Passion (Part 8)

2.6K 188 29
                                    

Hai..
Sorry for the late update, i'm quite busy n hope u not forget for the story 😊

Passion Part 7

“jika kau mengatakan yang sejujurnya kepadaku, aku akan menolongmu” jiyeon menutup matanya dan menghapus air mata yang membasahi wajahnya
“kau harus berhenti bersikap sinis sebab hal terakhir yang perlu diperlakukan anak perempuan adalah seorang ayah yang sinis saat seorang pria meminta ijin kepadanya mengajak anak perempuannya berkencan. Saat kau membacakan dongeng untuknya, mungkin sebaiknya kau mengadaptasi akhir kisah tersebut..memberitahu anak-anak bahwa mereka akan hidup bahagia selamanya, mungkin juga tidak tepat tapi entahlah..aku hanya tahu membesarkan mereka dengan menyakini bahwa setiap orang pasti mempunya akhir yang bahagia, jika kau membesarkan mereka dengan sikap kolotmu itu, itu tidak akan berhasil” menarik napas dalam-dalam, jiyeon menegakkan kepalanya dan tersenyum kecil “sekarang ganti pakaianmu dan telepon supirmu. Kita akan berbelanja..”
Masih terpukau, butuh beberapa saat bagi myungsoo untuk menyesuaikan diri dengan kenyataan bahwa jiyeon tidak meninggalkannya. Jiyeon menawarkan untuk tinggal dan membantunya, sungguh kebaikan hati wanita itu mebuat myungsoo takjub, dia tidak pernah bertemu dengan seseorang seperti jiyeon dalam hidupnya. “tentu..tentu saja aku akan menemanimu berbelanja” suara myungsoo tersengar gugup dan serak karena emosi yang tidak dia kenali, dia mengangkat tangan dan menyibak rambut jiyeon kebelakang dan menempelkan tangannya kepipi jiyeon yang lembab. Dia benar-benar berterima kasih dan kagum pada wanita itu. Myungsoo menyadari jika lagi-lagi dia salah menilai wanita itu. Jiyeon jauh, jauh lebih hebat dan kuat daripada yang diperlihatkannya
“Terima kasih, aku akan memenuhi semua yang kau minta asal kau mengataka kepadaku kau telah memaafkan aku jiyeon..”
“aku tidak menginginkan apapun darimu dan aku tidak berkata apapun tentang memaafkan, kita akan pergi ketoko mainan. Jika kau benar-benar akan menjadi ayah bagi Sohyun, kau harus mulai belajar tentang aapa yang gadis kecil inginkan untuk hadiah natalnya” ada rasa humor dimimik jiyeon
“Aku mungkin harus mengingatkanmu bahwa aku berpengalaman tentang seorang anak, kencangkan sabuk pengaman, kurasa ini akan menjadi pelajaran yang sulit untuk pria kaku sepertimu”
********************
“Sayap bidadari?” myungsoo terdengar ragu “apa kau yakin?”
Jiyeon meraih sepasang sayap tipis yang tergantung di kait logam. Perasaannya masih hancur terkoyak-koyak karena pengakuan myungsoo bahwa pria itu telah membohonginya.
“percayalah, sayap bidadari selalu bisa membuat anak empat tahun gembira. Lebih baik membeli sepasang lagi, persiapan jika dia merusaknya” merasa aneh, melakukan percakapan semacam ini dengan pria itu. Jiyeon merasa ucapannya kepada myungsoo sama asingnya seperti saat Yamashita si orang jepang itu berbicara.
Seakan-akan menegaskan kecurigaannya, myungsoo menatap kosong “kenapa dia akan merusaknya dia hanya seorang gadis kecil, bukan pegulat sumo”
“Ya, tapi dia akan tidur memakai sayap itu” jiyeon menjelaskan dengan sabar “karena itu selalu dilakukan gadis kecil, aku melakukan hal yang sama waktu itu dan tidur mengenakannya pasti akan membuat sayap itu rusak. Saat itu terjadi, kau bisa menjelaskan jika sayap itu akan pergi selamanya atau kau dapat memanjakannya dan memberikannya sayap lain. Biasanya aku menyarankan sangatlah berbahaya untuk memanjakan anak sekecil itu, tapi mengingat dia mengalami masa-masa buruk akhir-akhir ini, kurasa satu pasang lagi masih diperbolehkan”
Tanpa ragu, myungsoo mengambil semua sayap bidadari merah muda diraknya “maksudku satu pasang saja” jiyeon berkata pelan “bukan semuanya”
“aku tidak mau mengambil resiko, seperti katamu dia sudah mengalami masa-masa sulit dan trauma yang banyak” myungsoo memberikan sayap-sayap itu kepada pengawalnya yang terpana “jadi kita sudah memiliki sayap bidadari dan sayap-sayap cadangan, selanjutnya apa?”
