Part Two

44 7 2
                                    


"Gaby! Kok lo nggak ngasih berkas dari Pak Toto sih?" Jihan yang baru keluar dari lift berseru sambil mendekati meja Gaby.

"Eh, Jihan. Gue tuh udah mangil-manggil lo tau. Lo aja yang buru-buru," jawab Gaby dengan tatapan tertuju ke komputernya.

"Eh? Iya ya? Sorry, Gab," Jihan cekikikan.

Gaby menyerahkan file berkas yang diperlukan Jihan. Ia pun teringat satu hal, "Gimana sama klien lo? Emangnya nggak papa ditinggalin?"

"Malah klien gue yang nganterin,"

"Loh? Kok bisa?"

Jihan melirik jam tangan coklatnya. Jam 10.04. "Gab, nanti aja gue ceritain, gue nggak enak nih, kelamaan. Bye,"

Gaby berseru, "Ji, gue kepoo," tetapi Jihan sudah memasuki lift.

:-:-:-:-:-:

"Hello Gee-hunny! Gimana sama persiapan lo masuk univ? Aman?" tanya laki-laki berseragam acak-acakan itu.

Jihan hanya menoleh malas ke arah pemuda tersebut.

"Gee-hunny? Gimana, Hun?"

Kali ini Jihan sudah geram mendengar panggilan menjijikan itu. "Adlan! Jangan manggil gue kayak gitu! Jijik!"

"Kan panggilan sayang. Masa nggak boleh sih, Hun?"

"Najis amat,"

"Eh, jawab kali pertanyaan gue,"

"Aman lah. Gue udah belajar giat buat masuk universitas yang gue mau. Lagian apa sih mau lo?"

"Aku sih nggak mau apa-apa. Cuma mau kamu," gombal Adlan sambil mengedipkan sebelah matanya.

"NAJIS!" Jihan pergi meninggalkan Adlan dengan perasaan sebalnya. Adlan sangat puas membuat Jihan sebal.

:-:-:-:-:-:

"Sumpah ya, Lan. Lo tuh dulu alay banget tau nggak?" Jihan tertawa ngakak.

Akhirnya, Jihan dan Adlan pergi ke cafe yang lebih dekat dengan kantor Jihan. Sebab, Adlan masih ada janji bertemu. Sepanjang jalan, Jihan dan Adlan kembali mengilas balik masa SMA mereka.  

"Ya, gue akui, gue emang menjijikan banget dulu. Tapi nggak usah lo inget-inget bisa kali, Ji," ucap Adlan sambil memutar bola matanya.

"Nggak bisa lah, Lan! Lo tuh susah banget dilupain," Jihan kembali tertawa.

Satu hal yang Jihan tidak sadar. Perkataannya barusan telah membuat perasaan yang sudah Adlan simpan dalam-dalam, muncul kembali.

:-:-:-:-:-:

Setelah selesai membicarakan urusan kantor bersama Adlan, Jihan kembali ke kantor untuk menyelesaikan beberapa pekerjaan hari ini. Adlan menawarkan untuk mengantarnya ke kantor. Ya, meskipun Adlan masih ada janji bertemu. Adlan beralasan, sudah jarang ketemu.

Sebelum berpisah, Adlan meminta kontak Jihan agar dapat berkomunikasi kembali.

Baru saja Jihan duduk di kursinya, Gaby memanggilnya.

"Jiii! Lo kesini sama siapa?" tanya Gaby kepo.

"Klien," jawab Jihan cuek sambil mulai mengerjakan pekerjaannya.

"Cewek atau cowok?"

"Cowok,"

"Wah, jangan-jangan lo ngegebet klien ya?" goda Gaby.

"Dih, ngapain ngegebet klien. Klien barusan itu temen SMA gue. Jadi sekalian ngobrol,"

"Ooh, temen SMA? Yakin nih temen doang? Atau... mantan?" goda Gaby.

"Temen doang, Gab, ya Allah. Gimana mau punya mantan gue?" bela Jihan gemas.

"Oh iya ya. Lo kan nggak pernah pacaran. Pak Rifki aja ditolak," jawab Gaby polos.

"Ya ya ya, nggak usah keras-keras bisa kan?" ucap Jihan gemas.

"Ups, so sorry, Ji,"

:-:-:-:-:-:

Sahara Alana: Jiihaan

Sahara Alana: Ketemuan yuuk

Jihan Naira: Kapan Sar?

Jihan Naira: Kebetulan ada yang pengen gue ceritain

Sahara Alana: Jumat yuk

Sahara Alana: Gue kosongnya Jumat soalnya

Sahara Alana: Wah apaan tuh?

Jihan Naira: Oke

Jihan Naira: Jam?

Jihan Naira: Ada lah pokoknya, nanti gue ceritain

Sahara Alana: Pulang kantor

Sahara Alana: Cafe biasa ya Ji

Sahara Alana: Siplah kalo gitu

Sahara Alana: Lo udah buat kepo aja tau nggak

Jihan Naira: Sip

Jihan Naira: Hahahahahaha. Sabar ya Sar ;)

Jihan Naira: Jangan ngaret lo Sar!

Sahara Alana: Siap bu bos!

Jihan mengunci ponselnya. Ia menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Hari ini ia mengalami hari yang cukup seru. Bertemu teman SMA-nya. Bukan teman biasa, melainkan teman yang pernah membuat hari-harinya dipenuhi kekesalan, gerutuan, ambisi untuk menang, dan... kebahagiaan.

Talk To My DadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang