Prolog

106 9 9
                                    

Wush, angin kencang menerpa dedaunan disekitar seperti mengajak mereka berdansa sambil melayang menuju bintang yang menyelimuti malam tanpa awan. Para pasangan yang sedang berbahagia seharusnya menghabiskan malam di taman, tetapi tidak bagiku.

Aku berada tak jauh dari bibir jurang di dalam hutan yang dipenuhi kunang-kunang menatap seorang wanita berumur sekitar tiga puluh tahunan yang tidak kukenal. Suara ombak yang menghantam tebing mendukung latar mencekam yang kualami ini.

Wanita itu menatapku dengan wajah yang ketakutan. "Jangan mendekat!! " teriaknya mendekati bibir jurang.

Mulutku sepertinya mengeluarkan suara tetapi kalah akan amukan ombak yang bahkan aku sendiri tak dapat mendengarnya.

Air mata menetes dari mata wanita itu dibawah sinar bintang serta kunang-kunang bagaikan cahaya berkilauan.

Dengan perlahan ia hapus tetesan itu dengan tangannya yang mungil dan mundur kemudian, berteriak sekuat tenaga "Jangan ganggu aku! Aku tidak mau mati!!"

Srek, bersama dengan air mata wanita terjun kejurang bersama dengan jeritan penderitaan yang amat mendalam.

Aku yang ketakutan menjerit dan berlari berusaha menggapainya, tetapi semua terlambat.

Wanita itu telah terjatuh dan hilang bersama ombak.

***

Halo!!

ini cerita pertamaku yang bergenre seperti ini, aku harap kalian suka :)

jangan lupa vote dan kalo bisa komen.
Kalau banyak vote, ntar ak nya makin semangat ngerjain. Jadi rajin update deh :)

BehindTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang