita."

Cinder tergelak, mengumpulkan peralatannya yang berserakan di lantai. Ia sendiri tidak pernah benar-benar menganggap dirinya seorang yang mulia.

"Jadi kalau kau tidak bermaksud kesini untuk menghormatiku sebagai tuan putrimu atau semacamnya-" Cinder memasukkan keping chip terakhir ke dalam kotak penyimpanan, "Apa tujuanmu kesini?"

Jacin menghela napas dan menatap Cinder dengan lelah, seakan dia ingin memberitahunya sejak tadi.
"Kita kedatangan tamu penting dari-"

Cinder mengerutkan kening. Ia tidak pernah suka menyambut tamu-tamu kerajaan. "Siapa?"

Tatapan Jacin berubah frustrasi.
"Bisakah kau berhenti menyelaku?"

Cinder berdiri, tangannya mengepal di pinggang. "Aku hanya perlu tahu siapa mereka. Itu lebih dari cukup."

Pengawal itu menyipitkan mata kepada Cinder. "Andai saja kau bukan seorang putri, mungkin aku sudah memukulmu. Di wajah."

"Oh, aku akan selalu menantikannya."

Jacin menyerah mendebat Cinder, tahu bila ia terus mendebat, percakapan ini tidak akan pernah selesai. Cinder dan dirinya sendiri memiliki kepribadian keras yang sama.

"Kaisar Kaito. Dari persemakmuran timur."

The Emperor And The Cyborg PrincessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang