#MAAF CAR...

99 17 0
                                    

TRRRRTTT... TRRRTTT....
Handphone Arga berdering panjang tanda ada panggilan masuk. Nama KILLER lah yang pertama muncul di layar handphone Arga.

"Ngapain lo nelfon gue?!"

"Gua mau bicara Ga sekarang di taman komplek rumah lu."

"Gue gak mau ket--"

Telfon dengan cepat terputus begitu saja sebelun Arga selesai dengan kalimatnya. Arga hanya bisa medengus kesal, namun ia bergegas memakai jaket abu-abunya dan keluar kearah taman.

"Kenapa lo nyari gue?" tanya Arga sesampainya di taman. Tepat di hadapan Ben. Ya, yang menelfon Arga adalah Ben.

"Kan gua udah bilang jauhin Carissa, kenapa lu masih deketin dia? Gua tau kemaren lu sempet anterin dia dari gerbang komplek kan? Gua liat semuanya Ga!"

"Kalo iya kenapa?"

"Lu lupa? Gua satu-satunya orang yang tau dimana keberadaan tante Annie, nyokap lu tersayang Arga."

"Terus mau lu apa Ben?" tanya Arga dengan wajah kesal.

"Gua mau lu jauhin Carissa itu aja kok, dengan itu gua akan rawat malaikat kesayangan lu itu tetap aman Ga, simple kan?" pinta Ben dengan senyum liciknya. Arga lagi-lagi hanya bisa mendengus kesal. Ia menghela nafas panjang dan berat.

"Ok. Tapi tolong lindungi Mam dari Pak Armana."

"Ok."

Setelah pembicaraan mereka berakhir, Ben kembali ke mobilnya dan meninggalkan Arga sendiri di taman. Arga terduduk sambil memperhatikan punggung Ben yang semakin menjauh darinya. Setelah Ben pergi dengan mobil hitam mulusnya, pandangannya teralihkan keatas. Ke arah langit malam yg sangat gelap dan dingin. Entah apa yg ada di pikirannya, namun setetes air mata tanpa sadar mengalir dari sudut matanya begitu saja.

"Shit! Ga jangan cengeng." ia mengusap kasar air matanya dan menundukkan kepala.

***

Hari ini tertulis sebagai hari paling melelahkan di dalam agenda Carissa. Bagaimana tidak, disaat Caca dan Alvin sedang asyik nongkrong di cafe, ia harus berkutat dengan kuliah malamnya. Saat ini jam tepat menunjuk kearah angka 7 di jam Carissa. Jam 7 malam loh, bukan pagi. Posisi duduknya sudah berubah berulang kali. Geser kanan, maju kedepan, grasak- grusuk tidak karuan. Sebenarnya bukan hanya bosan yang menggangunya, tapi keinginan untuk ke kamar mandilah yang mendesaknya. Ya sudah bisa ditebak lah apa yang ingin Carissa lakukan di dalam toilet.

Setelah kelas berakhir dengan langkah cepat ia mengarah ke toilet kampus. Suasana kampus yang cukup sepi membuat Carissa ingin buru-buru keluar. Namun langkahnya terhenti ketika seorang wanita mencegatnya dan mendorongnya masuk.

"Heh! Elo Carissa kan?! Elo kemaren ngapain sih nempelin Arga terus hah?!" labrak Chika langsung mendorong Carissa untuk masuk ke dalam toilet.

"Apaan sih lo?! Gausah dorong-dorong!" teriak Carissa tak kalah nyolot.

Dalam pikirnya ia ingin sekali berteriak meminta tolong. Namun percuma saja bagi Carissa untuk teriak minta tolong. Keadaan sekitar sudah sangat sepi karena sudah malam. Saat ini dia berhadapan dengan Chika. Wajahnya tampak kesal. Begitu juga dengan Chika. Make-up tebalnya semakin memperjelas wajah galaknya. Tingginya hanya berbeda 2 cm dari Carissa padahal dia sudah pakai high heels.

"Denger ya! Arga itu pacar gue! Dari awal gue udah ngincer dia! Jadi jangan genit sama Arga atau gue bakal-"

"Bakal apa lo?! Heh jelas-jelas Arga itu geli sama lo nenek lampir! Jangan kira gue takut sama lo!" bentak Carissa.

"Berani ya lo sama gue!" bentak Chika tak kalah sangar. Chika dengan brutal menjambak rambut Carissa. Bukan Carissa namanya kalau tidak menjambak balik rambut Chika.

Beauty In The RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang