Day By Day

25.6K 1.7K 8
                                    

Nico.

"Pemulihan pasca operasi itu penting Dok. Dokter sendiri kalau punya pasien seperti ini selalu meminta pasiennya istirahat total bukan? Saya bermaksud memberi saran terbaik yang saya pikirkan Dok."

Dari tadi aku berusaha membujuk Dokter Senior yang aku operasi minggu lalu itu untuk beristirahat jika masih ingin bekerja di sini.

Bukannya aku jahat, tapi Abby sendiri yang bilang kalau sampai ketahuan Dokter Indra terkena stroke, maka dia akan diberhentikan secepatnya.

Karena, dokter yang sudah terkena stroke, tidak akan bisa mengobati pasiennya seperti sebaik sebelum dia terkena stroke.

Aku bilang pada Dokter Indra kalau beliau sangat beruntung, stroke ini masih ringan, dan penyumbatannya masih kecil. Tapi gaya hidup, dan pola makannya harus diubah jika ia masih ingin umur panjang.

"Ambil surat pengunduran diri yang aku letakkan di laci mejaku," kata Dokter Indra. Aku melihatnya terkejut. "Sebenarnya aku sudah tahu kalau hari ini akan datang. Hanya saja, aku tidak menyangka kalau aku masih bisa diselamatkan oleh tangan ajaibmu itu."

"Dokter terlalu berlebihan."

"Aku sungguh-sungguh, Nico." Seulas senyum menghiasi wajahnya. Jarang-jarang aku melihat Dokter Indra tersenyum seperti ini. "Sudah saatnya aku pensiun. Aku rasa rumah sakit ini juga mampu bertahan dengan satu dokter bedah saraf yang hebat sepertimu."

"Tapi Dok..."

Hebat.. Iya aku akui memang aku hebat. Ini bukan sombong loh, hanya sekedar pengakuan saja. Bahkan guruku sendiri--Dokter Indra maksudnya--mengatakan kalau aku hebat.

Tapi hanya satu bedah saraf untuk rumah sakit ini mana cukup? Yang ada aku bisa tumbang kalau begini.

"Dokter Joseph juga sudah merekrut dua bedah saraf lagi dari rumah sakit lain, dan ada satu residen bedah saraf yang akan datang. Kau harus ajari dia, ingat seperti saat kau belum mengerti apa-apa, kau memerlukan penolong. Begitulah residen baru itu."

"So, is it a farewell for us, Doc?"

Dokter Indra menggeleng. "No. Tentu saja tidak. Kau masih bisa menemuiku di universitas dan rumahku kalau kau mau. Tak akan kulupakan jasamu."

Aku mengangguk paham.

Benar, aku bisa membedah dengan mahir mungkin memang itulah keahlian yang aku miliki. Tapi, aku tidak akan sehebat ini tanpa adanya Dokter Indra yang bersedia menjadi ensiklopedia berjalan untukku.

"Terima kasih banyak, Dok."

-----

Dokter Indra keluar dari rumah sakit, diikuti, sekaligus hari inilah hari dimana beliau dipensiun. Sedih memang, harus kehilangan dokter hebat, baik dan rendah hati seperti dirinya.

Tapi jangan salah, aku punya tiga teman baru di bedah saraf. Well, akhirnya usulku pada Abby didengar juga oleh Dokter Joseph. Aku bilang pada Abby sekitar setahun yang lalu kalau bedah saraf kekurangan orang, dan butuh tambahan pasukan.

Abby bilang dia akan sampaikan pada Dokter Joseph. Akhirnya setelah penantian yang cukup panjang, pasukan baru itupun datang.

Satu orang konsulen yang beberapa tahun lebih muda dari Dokter Indra, satu dokter sepertiku yang kira-kira usianya baru empat puluh tahun awal. Dan, seorang residen spesialis tahun pertama.

"Ciyeh yang udah nggak sebatang kara lagi," kata Farlos.

Aku melirik Farlos yang asal melenggang masuk ke dalam ruang kerjaku.

Beautiful StatueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang