Jam dua belas siang aku masih duduk manis di depan komputer kantor. Ya Allah, mau nangis rasanya kalau kerjaan udah numpuk kayak begini. Press release aja belum kelar, ini Madam British udah nambahin kerjaan buat bikin pidato untuk client dan harus sudah ada di mejanya besok pagi. Madam British sayang banget ke aku. Nggak rela lihat aku leha-leha di kantor walaupun hanya lima menit.
Jangan tanyakan juga nasib makan siang naik Ducati. Kandas. Jam sebelas tadi, aku mengirim pesan ke Aji jika aku tidak bisa memenuhi ajakan makan siangnya karena kerjaanku yang menumpuk, membuat aku harus makan siang di kantin kantor, karena tidak bisa pergi jauh-jauh.
Aji belum membalas pesanku juga. Sibuk mungkin. Atau... dia bahkan nggak ingat mengajak aku makan siang? Sudahlah.
Aku meregangkan ototku, memutar leherku yang rasanya kaku. Iseng aku membuka laman twitterku melalui komputer dan menuliskan beberapa kicauan.
@ArawindaKani heran, petinggi itu sekolah jauh2 bikin pidato aja msh gw yg bikin
@ArawindaKani eh, klo mreka bsa bikin gw jd ga ada kerjaan juga. Pye tho kwe, Wi, Awi.
@ArawindaKani ya, klo ga mreka bkin sendiri gw yg ngoreksi. Lbh ringan kerjaan gw.
@ArawindaKani yg tersayang @FalaNabila gw gagal mkan siang naik ducati. Salahkan pidato & press release.
"Makan yuk, Wi!" Mayang, tetangga kubikel sebelah mengajakku makan siang. Dia menenteng mukena dalam tas kecil dan pouch berisi alat make up. Tidak hanya Mayang, teman satu lantaiku sudah turun ke bawah. Entah untuk sholat dulu--seperti Mayang--baru makan di kantin, foodcourt, atau warteg di belakang tower.
"Duluan deh, May. Dikit lagi beres, kok!"
Mayang berdecak-decak. "Sayang banget Ibu Bos sama lo. Kalo bulan depan lo nggak dipromosiin naik jabatan, gue bakal demo buat lo deh!"
Aku tertawa dan Mayang meninggalkanku bersama Ms. Word dengan kursor yang mengedip-mgedip. Baru saja aku akan mengecek balasan pesan Aji. Ponselku sudah berkedip-kedip memunculkan namanya.
"Assalamualaikum." Sapaan awal khas Aji membuat perutku seperti digelitiki.
"Waalaikumsalam."
"Kamu masih di kantor, Arawinda?"
"Ya, dan maaf aku nggak bisa memenuhi janji makan siang sama kamu. Sudah baca pesanku, kan? Aku makan di kantin kantor saja." Iya, aku sedang ngidam Nasi Goreng Magelangan yang hanya dijual di kantin kantor, bukan di foodcourt. Letaknya di lantai paling dasar. Satu lantai dengan parkiran.
"Aku di kantor kamu."
"Hah? You say what? At my office?" Aku membelalak tidak percaya. Segera aku menyimpan pekerjaanku, lalu beranjak dari kubikel menuju lift. "Kan, aku sudah bilang--"
"Ya, aku tahu. Kita makan siang di kantormu saja."
"Oke, oke. Ke kantin di lantai paling dasar dekat parkiran." Aku menggersah saat lift tidak bergerak cepat. Aku mengetuk-ngetukkan heels sampai semenit kemudian pintu lift terbuka dan membawaku pada lantai paling dasar.
Aku mengenali Aji duduk di salah satu meja Kantin yang tidak begitu ramai--ah, ya iyalah, tanggalnya sudah muda. Kebanyakan melipir ke FX sambil ngopi cantik.
Aji terlihat merapikan lengan kemejanya yang semula digulung. "Hai," dia tersenyum menanggapi. Rambutnya nampak sedikit basah, bagian lengan kemejanya juga, dan wajahnya terlihat lebih segar. "Nggak lama, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
TINDEROLOGY
ChickLit(SUDAH TERBIT, BISA DI BELI DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA) Tinder, satu dari sekian banyak dating aplikasi yang mempertemukan banyak orang. Dan, Arawinda Kani (Awi), seorang Public Relation Officer yang bisa dibilang sophisticated, punya beber...