Sore hari yang nyaman. Walaupun di luar cafe banyak motor dan mobil yang saling ingin menang sendiri di jalan. Suasana kota metropolitan.
Jihan memasuki cafe tempat pertemuannya dengan Sahara. Cafe itu nyaman. Sahara yang pertama kali mengajaknya ke sana.
"Hai, Sar!" sapa Jihan riang.
"Hai, Ji!" Sahara memeluk Jihan.
Di meja sudah tersedia segelas vanilla latte untuk Sahara dan caramel frappuccino untuk Jihan.
"Tumben nggak ngaret lo, Sar," ucap Jihan setelah duduk di spot favoritnya.
"Iya dong, habisnya gue bosen di kantor,"
Jihan menganggukkan kepalanya. "Eh iya, ada apa, Sar?"
"Nggak ada apa-apa sih. Pengen ketemu aja gue,"
"Kasian. Kesepian ya lo? Makanya cari temen," Jihan cekikikan.
"Enak aja lo. Suasananya udah so sweet begini lo rusak," gerutu Sahara.
"Sorry, Sar."
"Oh iya, katanya lo mau cerita sesuatu? Cerita apa, Ji?"
"Oh, itu. Hari Senin gue ketemu Adlan,"
Sahara yang sedang meminum pesanannya menghentikan tegukannya. "Sumpah? Demi apa? Terus?"
Sahara memperbaiki posisi nyamannya. Siap mendengarkan cerita panjang Jihan.
:-:-:-:-:-:
Setelah Jihan menceritakan semua hal—mulai dari bagian post-it Pak Toto hingga Adlan yang meminta kontaknya—Sahara masih memperhatikan raut muka Jihan.
"Saharaaa. Are you still there?"
"Of course I am, Ji. Gue cuma bingung. Tadi ekspresi lo waktu cerita itu... seneng,"
Jihan terdiam. Apakah ia senang dengan kedatangan Adlan kembali di hidupnya?
Jihan mengendikkan bahunya, "Ah, mungkin gue cuma terlalu excited karena ketemu temen SMA,"
"Hmm. Really?" goda Sahara sambil menaik-turunkan alisnya.
"Iya lah, Sar. Udah lah. You know me well. Gue kan musuhan sama dia, inget?" bela Jihan.
"Oke. Tapi ada satu hal yang harus lo tau. Benci sama cinta itu dinding pemisahnya tipis banget,"
Jihan terdiam sejenak. "Iya, lo udah pernah bilang,"
:-:-:-:-:-:
"Sar, ulangan kimia lo dapet berapa?" tanya Jihan yang sedang membereskan bukunya ke dalam tas.
"8.5. Ya ya ya, lo nggak usah ngejek gue,"
"Siapa yang mau ngejek? Cuma mau memastikan," canda Jihan.
"Duh, lo tuh ya, lama-lama kayak Adlan," goda Sahara.
"Dih, jangan nyamain gue sama Adlan, ew," ucap Jihan jijik.
"Ji, lo tuh jangan terlalu benci deh sama Adlan. Tau nggak, Ji, benci sama cinta itu dinding pemisahnya tipis banget,"
Jihan sempat terdiam. "Ya udah, gue masih di area benci itu,"
"Duh, serah lo deh, Ji,"
:-:-:-:-:-:
Suara ponsel Jihan memecah keheningan antara Sahara dan Jihan.
"Halo, assalamualaikum, ini siapa ya?"
"Waalaikumsalam, Ji. Ini gue, Adlan."
Jihan melihat Sahara yang memberikan tatapan kepo kepadanya. "O-oh Adlan. Ada apa, Lan?"
Jihan meninggalkan Sahara dan menuju tempat sepi.
Sahara tersenyum geli.
"Uhm, gue mau ngasih tau tentang dinner,"
"Dinner? Dinner apa?"
"Dinner kantor, Ji. Bos gue ngundang lo dan Pak Toto buat dinner ngebahas project. Gimana?"
"O-oh kantor, ya udah, entar gue bilang sama Pak Toto. Kapan?"
"Senin depan jam 8 malem di cafe ChocolateBars ya,"
"Oke, nanti gue bilang ke Pak Toto, thanks ya,"
"Iya, sama-sama,"
Adlan belum juga menutup teleponnya. Begitupun Jihan.
"Uhm, Lan? Ada lagi yang mau diomongin?"
"Enggak-enggak. Assalamualaikum, Ji,"
"Waalaikumsalam,"
Jihan kembali ke tempat duduknya. Oke, saatnya interogasi, batin Jihan.
"Siapa, Ji? Adlan ya?" tanya Sahara kepo.
"Iya, seperti yang lo dengar," jawab Jihan cuek.
"Ngapain dia nelpon lo?"
"Ngasih tau dinner kantor,"
"Itu doang?"
"Iya, Sar, ya Allah,"
"Nggak ngajakin dinner berdua?" tanya Sahara jahil.
"Enggak, sar, ya Allah. Udah kayak apaan gue diinterogasi nih," Jihan memutar bola matanya.
"Oke, interogasi selesai," ucap Sahara.
Sahara tersenyum geli. Lagi. Oke, Ji, lo mungkin belom ngaku sekarang, batin Sahara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Talk To My Dad
Romance"Jadi, lo suka sama gue?" "Yap." "Mau pacaran sama gue?" "Iya dong." "Main-main atau serius?" "Ya serius lah." "Oke. Talk to my dad."