4

6 8 3
                                    

Pukul 18.55

Aku memandang pantulan diriku. Sudah cukup kurasa untuk acara hangout berdua dengan Sean.

Tiin! tin! tin!!

Suara klakson mobil terdengar cukup keras sampai ke kamarku.
Dengan sigap langsung kuraih dompet dan ponselku.

Aku menuruni satu per satu anak tangga untuk dapat sampai ke bawah.

Sebelum aku membuka pintu depan aku merapihkan baju yang aku kenakan. Tidak lupa juga aku merapihkan rambutku dan juga polesan makeup tipisku.

Kubuka pintu rumahku. Dan ternyata Sean sudah berdiri tepat didepanku.

"Ayo kita berangkat!" Ajakku. Tapi kenapa Sean hanya diam dan tidak menjawab perkataanku.

"Hey! Kenapq diam? Ayo kita ber-"

"Kau sangat cantik malam ini, An" ia memotong kata kataku.

Jantungku berdegub 2 kali lebih cepat sekarang. Setelah mendengar pujian dari Sean, aku tak bisa mengeluarkan satu katapun dari mulutku. Dan yaa, baru kali ini aku merasa canggung setelah Sean memujiku.

"An! Ayo.. Sampai kapan kau akan diam disitu?" Sean membuyarkan lamunanku.

Sean langsung meraih tanganku dan menariknya lembut menuju mobilnya.

Selama didalam mobil aku hanya diam. Aku jadi memikirkan tujuanku pergi dengan Sean. Yaa, menceritakan soal Blue jarang menghubungiku.

"An, kenapa kau melamun? Apa ada yang kau pikirkan? Ceritalah!" Sean berbicara dengan sesekali menoleh kearahku.

"Aku akan bercerita saat kita sudah sampai di tempat yang kau tuju Se" aku melihat Sean menganggukkan kepalanya.

Dan 20 menit kemudian aku sudah sampai ditempat yang entah apa namanya.

"Ayo kita turun" ajak Sean.

"Ini tempat apa Se?" Aku mendengar Sean tertawa kecil.

"Apa yang lucu? Aku hanya bertanya, apa itu salah?" Sean menggelengkan kepalanya lalu tersenyum ke arahku. Ya Tuhan, kenapa ia sangat tampan dan aku baru menyadari setelah lama bersahabat dengannya.

"Sudah An! Jangan memandangiku terus. Aku tau aku tampan, tapi lebih baik kita turun terlebih dahulu, oke?" Perkataan Sean menyadarkanku.
Sebelum aku turun, aku meninju lengannya. Aku kesal padanya karena ia begitu menyebalkan. Tapi ku akui apa yang ia katakan tadi memang benar.

Sean menggandengku menuju kegelapan. Tempat ini sangat gelap. Aku rasa tempat ini adalah taman, tapi kenapa sangat gelap dan sepi.

"Tempat ini semakin gelap Se. Aku takut" aku mencengkeram kuat tangan Sean.

"Tak apa An. Aku akan selalu disampingmu. Dan sebentar lagi kita akan sampai di tempat yang terang" ucap Sean ringan.

Aku berjalan ditengah kegelapan dengan terus menggenggam kuat tangan Sean. Sampai akhirnya aku melihat sesuatu yang terang. Tapi kenapa letaknya di atas? Ahh, siapa peduli.

Dan ternyata pertanyaanku terjawab.

Ini adalah rumah pohon. Sangat indah. Tapi kenapa letaknya sangat jauh dari keramaian. Bahkan taman ini seperti tak pernah dikunjungi seseorang.

"Kita sudah sampai An. Dan kau bisa naik keatas sekarang"

Sean melepaskan genggamanku dan membiarkanku naik terlebih dahulu.

Aku sampai diatas. Lalu aku melihat ada sebuah jendela terbuka. Kuputuskan untuk melihat keluar jendela.

Astaga, ini sangat indah. Danau terhampar luas di hadapanku. Danau ini sangat tenang sampai aku bisa melihat pantulan sinar bintang di permukaannya.

"Kau suka?" Ternyata Sean sudah duduk tepat disampingku.

"Sangat suka" jawabku dengan tatapanku masih lurus kedepan.

"Jadi cepat ceritakan" ya Tuhan, aku hampir lupa.

"Jadi begini Se, Blue sudah jarang menghubungiku. Bahkan kita sudah tidak pernah bertemu. Aku khawatir padanya Se"

Sean diam beberapa saat.

"Apakah kau sudah mencoba bercerita pada Daisy?"

"Sebenarnya aku sempat berpikir untuk bercerita padanya. Tapi kuurungkan niatku karena kau tau sendiri lah. Ia akan memperbesar masalah karena ia pikir kakaknya telah menyakitiku"

Sean hanya mengangguk dan tidak berkomentar apapun.

"Sekarang aku harus bagaimana Se?"

Sean diam lagi untuk beberapa saat.

"Coba kau hubungi dia dan tanyakan padanya secara baik baik" kurasa Sean benar. Akan kucoba itu nanti.

"Baiklah, akan kucoba"

Aku menghabiskan sisanya untuk mengenang masa laluku bersama Sean, bercerita, dan bergurau.

Aku berada dirumah pohon ini sampai pukul setengah 12 malam.

"Mari kita pulang. Pasti Abe dan Gus sangat mengkhawatirkanmu sekarang" aku mengangguk kecil.

~~~

"Sampai jumpa Se, terimakasih untuk malam ini" Sean hanya tersenyum lalu mengendarai mobilnya menjauh dari rumahku.

Sean POV

Aku membanting badanku dikasur empukku ini.

Hatiku sakit saat mengingat Anggie bercerita tentang Blue padaku. Kau tau kenapa? Yaa, karena aku mencintai Anggie.

Saat mendengar cerita Anggie tadi, aku senang dan juga sedih.

Aku merasa senang karena hubungan Anggie dan Blue telah merenggang. Tapi disisi lain aku sedih karena aku takut Anggie akan disakiti oleh Blue.

Aku berjanji jika Blue menyakiti Anggie aku tak segan segan untuk merebut Anggie darinya. Aku tak mau Anggie tersakiti. Aku mencintainya. Sangat mencintainya. Aku akan terus membuatnya tersenyum.

Tapi, sejahat inikah aku kepada Anggie. Ia mencintai Blue, bukan mencintaiku. Jadi apa boleh buat, aku akan menolongnya. Membuat semuanya menjadi lebih baik meskipun aku akan sakit nantinya. Lebih baik aku urungkan niatku.

Aku akan berjanji pada diriku sendiri, bahwa aku akan selalu ada untuk Anggie.

'Kurasa cinta tak harus memiliki kan. Dan aku akan senang jika kau senang An' batinku. Aku tersenyum.

Kupejamkan mataku. Mungkin aku akan semakin mudah tidur setelah mencoba melepas beban di kepalaku ini.

"Aku harap suatu saat nanti kau bisa mencintaiku seperti kau mencintai Blue An" gumamku.

Dan sekarang aku sudah berhasil menyebrang ke alam mimpiku.


Don't forget to vote and comment guys -eas :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 06, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

FALSOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang