"Para murid diharapkan memasuki aula sekolah." Pengumuman dari pengeras suara sudah terdengar dengan keras, menandakan acara perpisahan akan dimulai.
Semua murid yang mendengar pengumuman itu segera beranjak dari tempat mereka menuju aula sekolah. Beramai-ramai mereka berjalan dan berlari menuju tempat dimana sebuah acara akan berlangsung.
Terlihat sekelompok sahabat sedang berjalan dengan santai, mereka terlihat begitu ceria tanpa ada raut sedih akan berpisah. Mungkin mereka tahu perpisahan sekolah tidak akan memisahkan mereka atau mungkin juga mereka sudah tahu kalau setelah berpisah mereka akan bertemu lagi di kampus, atau tempat kerja.
Setelah semua murid berada dalam aula, pintu aula ditutup dan lampu-lampu panggung dinyalakan. Para murid berbisik-bisik sampai lampu panggung utama tiba-tiba menyala dan membuat mereka diam, fokus pada satu tujuan, panggung.
Suara langkah kaki terdengar jelas karena lantai panggung terbuat dari kayu dan hal lainnya karena semua murid diam sehingga tidak ada suara yang menyaingi langkah sepatu tersebut. Seorang laki-laki berumur menampakkan dirinya, laki-laki itu terlihat sangat berwibawa karena wajahnya yang tenang dan setelan jas serta baju formal yang lengkap membuat suasana aula menjadi tenang.
Laki-laki berumur yang diketahui adalah kepala sekolah itu berdiri di podium sambil bersiap memberitahukan sesuatu. Kemudian kepala sekolah menyampaikan ucapan pembuka dan hal lainnya.
Setelah kepala sekolah selesai menyampaikan beberapa ucapan dan turun dari panggung utama, naiklah beberapa anak untuk memulai acara perpisahan. Mereka adalah kelompok paduan suara yang menyanyikan lagu-lagu sekolah, sekitar tiga lagu sekolah sudah dinyanyikan oleh mereka.
Acara berikutnya adalah penampilan siswa-siswi sekolah itu yang tentunya kebanyakan anak kelas 10 dan anak kelas 11. Anak kelas 12 sangat sedikit yang menampilkan pertunjukkan karena mereka memang tidak diwajibkan dan alasan lainnya karena mereka ingin santai dan menikmati pertunjukkan di hari itu.
Kemudian acara kenangan yang membuat suasana ruangan begitu haru, acara itu menampilkan foto-foto dan video tentang kenangan siswa kelas dua belas. Mulai dari awal mereka masuk sampai semuanya akan berpisah.
Beberapa siswa terlihat sedih, ada yang menitikkan air mata dan adapula yang sudah banjir air mata. Sepertinya mereka sadar kalau hari itu membuat perbedaan yang besar nantinya, hari dimana mereka tidak akan pernah sama lagi. Hari perpisahan, hari dimana esok akan berubah menjadi tidak pernah sama lagi dengan hari sebelumnya.
Sementara yang lain sedang sibuk bersedih, sekelompok anak-anak tengah berbisik-bisik tepat di barisan paling belakang.
"Kalian semua sudah siapkan?" tanya seorang pria yang duduk di tengah.
"Siap itu sudah pasti, yang jadi masalah dapat izin atau enggak." Pria disebelahnya menimpali.
"Iya, itu benar. Lagipula aku selalu dimarahi kalau jalan kemana-mana, dan itu baru jalan-jalan di daerah sini. Nah, apalagi ini jalan-jalan ke luar pulau." Perempuan paling kanan terlihat agak kesal.
"Tenanglah, kita semua pasti diizinkan, aku akan mencari cara agar kita semua bisa pergi dengan tenang." Pria ketiga menenangkan mereka sambil tersenyum.
"Baiklah, kita akan melanjutkan pembicaraan ini besok, kita akan berkumpul di tempat biasa, oke?" Pria di tengah nampak memimpin semuanya.
"Siaaapp, Adiit." Cewe kedua memberi tanda setuju kepada Adit, pria yang tadi duduk di tengah mereka dan terlihat seperti pemimpin kelompok.
Dan mereka kemudian kembali fokus kepada panggung yang masih memutar slide show dengan latar musik sedih dan membuat semua orang disana bersedih. Kelompok ini tetap menonton slide show walau tidak terlihat bersedih karena sebenarnya dalam hati, mereka terlalu fokus akan rencana yang mereka buat.
YOU ARE READING
SANROBONE
Short StoryCari tahu hal misterius pada kelima orang sahabat di Tongkonan Sanrobone.