#First Impression

383 56 32
                                    

PRITTTTTT PRIIITTTTT

Suara pluit yang berasal dari salah satu mentor ospek menggelegar ke seluruh penjuru aula.

"BURUAN DONG!!! LELET BANGET JALANNYA! LIAT UDAH JAM BERAPA SEKARANG." teriak salah seorang senior sambil menunjuk jam yang ada di pergelangan tangannya.

"Sial, makan aja gak sempet kalo gue pingsan emang mereka mau tanggung jawab apa!" dengus Carissa sambil berbaris diantara mahasiswa lainnya.

Sebenarnya tahun ini adalah tahun dimana Carissa resmi menjadi seorang Mahasiswi. Universitas di Bandunglah yang menjadi tempatnya menuntuk ilmu sekarang. Jauh dari kedua orangtua, ia merantau demi pendidikannya. Ya, Carissa hidup sendiri di Bandung. Rumah sang Paman yang menjadi rumahnya di Bandung selama kuliah.

Carissa Ernina, si Putri Matahari si penyemangat hari itu tampak konyol dengan atribut ospeknya. Ramut hitamnya harus dikuncir dua, dan dia harus menggunakan Nametag yang terbuat dari kardus di dadanya. Mata pandanya terlihat jelas, itu karena ia harus begadang untuk mengerjakan tugas ospeknya.

"Ssuutt! Cewek! Lu punya makanan ga? Gue laper nih." tanya seorang Mahasiswi berambut pendek sebahu yang berdiri di sampingnya.

"Sorry gue gak sempet bawa makanan nih, tadi subuh gue telat bangun." jawab Carissa.

"Aduuh gue laper banget nih! Oh iya btw nama lu siapa? Gue Caca, kalo cowok yang nerd ini namanya Alvin salam kenal ya!" ia menyodorkan tangannya tanda perkenalan. "Apasih Ca jangan berisik lu diliatin senior tuh!" kali ini si Nerd yang bicara.

"Salam kenal juga Caca sama Alvin, gue Carissa Erina." Carissa tanpa ragu menyambut uluran tangan Caca.

"HEEHH!! SIAPA SURUH KALIAN NGOBROL?! PAKE SALAM-SALAMAN LAGI LU KIRA LAGI HALAL BIHALAL?! CEPET KALIAN BERTIGA KE BELAKANG BARISAN NGADEP MENTOR TATA TERTIB SANA!" teriak salah seorang senior dan langsung menarik mereka bertiga ke belakang barisan.

"Mampus gue." gumam Carissa.

Mentor Tata Tertib, konon katanya mereka adalah sekumpulan senior semester akhir. Angkuh, dingin, dan kejam, itulah kesan pertama bila melihat mereka. Keganasan mereka melebihi dosen killer bila berhadapan dengan junior. Sekali mencari masalah dengan mereka, jangan harap bias kuliah dengan damai. Sudah jadi kewajaran disana. "Anda Sopan, Kami Segan". Begitulah slogan mereka. Tapi faktanya mereka tidak pandang bulu. Laki-laki atau perempuan sama saja. Junior tetap jadi objek bully bagi mereka.

"Kenapa? Udah beres ngobrolnya?! INI KAMPUS BUKAN CAFE! NGAPAIN KALIAN NGOBROL?!" tanya seorang senior bernama Beno.

"Anu kak tadi saya ngajak Car...."

Caca tertegun. Matanya terpaku pada satu pemandangan di depannya. Beno, senior galak namun tampan itu berdiri di depannya. Bahu lebarnya membuat ia terlihat gagah, ditambah dengan rahang tajamnya. Tingginya yang diatas rata-rata membuat Beno terlihat seperti model. Apalagi dengan kacamata yang ia kenakan. Parasnya lebih cocok untuk seorang CEO muda dan kaya raya disbanding dengan senior semester akhir yang galak.

"Kenapa kamu? Kesurupan?! Ditanya malah bengong." tanya Beno heran.

"Kalo kamu? Kenapa ngobrol? Gak bisa jawab?!" kini Beno mengalihkan perhatiannya pada Carissa.

"Kita tadi cuma kenalan aja kok kak, namanya orientasi ya kita harus bisa sosialisasi dong."

"Udah selesai kenalannya?! Arisan aja sekalian." Beno terkekeh kesal. Ia memalingkan wajahnya dari Carissa. Ia mendengus kesal.

"Oke hari ini kalian saya kasih toleransi. Tapi! Kalo sampe besok atau lusa saya liat muka kalian lagi, saya tidak akan sejinak ini! Balik ke barisan!"

Beauty In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang