"Pak Aji?"
Kami menghentikan tawa ketika seorang pria muncul dan menyembulkan kepalanya di pintu. Aku mengeryitkan alis dan Aji berdecak. Pria itu dengan wajah usilnya masuk ruangan Aji tanpa meminta ijin si empunya ruangan. Lalu duduk di kursi kosong yang tersedia.
"Arawinda Kani. Betula kan?" Tebaknya. Aku melirik Aji dan menganggukkan kepalaku. Pria itu tersenyum lebar. "Kenalin gue Pras." Aku menerima uluran tangannya. "Bisa dibilang Mak Comblang kalian ini."
"Hah?" Aku mendengar Aji kembali berdecak. Pras melepaskan jabatan tangan kami. Wajahnya masih terlihat usil. "Maksudnya?"
"Kenal Pak Aji di Tinder kan?"
Aku mengangguk kaku. Astaga, ini muka mau diumpetin di mana coba?
"Pras, kembali kerja!" Perintah Aji yang dianggap angin lalu oleh Pras.
"HP Pak Aji rusak waktu itu," Pras mulai bercerita dan aku mulai menyimak. Sepertinya menarik. "Gue disuruh tuh sama Bos gue satu ini buat benerin HP dia."
"Pras mau kerjaan ditambah?"
Aku tersenyum kecil saat Pras seolah tidak peduli dengan ancaman Aji. "Pak Aji itu orangnya nggak fleksibel. Kaku. Kami teman-teman satu kantor mengira itu karena Pak Aji belum punya pendamping. Ya, minimal pacar lah."
"Sudah habis gue sama teman-teman nyodorin cewek ke dia. Eh, pas HP dia rusak. Terus ada teman kantor nyeletuk buat daftarin Pak Aji di Tinder. Langsung kita daftarin dan nyariin yang cocok. Ternyata laku juga Bos kita ini. Hahahaha."
Aku ikut tertawa, Aji sudah tidak enak wajahnya. "Baru deh, aku sodorin Pak Aji buat milih-milih. Eh, dia milih kamu. Karena gue dah bawel banget mungkin ya. Gue suruh chat aja ogah-ogahan. Akhirnya gue deh, yang chat lo dan ngajakin ketemuan. Katanya ..." Pras melirik Aji. "Saya nggak pandai Pras. Hah, Bos kita ini emang payah. Ngerayu client aja jago, ngerayu cewek payah."
"Bener!" Aku sontak menyetujui ucapan Pras.
"Pras kembali ke meja kamu! Lembur!" Aku menahan tawa saat Aji menyuruh Pras kembali, wajahnya sok-sok digalakin tapi datar-datar aja.
Pras segera bangkit dan memberikan hormat seperti seorang prajurit. "Siap Bos! Selamat pacaran!" Pras lalu melunakkan nada bicaranya. "Jangan lembur dong, Bos! Saya juga butuh pacaran, bukan Bos doang!"
"Pras!" Aku akhirnya terbahak saat mendengar Aji menggeram dan Pras buru-buru kabur dari ruangan Aji.
"Ya ampun, galak amat Bos?" Godaku usil.
"Arawinda,"
"Ih, nggak asik!"
"Kamu balik ke kantor kapan?"
"Ngusir nih?"
"Kerjaanku lagi banyak."
"Ya elah, jujur amat jadi orang." Aku mencebik kesal dan membereskan kotak makan kami dan memasukkannya ke dalam tas karton.
"Tinggal aja kotak makannya, biar dicuci OB. Nanti aku bawa pas jemput kamu."
"Awas sampe ilang!" Kataku.
Aji menjawab dengan gumaman sembari menyalakan laptopnya yang semula dalam posisi stand by. Aku menghela napas lalu merangkulkan tanganku pada lengannya. Woo, keras juga. "Pacarnya belum pulang udah mau dicuekin?"
"Mau aku pesenin di bawah taksinya, apa pakai uber?"
Aku mendengus lalu mengambil ponselku yang ada di dalam tas dan memesan uber. "Nih, aku udah pesan!"
"Yuk, aku anterin ke bawah!" Aji beranjak dari duduknya lalu mengukurkan tangannya, dan dengan senang hati menerima uluran tangan tersebut.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
TINDEROLOGY
ChickLit(SUDAH TERBIT, BISA DI BELI DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA) Tinder, satu dari sekian banyak dating aplikasi yang mempertemukan banyak orang. Dan, Arawinda Kani (Awi), seorang Public Relation Officer yang bisa dibilang sophisticated, punya beber...