Passion part 3
"Bersembunyilah, apapun yang terjadi, jangan pernah keluar dari sini sampai aku datang dan menjemputmu, aku tidak ingin ada yang melihatmu"
"wea? Apa yang akan kau lakukan?"
"mencarikan pakaian yang layak dan menunjukkan kepada dunia bahwa kita tidak melakukan kencan semalam"
Melongo, jiyeon menatap myungsoo "Ba..bagaimana caranya" tanya jiyeon lirih dengan terbata
"dengan membuktikan bahwa kita memiliki hubungan istimewa" dengan kilat kemenangan muncul di mata myungsoo, dia membuka pintu dan berbalik menatap jiyeon
"Aku akan mengumumkan pertunangan kita"***********************
Myungsoo memberikan sejumlah instruksi kepada Kepala Bidang Komunikasinya lewat telpon kemudian memberikan kabar ke pengacara-pengacaranya. Mengingat ucapan mengerikan Sunggyu, dia merasa perutnya seperti melilit "lebih suci dari yang tersuci"
Seharusnya dia sudah tahu mereka akan melakukan sesuatu untuk mencegah perjanjian yang menguntungkannya itu dimenangkan olehnya, dia mengakui jika dirinya terlalu sombong, membiarkan dirinya bersantai dan berpikir semuanya sudah dalam genggamannya.
Keringatnya membasahi keningnya, dia menyadari tangannya gemetar, dia berusaha mengendalikan napasnya, Myungsoo menyeret emosinya kebelakang dan menguburnya dalam-dalam.
Emosi tidak memiliki tempat dalam bernegoisasi, dia tahu akan hal itu. Dan dia sangat menyadari jika ini adalah negosiasi paling berbahaya dan sulit yang pernah dia lakukan.
"aku akan melakukan semua cara"
"kau menginginkan wanita baik-baik, aku memberikanmu wanita baik-baik sekarang" ucapnya kepada sunggyu dari ponselnya dengan nada tegas
Saat seorang pengawalnya mengatakan bahwa semua yang dia inginkan sudah diantar ke kamarnya, dia mulai beranjak menemu jiyeon dan menghentikan percakapannya saat dia sudah berada didepan pintu kamar Penthouse, myungsoo membuka pintu kamar itu, dia dapat melihat wanita itu terduduk ditempat tidurnya dengan pandangan kosong
Kenapa dia bisa mencium wanita itu? Dia menyadari jika gairahnya yang membawanya kedalam situasi yang sulit ini, jika waktu itu dia hanya melihat wanita itu sekilas dan meninggalkannya tertidur dikamarnya si fotografer itu tidak akan bisa memotretnya.
tapi kenyataannya..
Dia menghela napasnya dalam, dia kembali sadar, dan wanita itu kini menatapnya dengan tatapan tajam disertai kobaran merah seperti api, dia benar-benar marah pikir myungsoo.
"Permisi tuan Kim, kalau-kalau kau lupa, masalah ini berpengaruh kepadaku. Apakah kau ada niat untuk mendiskusikan masalah ini bersamaku atau kau akan terus melakukan apa yang kau ingin lakukan?"
"Aku tidak pernah mendiskusikan apapun dalam hidupku" ucapnya memberikan senyum kepada disainer yang baru saja selesai mengerjakan tugasnya, tak menghiraukan jiyeon yang terlihat sungguh kesal dan emosi.
Myungsoo menatap gaun elegan yang kini menempel ditubuh jiyeon dengan puas, gaun yang sempurna, wanita itu tampak seperti wanita baik-baik yang seksi sama seperti apa yang dipikirkannya.
"Aku sedang sibuk mengurus masalah kita, asal kau tahu"
"Tidak tuan Kim, kau sibuk mengurus masalahmu dan aku hanya sial kebetulan lewat dan masuk kedalam ceritamu. Tak sekalipun kau bertanya apa yang ingin aku lakukan dengan kejadian yang membuatku gila ini yang adalah karena kesalahanmu dan menejer hotelmu yang bodoh dan brengsek itu yang tidak bisa menjaga tangannya berada ditempatnya" ucap jiyeon emosi melewati myungsoo dan menjejalkan seragamnya kedalam sebuah kantong hitam, sementara Myungsoo menarik tangannya kasar agar wanita itu berbalik kearahnya
"Apa maksudmu dengan dia tak bisa menjaga tangannya? Apa dia menyentuhmu?" heran dengan tatapan amarah yang tiba-tiba muncul dari mata hitam pria itu, jiyeon terdiam
"Apa kau melaporkannya atas pelecehan seksual?" ucap pria itu pelan kemudian melepas tanganya jiyeon
"tidak, aku mematahkan jarinya!!"
"Hah? Kau mematahkan jarinya?"
"Kakekku mengajarkan aku bela diri" jawab wanita itu singkat
Dengan perhatian teralihkan akibat pengakuan tak terduga itu, myungsoo menatap wanita itu dengan kacamata berbeda "Aku akan mengingatnya"
"sebaiknya begitu. Tapi, kuulangi lagi, kau tidak sedang berusaha menyelesaikan masalah kita, tuan kim, kau menyelesaikan masalahmu sendiri"
"Panggil aku Myungsoo, aku rasa kita sudah pindah ketahap saling panggil dengan akrab mulai sekarang. Dan jika bukan karenamu juga, kita tidak akan punya masalah"
"jika si brengsek Woohyun tidak memanfaatkanku, dia akan memanfaatkan wanita lain dan sejujurnya aku berpikir kenapa dia tidak melakukan itu saja, karena itu artinya aku tidak akan pernah masuk kedalam masalah ini" jiyeon mondar-mandir berusaha membuat dirinya tenang
Memperhatikan jiyeon yang mondar-mandir didepannya, dengan bibir mungilnya yang merah serta rambutnya yang tergerai dipunggungnya, myungsoo melawan desakan untuk menyerangnya dipermukaan keras dimanapun dan melakukan sebuah hubungan yang dilandasi dengan napsu dan diakhiri dengan kenikmatan.
Dia tidak tahu apa peran wanita itu sebenarnya dalam masalah yang akhirnya membuat dirinya putus asa ini, tapi dia hanya tahu jika jiyeon adalah wanita yang bisa mengeluarkan dirinya dari bencana yang akan dia alami.
"kau tampak sempurna dengan gaun putih itu" ucap myungsoo mencoba mencairkan suasana
Jiyeon terdiam, dia tidak ingin menjawab ucapan pria itu, jantungnya berdegup dengan kencang dan dia melangkah kembali kearah jendela dan myungsoo mengerutkan keningnya
"Jangan berdiri didekat jendela!!" perintah tegas itu membuatnya mendapatkan tatapan menantang dari jiyeon
"Kenapa? Kita berada diketinggian yang tidak bisa dilihat orang"
"apakah kau tidak pernah mendengar jika saat ini adalah jaman super canggih nona?" memperhatikan wajah wanita itu memucat, dia membiarkan pertanyaannya menggantung.
"Foto berikutnya yang akan mereka ambil adalah ketika aku sudah siap untuk difoto, bukan seperti kejadian tadi pagi"
"AKU TAK MAU DIFOTO LAGI!!" teriak jiyeon frustasi, kesabaraannya sudah habis sekarang "Dengarkan aku tuan Kim Myungsoo yang terhormat, seluruh rencana pertunangan ini konyol sekali. Tidak bisakah kau hanya mencegah foto itu untuk dipublikasikan?"
"Tidak!!" myungsoo sungguh jengkel saat mendengar wanita itu meneriakinya, namun raut wajahnya seketika berubah saat melihat mata wanita itu mulai berkaca-kaca "tapi aku bisa mencegahnya untuk tidak terlihat seperti kencan semalam yang tak pantas, kita akan membuat orang-orang percaya bahwa kita sedang menjalin hubungan serius satu sama lain" ucapnya melihat jiyeon yang saat ini masih terdiam, dia benar-benar terlihat sangat cantik dengan gaun putih pendek yang sesuai dengan bentuk tubuhnya yang slim memperlihatkan kaki putih jenjangnya membuat myungsoo tersenyum penuh kemenangan, dia yakin jika rencananya pasti akan berhasil dengan baik
"Kau tahu, itu adalah rencana bodoh yang pernah aku dengar selama umur hidupku"
"Itu adalah rencana hebat" ucap pria dingin "Kau beruntung aku sedang tidak menjalin hubungan dengan siapapun"
"Beruntung?"
Myungsoo menyingkirkan pikiran tentang wanita-wanita super cantik yang selama ini menemaninya
"well, aku rasa itu adalah salah satu keuntungan menjadi orang yang luar biasa kaya. Dimana ada uang, disanalah selalu ada wanita"
Tersinggung karena ucapan myungsoo yang merasa dirinya saat ini sedang direndahkan jiyeon mengerang marah dan myungsoo menyadari hal itu "wanita-wanita itu biasanya tidak hanya tertarik pada isi dompetku, kebanyakan mereka melihatku dari sisi lain"
"dari mana kau tahu? Mereka tidak akan mengatakannya kepadamu kan? Dan aku rasa para pemburu harta tak akan menghampirmu dengan mengalungi papan peringatan dilehernya"
"Aku bisa membedakan mereka walapun ditempat gelap ataupun dari jarak jauh sekalipun" jawab myungsoo tak mau kalah, dia menyadari itu bahwa dari sekian banyak wanita yang mendekatinya, dia pernah menemukan satu wanita yang tidak menggilai hartanya
"Baguslah" nada bicara jiyeon yang agak tajam senada dengan pergolakan yang berkembang dalam dirinya. Dia mengelilingi kamar itu, mengambil barang-barang yang dilihatnya lalu diletakkan kembali lagi, mengambil remote yang tergeletak diatas salah satu meja dan mulai menekan-nekan tombolnya dan dirinya seketika terkejut saat tiba-tiba api menyeruak keluar dari dalam tungku perapian membuatnya mengumpat kecil, myungsoo merasa kesal dan sontak menarik jiyeon agar menghadap kearahnya
"Aku tahu jika saat ini kau sedang khawatir, tapi percayalah padaku semuanya akan baik-baik saja jika orang-orang menganggap kita menjalin hubungan. Itu adalah jalan yang terbaik untuk menyelesaikan masalah ini"
"itukan hanya pendapatmu"
Myungsoo, yang pendapatnya belum pernah diremehkan, mengertakkan giginya kesal "kalau kau punya usulan lain, aku akan mendengarkannya"
"Tidak!! Kau tidak akan mendengarkannya, kau akan pura-pura mendengarkan sementara diam-diam kau berpikir untuk membiarkanku menyampaikan pendapat, kemudian kau akan tetap melakukan apa yang sudah kau rencanakan sejak awal, tapi rencanamu tidak akan berjalan, karena aku tidak mau jadi tunangan pura-puramu!!"
Myungsoo menghela napasnya dalam, mencoba untuk menenangkan pikirannya dan mencari cara untuk meyakinkan wanita itu.
"Begitu kau melakukan perubahan seperti apa yang kau selama ini inginkan, aku yakin rencanaku akan berjalan sesuai rencana"
"Apa kau bermaksud untuk merubahku? Apakah itu yang kau maksud dari ucapanmu?" pertanyaan yang jiyeon lontarkan sangat tajam memicu semua alarm peringatan yang ada dalam diri myungsoo
Myungsoo terdiam, tak dapat menjawab, keengganan jiyeon merupakan rintangan yang tidak dapat dia antisipasi, dia berpikir jika selama ini tidak akan pernah ada yang menolaknya, tapi nyatanya..
wanita ini dapat menentang dan melawannya "jika kau tidak berbaring ditempat tidurku dengan kondisimu setengah telanjang itu, aku tidak akan tergoda untuk menciummu" ucap myungsoo menimbulkan ledakan yang menegangkan
"Andai saja kau tidur mengenakan pakaian lengkap.."
"dan andai saja kau bisa mengendalikan dirimu" potong jiyeon tak kalah tajam
Myungsoo menarik napas dalam-dalam karena nyaris mustahil bagi dirinya untuk membela diri dari tuduhan yang baru saja diucapkan wanita itu yang membuat dampak buruk bagi kehidupannya, kenyataan itulah yang mengganggunya lebih daripada yang mau dia akui. Selama ini dia selalu berhati-hati dan tak pernah ingin memanjakan diri dengan melakukan kencan semalam. Akan tetapi, kemana kendali dirinya beberapa jam lalu ketika melihat jiyeon berbaring setengah telanjang? Bukan untuk pertama kalinya dia membayangkan apa yang terjadi seandainya si fotografer berhenti sejenak sebelum mengambil foto, akan seberapa terbuka dan parahnya foto yang akan dia ambil?
"Tak ada gunanya berkubang dalam penyesalan atas apa yang sudah terjadi" ucap myungsoo tegang "dan pada kenyataannya dia hanya membutuhkan fotomu diranjang dan sisanya bisa dengan mudah diciptakan dari gabungan foto menggunakan photoshop"
"Maksudmu mereka akan membuat foto seakan kira sedang bersama?"
"Perangkat lunak photografi sudah berkembang dengan pesat, dan kau memang sudah ada dikamar tidurku, berhentilah mengelak ketika solusi yang kutawarkan lebih bermanfaat bagi kita berdua. Reputasimu tidak akan hancur. Kau bilang tadi kau tidak memiliki tempat tinggal? Aku akan menawarkanmu tempat untuk tinggal, kau bisa tinggal disini di suite hotel paling mahal di Seoul. Apapun yang kau inginkan bisa kau dapatkan, kebanyakan wanita dalam posisimu akan sangat gembira dengan prospek berlibur tanpa mengeluarkan uang sepeserpun, ditambah dengan berbelanja"
Jiyeon mengepalkan tangannya "wanita bukan jenis spesies yang homogen tuan Kim Myungsoo, kami individu yang memiliki selera dan kebutuhan yang berbeda, dan kenapa kau begitu peduli pada apakah ini akan tidak akan tampak seperti kencan semalam atau sesuatu yang lebih istimewa? Apa sih perjanjian yang selalu kau ucapkan itu?"
Pertanyaan itu membuat myungsoo terbelalak, dia terkejut. Sesaat ia merasa jika kendali dirinya sudah mulai mengurang "Kau tak perlu tahu. Tenang saja, aku memiliki tim pengacara yang bekerja siang-malam untuk memastikan perjanjian itu tidak akan gagal"
"Oh ya? Bagaimana jika perjanjianmu itu gagal? Tidak akan ada yang bisa mempredeksinya tuan"
Aliran dingin merambat menuruni tulang punggung Myungsoo "Tidak akan!!"
Jiyeon mengernyitkan dahinya, terdiam sementara waktu sebelum mengeluarkan suaranya lagi "anggap saja aku melakukan apa yang kau inginkan, aku tidak paham kenapa kisah ini bisa menghancurkan rencanamu. Apa perjanjian ini bersama orang yang kolot yang beranggapan kau harus memiliki reputasi yang bagus dan tak tercela atau semacamnya?"
"Ya, sesuatu yang seperti itu" myungsoo menyadari telapak tangannya berkeringat dan dia berpaling dari jiyeon, mengunci emosinya
"Jadi kau melakukan ini semua untuk memenangkan satu perjanjian? Uang, uang, uang apa hanya itu yang berarti untukmu?" semakin marah, jiyeon menegang "Maafkan aku jika keputusanku membuatmu kehilangan sekian juta, karena aku tidak siap untuk melakukan rencanamu"
Kembali menguasai diri, myungsoo berbalik dan menatap wanita itu tajam, dia yakin jika dia pasti salah dengar "Kau bilang apa?"
"Aku tidak akan melakukannya. Aku akan semakin tampak bodoh!!" jiyeon menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya
"setiap kali memikirkan foto itu dimuat, aku hanya ingin bersembunyi, Haraboji tidak akan bisa mengangkat wajahnya lagi dengan bangga saat bertemu dengan teman-temannya"
Menahan frustasinya sendiri, myungsoo menarik lembut kedua tangan jiyeon dari wajahnya, terlihat wajah cantik itu kembali basah akibat air mata yang mengalir dari mata indahnya
"Kau tidak akan bersembunyi. Kau akan mendongakkan kepalamu tinggi-tinggi dan tampak seakan benar-benar jatuh cinta kepadaku" menyadari ironi dari kalimatnya sendiri, myungsoo tersenyum lemah dan jiyeon langsung bisa menerka
"bisa kutebak, biasanya kau bilang kepada wanita-wanita untuk tidak jatuh cinta padamu"
"Aku tidak pernah tertarik untuk menjalin hubungan yang serius, hubungan macam itu tidak cocok untukku, aku bukan tipe pria seperti itu"
"Dan publik tahu akan hal itu"
"Jika kau khawatir aku tak bisa memainkan peranku, kau tidak perlu khawatir karena aku bisa memainkan peranku dengan baik" myungsoo menenangkan jiyeon "kenyataan bahwa aku biasanya tidak serius dengan wanita akan membuat keseluruhan cerita ini lebih bisa diterima, karena aku sudah memiliki tunangan"
"Dan akan semakin memalukan"
Rahang myungsoo mengertak dan dia berbicara dari balik giginya yang terkatup, kesabarannya benar-benar diuji dengan hebat "Maksudmu diasosiasikan denganku itu memalukan?"
'Maksudku, yang memalukan adalah saat semua ini berakhir. Untuk orang yang katanya memiliki otak yang sangat brilian, kau tidak memikirkan hal itu, semua ini akan berakhir, lalu bagaimana menurutmu huh?"
"Memangnya kenapa?!" kesal nyaris meledak, myungsoo membalikkan badannya
"Hubungan berakhir setiap saat, itu bagian dari kehidupan!! Dan itu tentunya pilihan yang lebih baik bagimu dibandingkan hanya sebagai kencan semalam"
"Jadi pada dasarnya aku hanya punya dua pilihan? Tampak sebagai wanita jalang yang besar dan gendut atau aku bisa jadi satu-satunya wanita yang dicampakkan dua kali dalam waktu beberapa bulan. Maaf aku tidak bisa meloncat-loncat kegirangan atas pilihan-pilihan itu"
"Satu hubungan pasti ada akhirnya, aku tidak mengerti apa masalahnya?"
Mata jiyeon berapi-api "itu karena kau hanya memikirkan diri sendiri, seperti biasanya sedangkan aku tidak. Kau tidak pernah dicampakkan, tuan Kim Myungsoo yang terhormat"
"Myungsoo!!"
"Myungsoo" ulang jiyeon membuat pipi putih jiyeon merona, namun segera disembunyikan dengan kembali bertanya "Apakah seseorang pernah berkata jika dia tidak ingin bersamamu lagi?"
"Tidak..tentu.." myungsoo menahan ucapannya
"Kau bermaksud mengatakan tentu saja tidak, kan?" jiyeon tertawa tidak percaya
'Kau luar biasa arogan dan sangat percaya diri, tapi itu menjelaskan kenapa kau tidak bisa memahami masalahku, kau tidak pernah tahu rasanya ditolak dan dicampakkan!!"
"Ya tentu saja, karena mengingat aku tidak pernah berada dihubungan yang nyata, penolakan juga bukanlah suatu yang nyata" tegas pria itu
"Tapi jika kau akan memerankannya dengan sangat meyakinkan seperti yang kau katakan barusan, semua orang akan berpikir seperti itu!! Beberapa minggu yang lalu tunanganku, pria yang kukenal sejak kecil, membatalkan pernikahan kami.."dia terduduk dan memeluk dirinya sendiri, berusaha menahan emosinya "maafkan jika aku tidak bersemangat untuk menyambut siksaan ego dihadapan publik lainnya, yang pertama sudah cukup buruk, semua orang akan mengasihani diriku, aku muak setiap kali berjalan akan ada beberapa orang yang akan mengatakan padaku jika mereka memahami apa yang aku rasakan, betapa aku dan kakekku merasa dipermalukan, jika hal itu terjadi lagi dan itu karenamu, aku yakin ini akan menjadi ribuan kali lebih parah bukan hanya satu desa tapi seluruh dunia!!"
"Kenapa harus menjadi lebih parah jika bersamaku? Mengapa kau begitu peduli dengan apa yang orang-orang katakan?"
"Apa kau tak punya perasaan? Itu terjadi begitu saja, saat orang yang tidak kau kenal tiba-tiba mengasihanimu, mereka tidak hanya akan berbicara aku memahami perasaanmu, tapi mereka juga akan mengatakan well, itu tidak mengejutkan kau dibuang oleh pria itu" ucap jiyeon menirukan ucapan orang lain
"mereka juga pasti akan berkata, akhirnya pria itu membuka matanya..aku heran apa yang pria itu lihat dari gadis jelek bertubuh tinggi itu!!"
"Kau lebih suka mereka berpikir kau melakukan kencan semalam denganku yang tak pantas?"
Jiyeon menelan ludah "tidak, aku lebih suka mereka dia berbicara sama sekali, tapi aku lebih tidak ingin jika mereka berpikir jika aku sudah dicampakkan pria dua kali"
Menyadari waktu terus berjalan dan myungsoo harus meyakinkan wanita itu jika rencana ini akan berhasil, dia mengusap-usap tengkuknya mencoba memutar otaknya mencari solusi, wanita ini begitu susah ditebak dan sangat keras kepala pikirnya
"Aku akan membuat pengumuman bahwa kau adalah wanita baik yang sangat luar biasa dan aku sangat respect terhadapmu"
Wanita itu meringis " itu akan semakin membuat orang-orang mengasihaniku"
"Aku akan bilang kalau kita akan selalu menjadi teman baik"
"Yang pada dasarnya seperti kau mengatakan bahwa hubungan kita berakhir karena kau tidak menganggapku menarik"
Berusaha menutupi kekesalan yang semakin menggunung, myungsoo menarik napas dalam-dalam dan menawarkan satu-satunya solusi yang melintas dibenaknya saat ini "jika yang kau khawatirkan adalah masalah memutuskan hubungan kau dan aku nantinya, kau boleh memutuskan aku lebih dahulu"
Jiyeon menatapnya tak percaya "Mwo??"
"Kau boleh memutuskan aku" ucap myungsoo frustasi "dan masalah terpecahkan"
"Apa lagi yang kau permasalahkan sekarang?"
" bagaimana jika mereka tidak memercayainya? Kau kaya dan tampan, kenapa ada wanita diposisiku mau mencampakkan pria sepertimu?"
"Mudah saja, karena aku adalah pria brengsek" jawab myungsoo cepat, dia merasa sedikit lega bisa mengatasi rintang ini dengan mudah "semua orang yang mengenalku tidak akan kesulitan untuk mempercayai kau mendepakku" pengakuan itu membuat jiyeon tersenyum simpul
"Jadi kau seburuk itu?"
Terpukau kerena senyuman itu, myungsoo tidak dapat berpaling dari bibir merah jambu itu 'aku menyebalkan, aku dominan, aku ingin semua dilakukan dengan caraku, aku sangat egois, hanya memikirkan diri sendiri, aku mengatur jadwalku sangat ketat aku bekerja selama delapan belas jam sehari, yang itu artinya semua yang ingin aku lakukan saat bersama wanita adalah bercinta!!"
"Jinjja? Jadi kau bisa menyempilkan seks ditengah-tengah pekerjaanmu yang menyiksa itu? Kapan?" tanya jiyeon pelan
"Kapanpun aku inginkan.." jawabnya kemudian melihat semburat merah dari pipi wanita itu "Jadi sudah pasti aku adalah pria brengsek"
"Maksudmu, kau akan bersikap seperti biasa kau bersikap denganku?"
"tentu saja, karena pada akhir cerita kau akan mencampakkanku dan untuk memastika itu terlihat nyata, sebelum berpisah aku akan menunjukkan suasana hati yang buruk"
"Jadi kau mengakui jika kau egois, hanya memikirkan diri sendiri dan sangat brengsek, tapi belum pernah ada wanita yang mencampakkanmu, kenapa? Apa sih yang sebenarnya kau miliki?
Myungsoo perlahan mengulaskan senyum percaya dirinya "jika kita akan menghabiskan waktu bersama dimasa depan, kau akan punya cukup waktu untuk menemukan jawabannya sendiri"
"jika kau membicarakan berapa hebatnya kau diatas tempat tidur sehingga wanita-wanita bodoh itu tak ingin mencampakkanmu, lupakan saja!! Karena aku berpikir jika melakukan suatu hubungan intim, itu harus didasari hubungan yang serius dan cinta"
"Ya, kebanyakan orang berpikir seperti itu"
"Tapi kau berbeda, kau tidak ingin hubungan serius, sementara aku ingin"
"kenapa pembicaraan kita sangat berbelit-belit? Aku hanya butuh jawabanmu apakah kau bersedia melakukan sandiwara ini?"
"Ku tolakpun, kau sudah pasti akan tetap memaksaku"
"Jika kau tahu, baguslah. Dan jika saatnya sudah tiba, kau dapat memutuskan aku" jawab myungsoo tenang, akhirnya dia dapat meruntuhkan es yang ada didalam diri wanita itu pikirnya
"Aku masih tak mengerti bagaimana caranya sekarang menyakinkan mereka jika sekarang kita sedang menjalin hubungan"
"Ya tentu saja, dengan terlihat bersama-sama" jawab pria itu lugas, menarik tangan jiyeon mendekat kearahnya
"Yang paling kau butuhkan saat ini adalah cincin"
******************
"Aku belum pernah berada didalam mobil yang dikendari supir pribadi dan mobil ini sungguh hebat" jiyeon memandang takjub dan myungsoo menatapnya geli
"memang itu yang aku cari"
"Mobil ini sangat luas, untuk apa kau membutuhkannya? Kita seperti bisa berpesta didalam sini"
"Bukan pesta, terkadang aku perlu mengadakan rapat dimobilku jika berkendara dalam jarak tak terlalu jauh" ucap pria itu santai
"Bagaimana jika perjalana jauh" tanya jiyeon penasaran
"aku rapat di pesawat pribadiku"
Jiyeon mengeluarkan tawa tercekatnya "pesawat pribadi? Tentu saja..kau adalah orang kaya raya, pesawat hanya bagian kecil dari aksesorismu"
"Bukan aksesoris" jawab myungsoo dengan nada malas 'tapi praktis, memiliki pesawat pribadi menghemat pengeluaranku"
"Menghemat pengeluaran?" jiyeon berbisik pada dirinya sendiri dan mengangguk, dia sadar begitu besar jurang gaya hidup diantara mereka membentang, dia bersandar dijok kulit mobil itu dan mendesah berat "ini konyol sekali" gerutunya "ini tidak akan berhasil, beri aku satu alasan kenapa pria sepertimu mau menjalin hubungan dengan wanita sepertiku?"
"Kau punya tubuh dan kaki yang menakjubkan" gerakan pria itu begitu cepat sehingga jiyeon tidak sempat mengantisipasi, sebelum memiliki kesempatan untuk merespon ucapan pria itu, tangan myungsoo kini sudah terbenam dirambutnya dan bibir pria itu melumat bibirnya dalam ciuman yang membuat kepalanya seakan berputar "aku suka rasa ketika menciummu" guman pria itu dengan serak, sementara jiyeon masih mengerjapkan matanya tak percaya apa yang baru saja dia alami
"Apa yang kau lakukan? Kau tidak perlu menciumku lagi" benar-benar tak nyaman dengan rasa yang pria itu timbulkan jiyeon mendorong pria itu menjauh darinya, was was ketika pria itu kembali menciumnya
"Gara-gara kau menciumku kita jadi terlibat masalah ini"
'tapi karena kita sekarang berada dalam masalah ini katamu, kenapa kita tidak menikmatinya? Mereka akan mempercayai, ketika kita terlihat mesra" myungsoo tidak berniat untuk menghentikan aksi menggodanya
"Kau tahu jiyeon, jika kau itu cantik, rambutmu menabjubkan, payudaramu sungguh fantastis"
Jiyeon mengerang risih tak dapat berkutik ketika bibir pria itu kini menelusuri lehernya
"Hentikan myungsoo!! Semua itu hal-hal fisik, itu hanya seks"
'Jangan pernah meremehkan kekuatan seks, seks adalah bagian terpenting dalam hubungan" satu tangannya menelusuri punggung jiyeon dengan lembut dan turun kepaha mulusnya yang terekspose, jiyeon menggeliat ketakutan
"Jangan lakukan itu.."
"kenapa tidak? Karena sekarang kau adalah tunanganku"
"tunangan pura-puramu, dan selain itu orang-orang akan melihat perbuatanmu padaku"
"tidak akan terjadi, kecuali orang-orang punya mata yang bisa melihat tembus pandang, mereka tidak akan bisa melihat kegiatanku" jiyeon menelan ludahnya dan myungsoo kembali tersenyum jahil selagi menyusupkan jemarinya kerambut wanita itu
"setiap lelaki berdarah panas yang melirik kedalam mobil ini akan memiliki bayangan yang cukup akurat mengenai dimana tanganku yang tak terlihat berada"
"Kau tidak lucu!!" jiyeon membentak nyaris tak percaya dengan apa yang pria ini kini lakukan padanya, jiyeon menjauh dari pria itu dan kali ini myungsoo melepaskannya, tersenyum simpul selagi memperhatikan wanita itu bergeser kesudut terjauh tempat duduknya
Seluruh tindakan myungsoo seharusnya cukup untuk membuat jiyeon membencinya, tapi dia justru menemukan dirinya bergairah dengan getaran yang ditimbulkan dari gabungan kelembutan dan printah. Memalukan sekali, pikir jiyeon. Namun dia juga berpikir pria seperti myungsoo itu menarik.
Mereka berkendara melewati jalan-jalan besar yang padat tempat toko-toko eksklusif berada, jendela-jendela harrods, toko-toko yang merknya terkenal diseluruh dunia. Kemanapun mata jiyeon memandang, dia akan menemukan banyaknya wanita-wanita berkeliaran menggunakan mantel yang mahal serta kaca mata hitam keluar dari mobil-mobil mewah mereka.
Ketika supir myungsoo menepi diluar sebuah toko perhiasan, jiyeon membeku dia benar-benar tidak ingin terlihat dipublik walaupun dengan menggunakan pakaian cantik sekalipun seperti yang sekarang dia gunakan, dia merasa tidak pantas.
Dua penjaga berdiri didepan toko perhiasan, dia bisa melihat beberapa perhiasan yang dipajang dijendela yang dia berpikir jika orang-orang kaya itu pasti akan mudah terpuaskan dengan perhiasan-perhiasan cantik itu, merasa sangat terintimidasi, dia mengingat kembali berlian kecil yang diberikan Chanyeol kepadanya saat dia melamar waktu itu. Dulu dia pikir cincin yang diberikan Chanyeol itu sangat sederhana karena mereka sedang menabung untuk membeli sebuah rumah kelak saat mereka sudah menikah, namun nyatanya ketika jiyeon menyadari mengapa cincin lamarannya sangat sederhana karena pria itu menghabiskan uang ditabungan bersama mereka untuk pacarnya yang lain.
Ia merasa sungguh bodoh sekali, ditipu mentah-mentah. Namun dia juga tidak bisa menyalahkan Chanyeol sepenuhnya, karena ini juga karena kesalahannya juga. Ia dan chanyeol tumbuh besar bersama, semua orang beranggapan suatu hari mereka akan menikah. Tidak bisa dipungkiri jika alasan-alasan itu lebih mendominan dalam hubungan mereka selama ini, kemudian dia mengetahui apa yang telah chanyeol lakukan bersama Sulli, teman satu sekolah mereka dulu. Itu benar-benar membuat jiyeon merasa jatuh kedalam jurang terdalam.
Dia mencuri pandang kearah myungsoo, tatapannya seketika mengarah pada bibir merah pria itu, mengingat apa yang pria itu lakukan beberapa saat yang lalu, yang membuatnya panas dan mendesir. Seperti percikan gairah menjalar keseluruh tubuhnya.
Dan sekarang dia diharapkan untuk menjalin hubungan pura-pura dengannya, itu membuat jiyeon merasa tertekan. Merasa bertambah takut, takut jika dia akan masuk jauh kedalam permainan pria itu.
"kau ingin aku masuk kesana? Kenapa bukan mereka yang keluar untuk mendatangi kita? Selama yang aku tahu kau tinggal mengangkat ponselmu dan setumpuk perhiasan akan datang kehotelmu dengan banyak cincin pilihan"
"Karena selama yang kau tahu, aku belum berniat untuk menarik perhatian paparazi" myungsoo mencondongkan tubuhnya kearah jiyeon untuk membukakan sabuk pengaman "jika aku memerintahkan mereka untuk membawa cincin-cincin itu kehotel, tak akan menunjukkan apapun kan?"
Merapatkan tubuhnya kejok, berusaha menjauh dari pria itu, jiyeon menatap pria itu tajam "aku masih tidak paham bagaimana ini semua akan berhasil. Jika semua yang kita lakukan ini untuk membuat paparazzi memotret kita, bukankah seharusnya ada yang menghubungi mereka dan mengatakan kepada mereka dimana kita sedang berada sekarang"
"Tak perlu. Kemanapun aku pergi, kau bisa menemukan mereka diberbagai arah" nada bicara myungsoo terdengar bosan
"itu adalah bagian hidupku, yang artinya sekarang juga menjadi bagian dari hidupmu, kau harus membiasakan diri" saat supir membukakan pintu, myungsoo memberikan tanda kepada jiyeon untuk keluar dari mobil, namun wanita itu tak bergeming.
"Maksudmu diluar sana mungkin ada orang yang membawa kamera? Jadi aku harus bagaimana? Apakah aku harus tersenyum ataukah melambai-lambaikan tanganku?"
"Kau bukan sang Ratu!!" jawab myungsoo kesal "Bersikaplah biasa dan normal"
"Tapi tak satupun dari ini semua normal bagiku!! Aku tidak pernah berdiri didepan paparazzi" ujar jiyeon kesal "Aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Menengok kebalik bahu seperti yang dilakukan semua artis hollywood mungkin"
"Tuhan, itu akan terlihat seperti kontes nona bertubuh besar didunia"
"Jika kau mengungkit masalah tubuhmu lagi, aku terpaksa akan menelanjangimu dan memeriksanya dengan detail" janji myungsoo dengan lembut dan langsung keluar dari mobilnya lebih cepat.
Seperti yang myungsoo pikirkan, lampu kilat menyala diwajah jiyeon dan myungsoo segera menariknya keluar dari mobil dan menggandeng tangannya masuk kedalam toko perhiasan itu
"aku pikir kau ingin dilihat" desisi jiyeon, sementara myungsoo kini merangkul pinggang jiyeon mesra, membuat jiyeon tersenyum kikkuk
"Aku tidak pernah berbicara pada media" balas myungsoo "aku tidak pernah mau diwawancarai dan aku tidak pernah berniat untuk mengubah pola itu. Ingat kita ingin membuat rencana ini se'real mungkin, ingat kan?"
Jengkel, jiyeon mendongak menatap myungsoo "bagaimana mereka akan tahu kita akan bertunangan jika kau tidak memberitahu kepada mereka?" wajah jiyeon menunjukkan pemahaman "Oh..aku mengerti. Saat keluar toko nanti aku harus menunjukkan cincin itu"
"Kita akan keluar lewat pintu belakang supaya tidak ada yang melihat kita. Jika ada fotografer yang menunggu dibelakang gedung, sembunyikan cincinmu, masukkan tangan kirimu kesaku supaya tidak ada yang bisa melihatnya"
"Jadi kita membeli cincin untuk menyakinkan mereka bahwa kita akan bertunangan, tapi kita tak akan menunjukkannya pada mereka?"
"Benar"
"Kepalamu terbentur atau bagaimana sih? Kau sangat bersikap tak masuk akal"
"Kau salah, ini sangat masuk diakal"
"tapi tidak bagiku!! Jika kita keluar dari belakang gedung maka tidak akan ada yang bisa melihat kita"
"tepat sekali" myungsoo tersenyum kepada manager toko perhiasan itu yang baru saja memunculkan sosoknya
"Sohyoon-ssi"
"Tuan kim..senang bertemu dengan anda lagi"
"Mwo? Lagi? Berapa banyak wanita yang kau bawa ketempat ini sih?" Bisik jiyeon namun tak digubris pria itu yang malah mengeratkan genggaman tangannya
"remas lebih kuat, kau akan mematahkan semua jariku lalu kau tidak akan bisa memasukkan cincin melewati buku buku jariku"
Myungsoo tersenyum simpul, melepaskan genggaman tangannya dan mendorong jiyeon maju "kami membutuhkan berlian Sohyoon-ssi". Dia menunduk menatap jiyeon dengan senyum dibibirnya "tentu saja tuan, berlian yang istimewa untuk wanita cantik yang istimewa"
Jiyeon bermaksud mengatakan bahwa ucapan gombalnya sama sekali tidak menyakinkan, ketika pria itu menunduk dan mencium punggung tangannya, dari suatu tempat dikejauhan, melalui putaran awan gairah yang menyelubungi otaknya, dia mendengar salah seorang pelayan toko tersebut mendesah iri.
Baginya apa yang myungsoo lakukan adalah sandiwara, tapi sepertinya Sohyoon berhasil diyakinkan, karena dia tersenyum, nyaris bergetar karena senang selagi memandu mereka diruangan privat. "berlian yang sangat istimewa, tentu saja. Karena anda datang ketempat yang tepat"
Jiyeon duduk, terkejut akibat serangan bibir myungsoo, menyesal mengapa mereka tidak membicarakannya terlebih dahulu bagaimana mereka akan menjalankan rencana ini. Apa si myungsoo itu mengatakan sesuatu tentang ciuman dan sentuhan? Dan apa yang harus dia lakukan dengan cincin itu? Apakah dia harus memilih yang paling murah? Atau mungkin itu tidak akan menjadi masalah, bagi pria yang menganggap pesawat pribadi sebagai sesuatu yang ekonomis, bisa dikatakan pria tampan itu tidak akan peduli dengan berapa harga berlian-berlian itu, atau mungkin dia akan memintanya kembali disaat semuanya telah selesai.
Dia memberikan myungsoo tatapan menderita, namun pria itu hanya tersenyum, kenyataan bahwa pria itu begitu tenang justru menambah ketegangan jiyeon.
Semakin menyadari perbedaan diantara mereka, jiyeon bergerak-gerak gelisah dan akan mengatakan sesuatu saat seorang gadis semampai memasuki ruangan tersebut dengan membawa kotak.
Ruangan tiba-tiba menjadi sunyi, jiyeon menengok kesekelilingnya, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi, kenapa semua orang terdiam seperti patung?
"Ini berlian Apoletta" Sohyoon mengatakannya dengan takzim, mengambil kotak tersebut dari tangan si gadis dan membukanya "paduan kecantikan dan kesempurnaan, seperti cintamu tuan kim"
Jiyeon bermaksud mengatakan jika cincin itu dimaksud sebagai manifestasi hubungan mereka, segumpal kecil arang mungkin lebih pantas, tapi melihat wajah menyeramkan myungsoo membuatnya terdiam. Pria itu menatapnya intens, untuk sesaat jiyeon berhenti bernapas dan selama pandangan intim itu berlangsung, jiyeon menemukan kenyataan yang menggelisahkan, bahwa dia sama rapuhnya dihadapan magnet sensual yang menjadi ciri pria itu, sama seperti perempuan-perempuan lain diruangan ini. Walaupun dibantengi dengan pengakuan jujur tentang daftar panjang kekurangan pria itu, jiyeon tidak bisa mengendalikan letupan kegirangan yang mencengkramnya.
Myungsoo mengabaikan pernyataan Sohyoon, seluruh perhatian berpusat pada jiyeon. Kemudian pria itu meluncurkan tangannya ketengkuk jiyeon, lalu dengan perlahan dan tenang mencium bibir jiyeon, bibirnya bertaut dibibir jiyeon cukup lama untuk membuat detak jantung wanita itu berpacu tak terkendali.
"Ti amo, aku mencintaimu" ujar myungsoo dengan suara serak dan jiyeon hanya dapat terdiam terkejut, terpukau pada tatapan pria itu sekaligus ciuman yang diberikannya secara tiba-tiba itu, bertanya-tanya seperti apa rasanya jika semua ini bukanlah sebuah sandiwara.
Tanpa melepas tatapannya dari wanita itu, myungsoo mengambil cincin berlian itu dari alas beludru dan menyelipkannya kejari jiyeon dengan tangan yang tenang dan percaya diri serta memiliki tujuan yang pasti.
Jiyeon menatap berlian yang luar biasa itu, memikirkan pagi yang cerah beberapa bulan yang lalu ketika Chanyeol melakukan hal yang sama, namun bedanya saat itu cincin yang diberikan Chanyeol kebesaran namun yang ini.. "ukurannya sangat pas"
"Seperti Cinderella saja" desah salah seorang pelayan dan jiyeon mengerutkan dahinya, bertanya-tanya apa maksud pernyataan itu. Apakah dia terlihat seperti baru saja membersihkan gudang bawah tanah dengan mengenakan pakaian compang-camping?
"Maksud mereka cincin itu sangat pas dijarimu" ucap myungsoo datar, seperti dia baru saja membaca apa yang ada didalam benak jiyeon "kita tidak perlu menyesuaikan cincin ini karena sudah sangat pas dijarimu"
Menyadari kenyataan jika cincin itu sangat pas dijarinya, jiyeon merasa agak ngeri, bertanya-tanya apakah itu hanya kebetulan atau myungsoo memang ahli dalam menebak ukuran jarinya sama seperti ukuran baju dalamnya. Hebat dalam menebak ataukah dia memang sudah sangat berpengalaman dengan para wanita, batin jiyeon.
Gadis lain memasuki ruangan "saya pikir anda harus tahu tuan, diluar sana para media sedang berkumpul" dia terdengar menyesal "saya tidak mengerti bagaimana mereka bisa tahu anda ada disini, seseorang pasti membocorkan keberadaan anda kepada mereka disini"
Rahang myungsoo mengencang dan untuk sesaat jiyeon benar-benar percaya pria itu kesal sungguhan. "kalian punya jalan keluar lain?"
"Ya tuan"
Myungsoo menelepon singkat dan bangkit, menarik jiyeon mendekat "supirku akan menemui kami dibelakang, dengan begitu tidak akan ada yang dapat melihat kami"
Jiyeon bergegas mengikuti myungsoo saat tangan pria itu mengunci jemarinya saat mereka berjalan kearah belakang toko "Myungsoo.." jiyeon membisik memanggil pria itu
"bukankah kita seharusnya membayar untuk cincin ini, atau semacamnya? Aku tidak ingin alarm berbunyi dan harus menghabiskan hari-hariku didalam penjara" polos jiyeon
Pria itu tidak memperlambat langkahnya "sudah ada yang mengurusnya"
"Hah? Kapan?" tanya jiyeon bingung, tapi myungsoo hanya menggiringnya kebelakang toko dan beberapa saat kemudian, supir myungsoo bergegeas melewati bagian belakang jalanan di area paling eksklusif di Seoul.
Jiyeon bersandar di jok mobil, memutar-mutar cincin dijemarinya. Dia memiring-miringkan tangannya mengagumi cincin itu dari berbagai sudut, memperhatikannya berpendar dan berkilau "aku masih tak mengerti mengapa kau mesti repot-repot membeli cincin jika kau tak ingin orang lain melihatnya, kau bahkan tak membiarkan mereka melihat kita keluar dari toko itu"
"Mereka tahu jika kita sudah pergi. Bersikap penuh rahasiaakan membuat mereka semakin penasaran"
"kuharap kau tidak memiliki gagasan berlebihan untuk kepentingan dirimu sendiri. Jika tidak, seluruh rencana ini akan hancur berantakan"
Respon myungsoo hanyalh mengulurkan ponselnya kearah jiyeon "telepon kakekmu!!"
"Mwo? Sekarang?" jiyeon sudah menunda-nunda moment ini dan perutnya terasa mencelus selagi mengantisipasi apa yang akan kakeknya seseorang yang tegas dan berperinsip katakan mengenai situasi ini "Apa yang harus aku katakan? Hai, Haraboji kau mungkin akan melihat foto setengah telanjangku dikoran hari ini, jadi aku ingin bilang aku tidak bermaksud memulai karir sebagai model glamor.."
"foto itu tidak akan muncul dikoran hari ini, sudah terlambat. Kemungkinan besar baru akan dimuat di edisi besok, tapi mungkin sekarang sudah ada di internet. Telepon kakekmu!!"
"Kakekku tidak menjelajahi internet. Umurnya delapan puluh tahun" cicit jiyeon, tapi pernyataan itu membuat alis myungsoo terangkat sebelah
'Apa hubungan itu dengan umur kakekmu?"
"Kau tidak akan bertanya seperti itu jika kau pernah berkunjung ke panti jompo tempat kakekku berada. Mereka akan membuat perayaan ketika mendapatkan TV yang layak. Mereka tidak pernah mendapatkan ataupun melihat barang-barang elektronik yang canggih maupun mewah"
Pria itu tidak menarik ponselnya "telepon!!"
"Shirro!! Aku tidak bisa" jiyeon terdiam menunduk 'lelaki tua itu orang yang mengantarkan aku pertama kali saat aku masuk sekolah, dia mengajariku mengendarai sepeda, dia tidak suka dengan gagasan berpegangan tangan dan berciuman didepan publik. Aku satu-satunya yang dia miliki didunia ini dan dia pikir aku ini gadis kolot yang sopan, walaupun apa yang dipikirkannya itu benar atau setidaknya sebelum aku bertemu denganmu"
"semakin besar alasan untuk meneleponnya sebelum dia mendengar berita itu dari orang lain"
Kehabisan alasan, dengan enggan jiyeon mengambil ponsel itu dari tangan myungsoo. Tangannya bergetar saat memencet nomer telpon. Selagi menunggu jawaban dari kakeknya, dia memijat-mijat keningnya dan berusaha untuk tidak memikirkan akan seberapa kecewa kakeknya nanti.
Setelah semua yang kakeknya lakukan untuknya, setelah cinta dan seluruh kasih sayang yang dia curahkan, haraboji tidak layak untuk mendapatkan kekecewaan dariku, pikir jiyeon.
"Haraboji? Ini jiyeon..a..apa kabar?" suaranya terdengar aneh ditelinganya sendiri dan dia bertanya-tanya berapa lama sampai kakeknya menyadari ada sesuatu yang salah.
"Apakah kau baik-baik saja didalam sana dalam cuaca bersalju ini?" mungkin itu kalimat pembuka yang bagus, pikirnya dengan putus asa sembari mendengarkan jawabab riang kakeknya
"semuanya baik-baik saja, aku baru saja berpikir meneleponmu untuk mengobrol" sadar jika myungsoo sedang memerhatikannya, jiyeon terus berbincang ringan tentang cuaca dan mendengar cerita-cerita membosankan kakeknya tentang teman-temannya di panti. Ketika kakeknya mengatakan bahwa dia baru saja membangga-banggakan jiyeon didepan nyonya Im, dua butir besar air mata mengalir dari mata jiyeon dan dia menangkup mulutnya
Mendesah, myungsoo mengambil ponselnya dari tangan jiyeon "Tuan Park? Kim Myungsoo disini..tidak, kita belum pernah bertemu, tapi saya mengenal cucu anda, ya..kau benar saya adalah Kim Myungsoo pengusaha muda itu" pria tampan itu kini bersandar, sama sekali tak terlihat gelisah menangani sesuatu yang bisa dikatakan situasi yang sangat canggung
"Ya..semuanya berjalan baik kendati kondisi ekonomi saat ini sedang tidak berjalan dengan baik, tentu saja.." dia tersenyum "....itulah bagaimana saya bisa bertemu dengan jiyeon.."
Khawatir myungsoo mengatakan sesuatu yang akan membuat keadaan semakin buruk, jiyeon menelan ludahnya dan menahan tangisnya lalu mencoba merebut ponsel itu tapi myungsoo mengelak dan menjaga ponsel itu diluar jangkauan jiyeon, pria itu kini tertawa pada sesuatu yang dikatakan kakek jiyeon padanya.
"Aku sudah merasakannya sendiri..ya, jiyeon memang begitu.."
Jiyeon mengerutkan dahinya "Aku memang apa? Kau bilang apa? Apa yang sebenarnya kalian bicarakan?" tanya jiyeon tertahan
Myungsoo mengabaikan jiyeon 'aku tahu itu, ya..jiyeon mengatakannya padaku. Tapi kerugian pria itu menjadi keuntungan bagiku"
Apa yang mereka bicarakan pernikahannya yang batal? Jiyeon menutup wajahnya dengan kedua tangannya, sangat bisa membayangkan apa yang kini sedang kakeknya katakan
"Ya, dia sungguh pria pecundang.." suara myungsoo menjadi lebih dingin "Jiyeon lebih baik tanpa pria seperti itu..tidak, tidak ada yang terjadi kepada jiyeon, hanya saja ini mengapa kami meneleponmu. Kami sudah bertunangan, aku tahu ini sangat cepat, tapi kau tidak bisa menyalahkanku dengan semua ini, ya kau tuan ketika aku melihat sesuatu yang aku inginkan, aku harus mendapatkannya dan aku belum pernah merasakan perasaan ini kepada wanita manapun"
Jiyeon mengintip dari antara jemarinya dan menunggu myungsoo mengulurkan ponsel itu kepadanya supaya dia bisa kena semprot habis-habisan dari kakeknya yang tegas. Namun alih-alih dia mendengar tawa selagi myungsoo mengendalikan pembicaraan
"kami ingin memperingatkanmu bahwa akan ada beberapa foto yang terbuka di media. Semuanya kesalahanku..mereka selalu mengikutiku" myungsoo mengucapkan semua itu dengan lancar dan dia tersenyum simpul sebagai respon atas sesuatu yang kakeknya katakan 'Aku setuju..aku juga selalu mengatakan hal yang sama padanya agar jangan terlalu cemas, tenang saja dia baik-baik saja bersamaku, hanya dia agak malu karena memang dia berkepribadian seperti itu, ya dan aku tahu dia adalah wanita yang sederhana.." myungsoo menusuknya dengan tatapan ironis
"....well aku meminta pengacara-pengacaraku untuk mengurusnya, tapi jika ada yang menyinggung masalah ini kepadamu, kau bisa mengatakan kepada mereka jika pada fotografer itu melanggar privasi kami..ya aku akan memberitahukan kepadanya, senang berbicara dengan anda tuan park, aku sungguh tak sabar bertemu denganmu langsung dan memanggilmu haraboji sama seperti jiyeon memanggilmu" setelah berhasil menjadikan kakeknya sang veteran perang yang sekeras baru menjadi luluh seperti bubur, myungsoo menyerahkan ponselnya kepada jiyeon, ekspresi sombong terlihat diwajahnya
"dia senang sekali, dia ingin mengatakan selamat langsung padamu"
Dengan enggan jiyeon menempelkan ponsel itu ketelinganya "Haraboji..?" dia tidak bisa menyela ucapan kakeknya yang mengatakan betapa gembiranya dia karena pada akhirnya jiyeon menemukan pria sejati dan selanjutnya dia dengan antusias memuji-muji myungsoo, yang semuanya tampak berpusat pada kemampuan pria itu dalam bisnisnya"
Akhirnya kakeknya menarik napas "Jawab satu pertanyaanku..apa kau mencintainya, jiyeonnie? Aku hanya ingin mengetahui itu"
YA TUHAN!! Bagaimana dia harus menjawab pertanyaan itu "Aku.."
"dia kaya atau miskin bukan hal yang penting, yang penting adalah apakah dia berkarakter kuat dan bertanggung jawab. Aku pikir Kim Myungsoo itu memiliki dua hal itu, namun semuanya tidaklah penting jika kau tidak mencintainya"
Rasanya seperti terlepas dari mulut buaya dan masuk kedalam ulut singa. Agar kakeknya tidak beranggapan jika dia malakukan kencan semalam, dia mengikuti rencana myungsoo, tapi tiba-tiba dia ditarik semakin menjauh kedalam sandiwara ini
Tahu kakeknya akan khawatir, dia memberikan satu-satunya jawaban yang bisa dia berikan "ya, aku mencintainya haraboji.." dia menatap marah saat menatap myungsoo yang tertawa geli melihatnya kini. Tak diragukan lagi bahwa pria itu sudah sering mendengar ucapan itu dari wanita-wanita yang terpikat padanya sehingga myungsoo nyaris tak menanggapi
Kakeknya terdengar gembira "Jadi sepertinya aku akan segera mendapatkan apa yang aku inginkan, cicit yang tertidur dipangkuanku tahun depan"
CICIT??
Jiyeon ternganga kaget. Entah bagaimana, dari berbaring setengah telanjang di kasur, dia melangkah ketahap bertuangan kemudian langsung hamil!!
Oh..bagaimana caranya dia akan mengurangi kekusutan ini.
Berharap myungsoo tidak mendengar bagian tertentu dari pembicaraannya itu, jiyeon menunduk membiarkan rambutnya tergerai kedepan seperti tirai, menutupi wajahnya
"eeemm..soal masalah itu, kita lihat saja nanti haraboji, tak perlu terburu-buru"
'tentu saja harus buru-buru, aku tidak akan semakin muda jiyeonnie"
"jangan bilang begitu!! Kau tahu aku sangat tidak suka kau mengatakan itu haraboji!!" pikiran tentang kehilangan kakeknya membuatnya takut dan ketika jiyeon mangakhiri panggilannya tangannya masih terlihat gemetar, mendengar suara kakeknya yang penuh semangat membuatnya semakin merasa bersalah.
Tak menyadari jiyeon merasa tertekan, myungsoo mengambil ponselnya dan tersenyum "barusan berjalan lancar"
Jiyeon berbalik menatap myungsoo, matanya basah karena air mata "Barusan tidak berjalan dengan baik, myungsoo!! Aku baru saja berbohong pada kakekku yang berusia delapan puluh tahun. Pikirmu bagaimana perasaanku melakukan itu?"
"lebih baik daripada mengatakan kepada kakekmu yang berusia delapan puluh tahun kenapa kau melakukan kencan semalam dengan pria yang belum pernah kau temui" jawab myungsoo dingin
"tenang saja, jika kebetulan ada paparazzi disekitar sini, aku lebih suka mereka tidak memuat sesuatu yang menunjukkan jika kita sedang bertengkar sepuluh menit setelah memasang cincin itu dijarimu. Kakekmu behagia mendengar kita menjalin hubungan, sedikit terkejut mungkin tapi pada dasarnya dia senang. Aku dianggap sebagai calon yang luar biasa, kau tak perlu mengkhawatirkan apapun"
Jiyeon kembali memijit-mijit keningnya, dia tak menyangka bahwa ini menjadi semakin rumit
"kenapa aku tidak memikirkan dulu hal ini baik-baik. Aku baru saja membuatnya berharap dan itu adalah hal yang buruk" panik, jiyeon kembali mengulurkan tangannya mengambil ponsel lagi "aku harus mengatakan yang sejujurnya sekarang, sebelum semuanya berkembang semakin jauh dan dia mengatakan kepada semua orang aku akan menikah dengan miliuner"
"Biarkan saja"
"Myungsoo!! Dia berpikir jika aku akan hamil kapan saja!! Dia menginginkan seorang cicit yang dapat dia gendong dipangkuannya. Maafkan aku, aku tidak bisa melakukan ini"
Tapi myungsoo sudah memasukkan kembali ponselnya kesaku jasnya 'Kau sudah menyetujui rencana ini"
"karena kau yang memaksaku melakukan ini, aku tak sempat memikirkannya dengan baik, tapi sekarang aku dapat melihat jika rencana ini benar-benar rumit dan.."
"semuanya sudah berjalan. Kau terlambat!!" dengan sangat mengesalkan dan tidak menunjukkan perasaan sama sekali myungsoo memandang layar ponselnya "Kantor pusatku sampai macet karena banyak jurnalis yang ingin mencari tahu informasi pertunanganku, kabarnya sudah beredar"
Perut jiyeon bergejolak "Dan orang-orangmu mengonfirmasinya?"
"mereka bilang no comment, yang sama artinya dengan menuntut media untuk memuat pengumuman pertunangan. Sudah terlambat untuk merubah pikiran sekarang, berhentilah panik, kakekmu terdengar baik-baik saja dengan semua ini. Dan sekarang ceritakan tentang Chanyeol"
Jiyeon mencoba mengabaikan rasa nyeri berdenyut-denyut dibalik matanya "Aku tidak ingin membicarakan pria itu"
"aku tidak heran" myungsoo berselonnjor, mengetik sms dengan cepat dan kelihaian yang menakjubkan. "dia kedengarannya seperti pecundang sejati"
Jiyeon menatap myungsoo dengan tak percaya dan tanpa daya. Dia ingin menjelaskan betapa dia khawatir akan menyakiti perasaan kakeknya, tapi jiyeon tahu dia akan membuang-buang waktu. Kim Myungsoo tidak akan pernah peduli pada perasaan siapapun, bukan? Yang dia pedulikan hanya memastikan bisnisnya berjalan tanpa gangguan.
"aku benar-benar tak yakin bisa menjalankan rencana ini"
Myungsoo menatap jiyeon, matanya memancarkan kilat yang menyeramkan "kita sudah sepakat"
"ya" jiyeon menjawab purau, tahu jika dirinya kini telah terperangkap. Jika ini satu-satunya cara untuk mencegah foto tersebut dipublikasi, berarti dia tidak punya pilihan lain.
Perjanjian..perjanjian..perjanjian..
Dia membuat perjanjian dengan iblis, dan sekatang dia harus menerima resikonya.Note : Next will be private,
U must follow me 1st if u want to read my fanfic..
And for followers, thanks for support don't forget to comment or vote
Thank uuu 😙
KAMU SEDANG MEMBACA
PASSION
FanfictionCast : Myungyeon Genre : Romance Rate : 17 FF ini pernah di publish di salah satu WP myungyeon