"Ahh lelahnya.. Apalagi yang belum kulakukan ya? Sepertinya saat ini perutku terasa lapar." Ucapku saat aku selesai dengan apartemenku yang sangat berantakan. Rasa lapar yang menyerangku terasa menarikku ke arah kulkas. Kulihat semua bagian kulkasku, begitu kosong seperti lahan tak bertuan. "Yaampun, kapan terakhir aku belanja? Libur yang panjang ini membuatku eneg. Sebaiknya aku segera pergi ke minimarket seberang jalan."
Akupun bersiap pergi. Sesampainya aku mengambil keperluanku dan kubayar langsung. Semua keperluanku pun sudah kubeli, pikirku aku harus segera kembali ke apartemen. Tak lama aku melihat laki-laki dengan rambutnya yang panjang sampai leher dan mengenakan jaket berwarna coklat, ya, dia temanku Miko Shion. "Hei kau disana! Berhenti!" Teriaknya dari sebrang jalan. "Apa yang kau mau ehh?" Tanyaku kepadanya sambil menghampirinya. "Wahh sepertinya kamu beli banyak sekali persediaan, boleh dong kalau aku minta?" Godanya sambil merangkulku. "Yaampun.. Apa kamu tak tega melihatku kurus kering begini? Aku butuh nutrisi dan tumbuh tinggi seperti dirimu ini!" Pukulku pelan. "Kenapa kamu jadi sekasar ini? Siapa yang ajari kamu hah?!" Dia menggodaiku sambil menarik telingaku. "Aduhh sakiiiiitttt!! Apa sih yang kamu mau? Sampai-sampai kamu datang jauh kemari?" Jeritku. "Hehehe.. Inikan liburan, bolehkah kalau aku menginap di rumahmu? Ibuku bilang dia khawatir karna selama liburan ini kau tak menengoknya." Ucapnya. "Yahh kau pasti tau, tugas sekolah membunuhku kau tahu?" Ucapku sambil berjalan menuju apartemen. "Hei! Jadi boleh apa tidak?" Tanyanya menghampiriku. "Tentu saja!" Ucapku sambil menarik tangannya. Aku dan Miko adalah teman dekat sejah 1 tahun ini. Dia dan Ibunya sudah kuanggap seperti keluargaku sendiri.
- - -
"Baiklah, aku akan siapkan tempat tidurmu dibawah tempat tidurku okay?" Ujarku sambil menyiapkan tempat tidur untuk Miko. "Okay baiklah.." Katanya sambil membereskan belanjaanku. Aku tinggal sendirian di apartemenku ini, Ibuku tinggal di Hokaido karena ada suatu pekerjaan, dan Ayahku bekerja sebagai Kepala Pilot disebuah perusahaan penerbangan. Selama aku sekolah di Seoul, hanya Miko dan Ibunya sajalah yang menemaniku tinggal disini. Ibu Miko kenal baik dengan ibuku, tetapi kami belum pernah bertemu sebelumnya.
Hari sudah menunjukkan pukul 9 malam, kupikir sebaiknya aku bersiap untuk tidur. "Apakah kamu sudah ingin tidur?" Tanya Miko. "Yah begitulah, aku mau ke kamar mandi dulu" jawabku sambil berjalan menuju kamar mandi. Akupun menyikat gigiku dan mencuci mukaku. Saat kulihat ke arah kaca, ada seseorang dibelakangku, aku memalingkan wajahku ke belakang namun orang itu tidak ada. Kulihat lagi ke arah kaca, orang itu muncul lagi. Seorang laki-laki dengan rambut hitam, menatapku dengan wajah yang begitu pucat. "Ahhh!!" Jeritku. "Tenanglah Sakura! Ini aku Suzuki." Kata orang itu sambil memegang pundakku. "S-Su-Suzuki?! Aku tak tahu kamu siapa!" Kataku sambil melihat ke arah mukanya. Seketika aku teringat dengan kenangan masa laluku, saat aku bermain dengannya, saat aku menangis dan dia menghiburku, dan aku ingat senyumannya yang begitu lebar. Seketika aku ingat kembali wajah ini. Ya, Suzuki, dia saudaraku yang sudah meninggal 1 tahun yang lalu. "Suzuki.. Suzuki!!" Teriakku sambil memeluknya. Yang tadinya wajahnya begitu pucat, kini wajahnya bersinar terang, tentram sekali. "Sakura, akhirnya kamu ingat juga denganku. Aku rindu sekali padamu, maafkan aku Sakura." Ucapnya sambil membalas pelukanku.
"Ada apa kau datang kemari Suzuki? Bukannya seharusnya kamu tenang disana?" Tanyaku. "Sebenarnya masih ada sesuatu yang belum aku selesaikan di tempat ini. Aku mau kamu membantuku." Begitulah ucapnya. Tapi aku tidak mengerti apa yang dia maksud. "M-maksudmu itu apa?" Ucapku kebingungan. Dia menarik nafasnya dalam-dalam dan mengeluarkannya. "Aku tahu ini tidak begitu masuk akal. Tapi aku harap aku bisa memberitahukan apa yang harus kamu lakukan. Aku harap juga kamu mau membantuku, Sakura." Katanya lalu Suzukipun menghilang. "Tunggu Suzuki! Kamu mau kemana?!!" Teriakku. Tak sadar bahwa Miko mendengarku teriak, ia langsung membuka pintu kamar mandi dan menghampiriku. "Hei Sakura! Ada apa? Kenapa kamu berteriak?" Tanyanya sambil mengguncang-guncangkan tubuhku. Tapi aku tak bisa berkata apapun saat Miko bertanya apa yang terjadi pada diriku. Akhirnya Miko membawaku keluar kamar mandi dan menaruhku di tempat tidur, akupun akhirnya tertidur.
Aku terbangun di sebuah tempat, seperti ruang kelas, sore hari, hawanya begitu hangat. Aku melihat sekitar, sepertinya aku tahu tempat ini. Begitu kulihat, aku mengenakan seragam sekolah laki-laki, rambutku pendek dan badanku cukup tinggi. Kutengok sebelahku ada sebuah cermin besar, ternyata aku adalah Suzuki. Tiba-tiba ada perempuan datang menghampiriku, berlari dan memelukku. "Suzuki! Kau kembali." Ucapnya sambil menangis. "Ka-kamu siapa? Kenapa ada disini?" Tanyaku heran. "Kamu lupa denganku ya? Ini aku, aku, aku! Pergi dan datanglah kemari!" Teriak perempuan itu. Perlahan-lahan suara perempuan itu menghilang dan akupun sudah berpindah tempat. Aku kembali seperti semula. Didepanku ada Suzuki, dia memegang sebuah cahaya, sangat terang. Dia menghampiriku, membisikkan bahwa aku harus pulang. Dia menghujaniku dengan cahaya itu, sangat indah. Dan saat itu pula aku terbangun.
"Hei, sudah bangun?" Tanya Miko yang sedang duduk di sebelahku sambil memegang baskom berisikan air. "Ahh.. Kenapa ada kain di jidatku?" Tanyaku sambil memegangnya. "Semalam kamu demam, dan kamu terlihat begitu khawatir, ada apa? Sepertinya kamu mimpi buruk." Katanya sambil mengambilkan aku segelas air. "Well, aku tak ingat apakah aku pernah bercerita tentang kakakku, atau aku punya saudara padamu." Ucapku sambil bangun dari tempat tidurku. "Hmm.. Sepertinya kamu pernah menceritakannya. Wahh.. Kamu tambah tinggi Sakura!" Begitulah katanya saat melihatku berdiri. "Betulkah? Apa iya?" Tanyaku terheran-heran. "Ahh tapi ini tidak begitu penting, maksudku, aku ingin menceritakan apa yang terjadi dalam mimpiku." "Baiklah, ceritakan saja seingatmu, aku akan mendengarkannya." Akupun menceritakan semuanya tentang mimpiku pada Miko. Dan dia menjelaskan mungkin sebaiknya aku memang harus pulang dan bertanya kepada ibuku. Hari itu juga, kami bersiap-siap dan pergi kerumah Miko untuk berpamitan dengan ibunya. Kami akan pergi ke Hokaido, tempat ku lahir dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Weeks
FantasíaAku akan lakukan apapun yang kau tinggalkan selama masih ada di "tempat" ini