Jiyeon tersenyum memerhatikan Minho yang biasanya terdiam dan kaku berjuang menyeimbangkan segunung sayap bidadari “jika kau sekarang diserang, pasti akan sangat menarik. Kau hanya perlu menampar mereka dengan tongkat perimu atau semacamnya minho”
Mulut minho berseluk “Aku akan mengingatnya”
“jangan mengkhawatirkan minho” sahut myungsoo “kemungkinan besar dia sudah dilatih bertarung dengan tangan kosong di kamp tentara. Jika ada situasi yang berbahaya, dia akan menemukan cara untuk memanfaatkan sayap-sayap bidadari itu sebagai senjata pembunuh” sinis myungsoo dengan tatapan tidak suka kepada pengawalnya kemudian beralih kearah jiyeon
“terima kasih, kau sudah mau melakukan semua ini untukku jiyeon..”
Jiyeon merasa sebagian tubuhnya membeku “aku melakukan ini semua untuk anak perempuanmu, bukan untukmu” jiyeon mengabaikan sebagian kecil dirinya yang mempertanyakan pernyataan itu, sama seperti dia mengabaikan kegemparan di setiap ujung sarafnya yang mengatakan bahwa myungsoo kebih menawan saat pria itu rapuh
“Ayo, kita masih memerlukan boneka” ucap jiyeon berusaha tenang
“aku tidak yakin tentang boneka, saat terakhir bertemu dengannya aku sudah membawakannya boneka” myungsoo menatap jajaran mainan dengan sesuatu yang nyaris seperti putus asa “kurasa, aku memilih jenis yang salah, ada berjuta-juta boneka dan aku bingung memilihnya. Boneka yang aku pilih waktu itu adalah boneka yang rumit dan dia terlihat sangat frustasi saat baju bonekanya tak dapat dilepaskan”
Perasaan jiyeon mencelos membayangkannya, seseorang yang sangat arogan kini terlihat seperti menghancurkan harga dirinya saat berjuang memilih boneka untuk anak perempuannya “aku rasa di menyukai boneka yang bajunya dapat dilepaskan dan dipasang kembali, ada juga boneka yang dapat berbicara dan menangis”
Kali ini ekspresi myungsoo terlihat sangat lucu “benarkah? Apakah ada yang mau membelinya?”
“Banyak sekali” jiyeon memberitahu dan menjelaskan kepada pria itu dan menikmati ekspresi lucu, terkejut dan penasaran dari pria itu “saat kau menekan tombol di tangannya, boneka itu akan menangis atau berbicara, sama seperti dikehidupan nyata”
Myungsoo bergidik dan menyatakan sesuatu dalam bahaya prancis “dan itu sangat menyenangkan?”
“Namanya bermain peran, memangnya kau belum pernah bermain pura-pura menjadi appa dan omma?” jiyeon melihat sekilas kearah myungsoo yang menggeleng “baiklah, lupakan omonganku barusan. Kurasa permainan komitmen bukanlah hal yang kau sukai. Berdasarkan pengalamanku, kebanyakan anak perempuan pasti sangat senang menggendong bayi. Coba saja kau meletakkan anak bayi sungguhan dan semua anak perempuan pasti akan segera mengelilinginya. Apapun yang orang katakan tentang feminisme, sebagian besar anak perempuan senang berpura-pura menjadikan boneka menjadi bayi”
“kau juga sama?” tiba-tiba tatapan pria itu menjadi sangat tajam dan jiyeon merasakan pipinya merona
“Ya” jiyeon berpaling dari myungsoo dan segera menaiki anak tangga. Ada beberapa hal yang dia rasa percuma untuk dipikirkan, terutama tentang pria itu. Dia hanya ingin semua ini cepat berakhir sehingga dia dapat bersembunyi dan menyembuhkan luka di hatinya
“aku tak tahu, apa yang harus aku beli tapi menurutmu apakah membeli banyak mainan tidak membuat anak kecil bingung?”
“aku bahkan telah mengatur ulang struktur bisnisku sehingga aku dapat menghabiskan waktu sebanyak mungkin dirumahku, untuk menemani anakku. Timku telah mendekorasi kamar tepat seperti yang dimilikinya sekarang sehingga dia akan merasa familiar dengan kamarnya, aku takut dia tidak akan bisa tidur dan takut dimalam hari karena dia belum terbiasa dengan suasana baru, kamarnya tepat disebelah kamarku dan aku telah menunjuk pengasuh terlatih untuk membantuku mengasuh Sohyun”
Jiyeon terdiam, dia merasakan sengatan air mata lalu berpaling dengan ngeri, mengedipkan matanya dengan cepat. Ya ampun, sebenarnya ada apa dengannya? Mengapa mendengarkan ucapan Myungsoo dan membayangkan pria itu mengurus anaknya dengan baik, membuatnya menangis haru? Berjuang menguasai emosi, jiyeon menghindar dan berpura-pura menatap beberapa boneka yang tersusun rapi di raknya. Terjadi pertempuran dalam dirinya dan ketika tangan myungsoo menyentuh bahunya, air matanya membuat tenggorokannya tersumbat “ini bagus” jiyeon menggapai sebuah boneka dan menjejalkannya ditangan myungsoo dan pria itu hanya diam
“Kau yakin? Aku memang bukan ahli tapi aku pikir ini tidak sesuai jiyeon”
Mengalihkan pandangannya dari bayangan gelap didepannya kearah boneka yang tadi disodorkannya, jiyeon sadar jika pria itu benar. Boneka yang dia pilih sangat tidak sesuai untuk anak kecil, jelas jiyeon tidak berkonsentrasi. Pikirannya mengembara.
Dengan tangan myungsoo yang masih berada dibahunya, myungsoo mengembalikan boneka itu keraknya “aku membuatmu sedih lagi” suaranya pelan dan apa yang bisa jiyeon lakukan hanyalah menggeleng, takut pada intensitas perasaannya sendiri
“tidak myungsoo”
“kau berusaha tidak menangis. Aku cukup tahu tentang wanita untuk bisa mengenali tanda-tandanya”
“aku percaya, karena kau sering membuat wanita menangis”
“tapi biasanya mereka tidak pernah menahannya dan seperti biasa kau berbeda. Jika kau ingin menangis, menangislah. Aku tahu aku berhak mendapatkannya, aku memang benar-benar bersikap brengsek padamu” myungsoo menyibak tambut jiyeon dari wajahnya yang menunduk, namun jiyeon menyentakkan kepalanya menjauh
“Jangan menyentuhku. Dan jangan bicara apapun lagi” jiyeon nyaris berharap dia bisa menangis, akan lebih mudah untuk membenci pria itu tapi masalahnya dia tidak membenci myungsoo. Dia tidak membenci pria itu sama sekali, sekalipun pria itu telah memerdayainya, membohonginya tapi jiyeon tetap tidak bisa membencinya.
Mengabaikan peringatan jiyeon untuk tidak menyentuhnya, myungsoo memegangi kedua bahu wanita itu erat-erat “jiyeon..”
“kita harus segera menyelesaikan ini, aku lelah. Aku tidak tidur semalaman” ucap jiyeon mencoba menjauh, tapi myungsoo menahannya, kekuatan fisik pria itu jelas terasa dari kekuatan genggamannya
“Baiklah, aku akan membicarakan tentang dimana Sohyun akan tinggal, apa kau punya gambaran dimana tempat tinggal yang akan disenangi gadis kecil, apakah menurutmu Jeju adalah tempat yang bagus..aku bisa membeli sebuah rumah baru untuk tinggal..”
“Aku tidak tahu, myungsoo..sungguh aku tak tahu” jiyeon akhirnya berhasil melepaskan diri dari myungsoo “bagaimana aku bisa tahu? Aku bukan seorang ibu” yang jiyeon ketahui hanyalah pikirannya sedang berantakan. Dia mengatakan kepada dirinya sendiri jika Myungsoo bukanlah pria yang tepat untuknya, dia pria brengsek yang telah memperalatnya. Myungsoo seseorang yang tak mau berkomitmen dan mempunyai keluarga namun sekarang jiyeon tahu jika pria itu telah memiliki anak perempuan yang dengan jelas dipuja dan setiap keputusan yang pria itu buat, termasuk memerdayain jiyeon dengan kejam untuk mecapai tujuannya. Kenyataan bahwa seorang Kim Myungsoo jelas-jelas berjuang sekuat tenaga untuk melakukan segala sesuatu dengan benar, entah bagaimana, membuat segala sesuatu terasa lebih memedihkan. Myungsoo tidak ingin menjadi seorang Ayah karena tidak ingin mempunyai komitmen dalam suatu hubungan namun kini dia telah mempunyai anak dan harus melakukannya benar. Myungsoo menghadapi kewajibannya. Bertentangan dengan komentar orang selama ini jika myungsoo tidak akan mengalami kesulitan dalam sebuah komitmen. Masalah pria itu hanyalah berhubungan dengan wanita dan itu tentu saja tidak akan mengejutkan. Bagaimana wanita-wanita di masa lalunya? Hingga dia sampai tidak ingin berkomitmen?
Memikirkan itu membuat jiyeon sakit kepala, terlebih saat memikirkan ibu Sohyun membuat tenggorokannya sakit karena emosi. Apa yang telah dilakukannya kepada Myungsoo? Kenapa dia tega melakukan perbuatan jahat kepada anaknya sendiri? Gumpalan padat sepertinya terbentuk dibalik dadanya.
Jiyeon melihat myungsoo yang terus menatap photo kecil ditangannya dengan senyum tulus, menatap sosok myungsoo yang dengan semangat menumpukkan mainan-mainan kedalam troli belanjaannya, dia melakukan itu hanya untuk anaknya. Dia menyayangi Sohyun anaknya. Dan itu membuat cintanya kepada myungsoo bertambah. Jiyeon jatuh cinta kepada myungsoo. Pada satu titik selama sandiwara gemerlap dan glamor mereka, kepura-puraan berubah menjadi kenyataan.
Perasaan yang sangat menyenangkan sekaligus membuatnya mual. Hatinya tiba-tiba berdesir cepat dan perutnya terasa sakit. Ketakutan dan keinginan bercampur dengan pengetahuan bahwa semuanya sia-sia. Bagaimana ini bisa terjadi? Dalam waktu yang singat dengan pria seperti myungsoo? Bagaimana bisa dia begitu ceroboh?
Membariskan kesalahan pria itu dalam benaknya, jiyeon berjalan meninggalkan myungsoo, menyembunyikan kepanikannya. Jiyeon mengadang bayangan myungsoo yang berbaring diatas selimut merah muda dengan sebuah buku dongeng dipangkuannya, membacakan buku itu untuk anak perempuannya yang sangat dia puja. Tangan jiyeon bergetar dan mencengkram jemarinya kuat-kuat
“Ada apa jiyeon?” tanya myungsoo lembut “saat kita datang ke toko ini kau seperti hendak menghukumku. Menarikku ke sekeliling sayap-sayap bidadari, menjejalkan tanganku dengan boneka-boneka dan juga mainan berukuran besar dan sekarang kau terlihat canggung, diam dan menghindariku seakan kau sedang menghukumku”
“Tidak” jiyeon menjawab cepat “Aku tidak apa-apa”
“Aku berharap kau mau bercerita kepadaku kenapa kau terlihat begitu sedih, atau kau masih memikirkan Sohyun?”
Jiyeon mencoba tersenyum “tentu saja aku memikirkan Sohyun, karena itu mengapa kita ada disini kan?” jiyeon berharap myungsoo berhenti memerhatikannya, tiba-tiba dia takut semua yang dia rasakan saat ini terlihat diwajahnya. Perasaan yang tumbuh didalam dirinya adalah hal baru, membuatnya sulit menyembunyikannya.
“jadi kita sudah mempunyai semua yang ada didalam daftar..” myungsoo mencoba mengerti akan jiyeon dan mencoba tak mengganggu jiyeon dengan pertanyaan-pertanyaan yang membuat wanita itu tak mau menjawabnya
“jiyeon, apakah ada hal lain yang kau pikirkan akan dia sukai? Apa yang sebenarnya seorang gadis kecil inginkan?”
Apa yang sebenarnya gadis kecil inginkan?
Jiyeon terpaku sejenak, pertanyaan itu membuatnya dapat menjawab dengan kepercayaan yang paling tinggi “yang paling diinginkan seorang anak adalah kasih sayang orang tuanya” jawab jiyeon lembut “selebihnya adalah hal yang manis seperti gula, permen dan kue-kue enak”
______________________________
“Kau yakin?” myungsoo mengepit ponselnya diantara bahu dan telinganya sembari membuka e-mail yang baru saja muncul di layar leptopnya “ya..aku sudah menerimanya, aku sedang mebacanya sekarang..baiklah, aku akan mengerjaka semua peraturannya”
Saat selesai menelepon, myungsoo sadar seluruh hidupnya akan berubah dan tidak bisa ditarik kembali. Selesai sudah. Para pengacaranya akhirnya memberikan kepastian. Dan sebuah senyum mengembang diwajahnya yang lelah.
Sohyun akan datang dan tinggal bersamanya, pengadilan telah memenangkannya. Dia memmenangkan hak asuh itu.
Pandangannya beralih pada setumpuk kecil mainan yang telah tersusun rapi di salah satu sudut penthouse yang ditata jiyeon. Dia kembali termenung memikirkan kenyataan bahwa dia akan mengurus seorang anak tanpa pengalaman apapun, ditambah fakta bahwa Sohyun telah menghabiskan waktunya selama ini bersama dengan wanita yang terlalu asik dengan dirinya sendiri hingga sebagian besar kebutuhan anaknya tak terpenuhi. Dilihat dari sisi manapun, dia akan melalui jalan yang tak akan berjalan mulus. Menatap mainan-mainan itu, tiba-tiba dia berharap jiyeon akan selalu ada disisinya, membimbingnya melewati lebig dari sekedar memilih boneka untuk Sohyun.
Tapi bukankah itu pemikiran yang gila? Pikiran yang egois, sebab dia tidak mempunyai apapun untuk ditawarkan kepada wanita itu. Bahkan dia tidak mempunyai pembelaan atas tuduhan bahwa dia telah memperdayai wanita itu.
Dia telah memperdayai Jiyeon..
Dia melakukan apa yang perlu dilakukan tanpa memikirkan konsekuensinya. Tapi dia tidak perlu memanfaatkan jiyeon lebih lama. Sandiwara mereka bisa diakhiri. Jiyeon dapat kembali kekehidupannya yang normal.
Jiyeon bisa kembali pulang kerumahnya dan merayakan Natal seperti yang selalu dilakukannya.
Myungsoo duduk dikursinya sangat lama untuk berpikir tanpa gangguan ponselnya yang terus berdering seperti biasanya.
Melihat melalui kaca yang mengelilingi penthouse mewah miliknya, salju kembali turun dan tiba-tiba teringat jiyeon. Wanita itu sangat menyukai salju.
Myungsoo berdiri dari duduknya, memutuskan untuk memberitahukan jiyeon tapi saat dia memeriksa tempat itu, dia tidak menemukan wanita itu.
Minho masuk kedalam ruangan itu setelah menerima panggilan dari myungsoo, pria tinggi itu menunduk hormat “Nona Park pergi ketaman tuan”
“Apa maksudmu dia pergi ke taman? Sekarang sangat dingin dan sekarang masih turun salju, kenapa kau tidak mencegahnya..” myungsoo hilir mudik diatas karpet tebal, salju terus terun melewati jendela, gumpalan tebal salju mendarat di tanah dan diam. Jalanan kosong dari orang-orang dan kendaraan, setiap orang terperangkap dalam rumah karena cuaca. Menatap melalui jendela, myungsoo mengintip diatara kepingan es yang berputar-putar, tapi gagal menemukan jiyeon “Apa yang dia lakukan ditaman, Minho?”
Minho mendeham “ dia membuat orang-orangan salju tuan”
“What? Dia sedang apa?”
“Membuat orang-orangan salju bos” ulang minho dengan senyum, dia berpikir baru kali ini dia mendapatkan tuannya khawatir dengan seorang wanita
“Orang-orangannya bagus, nona sangat pandai membuatnya..”
“Tunda gambaranmu tentang orang-orangan salju itu!!” myungsoo berbicara dengan tajam “apa dia meninggalkan pesan untukku?”
“ya, dia mengatakan jika dia memerlukan udara segar dan dia akan kembali setelah selesai”
“Dimana tepatnya dia sekarang?”
“Didekat kolam, tuan. Perlukah saya memanggilkan supir untuk anda?”
Myungsoo berjalan melintasi ruangan dan mengambil jas yang tersampir di kursi “tidak, aku akan berjalan kaki”
“tuan, mungkin kau bisa memberikan ini kepada nona Park, ini pasti akan sangat berguna” minho memasukkan tangan ke sakunya dan mengelurkan sebatang wortel “aku pergi kedapur dan mencarikan ini untuknya”
Myungsoo menatap wortel itu “sebut aku bodoh” guman myungsoo “tapi aku tak bisa membayangkan apa yang bisa dilakukan dengan wortel ini?”
“sepertinya kau tidak pernah membuat orang-orangan salju, tuan. Ini untuk hidungnya”
“baiklah..jangan banyak bicara, aku mengerti” merasa kurang nyambung dengan orang-orang disekelilingnya, myungsoo memasukkan wortel itu kesakunya dan bejalan melintasi ruangan untuk menemui jiyeon.
Saat mencapai pintu, dia terdiam, benaknya memikirkan sebuah ide. Nalurinya langsung menolak, tapi kali ini dia melawan nalurinya tersebut. Dia pikir, kenapa tidak? Jiyeon pasti menyukainya dan dia jelas-jelas berhutang banyak hal dengan wanita itu, dan mungkin idenya itu adalah secuil kebahagiaan setelah apa yang wanita itu lakukan untuknya.
Setelah memberikan intruksi kepada Minho yang melongo tak percaya dengan apa yang tuannya katakan, myungsoo meninggalkan hotel dan melintasi jalanan bersalju yang dingin, bertanya-tanya pada dirinya apa yang membuatnya mengejar seorang wanita melintasi taman dicuaca yang membuatnya beku ini.
Myungsoo menemukan jiyeon berjongkok di salju, mengeduk salju untuk dibentuk menjadi bola dan menambahkannya keorang-orangan salju. Rambut jiyeon terurai kebahunya yang tertutupi jaket dan pipinya terlihat merah muda karena kedinginan. Bibirnya bergerak-gerak dan awalnya myungsoo berpikir jiyeon berbicara kepada dirinya sendiri, tapi kemudian myungsoo menyadari bahwa wanita itu kini sedang bernyanyi.
“Five gold rings, four calling birds, three French hens..” nyanyi jiyeon, myungsoo tersenyum sembari berjalan mendekati jiyeon dan dia mengeluarkan wortel dari sakunya dan memberikannya kepada jiyeon yang kini menatapnya terkejut
“Beri dia hidung supaya kau bisa segera pulang dan menghangatkan diri”
“Terima kasih, aku baik-baik saja, aku senang berada disini” tanpa melihat kearah myungsoo, jiyeon menempelkan wortel itu keorang-orangan saljunya dan kembali berjongkok “bagaimana menurutmu?”
Myungsoo terdiam sesaat “spektakuler” ucapnya pelan sembari terus menatap jiyeon yang tak mau melihat kearahnya. Myungsoo berpindah posisi agar dia dapat melihat jiyeon dengan lebih jelas dan dia melihat mata wanita itu memerah.
lagi-lagi dia membuat jiyeon menangis..
Dipaksa menghadapi kerusakan yang dia sebabkan, myungsoo tersenyum getir. Kenyataan bahwa wanita itu masih mau membantunya dan mengesampingkan kesakitannya sendiri membuatnya merasa sama kecilnya seperti keping salju yang terjatuh di tangannya.
Jiyeon melepaskan sarung tangannya dan menggosok serta meniup tangannya agar hangat “jangan membohongiku, kau pasti berpikir jika aku ini gila” ucap jiyeon tajam
Myungsoo menggelengkan kepalanya, dia berpikir jika jiyeon sangat menakjubkan, pemberani dan juga cantik
‘Aku tidak berbohong dan aku tidak layak jika mengatakan buatanmu itu jelek” myungsoo membenamkan tanganya kedalam saku “aku beluum pernah melihat siapapun membuat orang-orangan salju seumur hidupku”
“Kau belum pernah membuatnya?”
“Ya, belum pernah sekalipun”
“Kau kehilangan banyak hal kalau begitu” jiyeon menekan kedua kelereng kedalam salju, diantara wortel, kemudian mundur kembali untuk mengagumi karyanya.
“Kau perlu menggeser kelereng yang kiri ketas sedikit, matanya terlihat tidak seimbang” ucap pria itu, dan jiyeon membenarkan kelerengnya sesuai dengan apa yang dikatakan pria itu
“Jadi apa yang kau lakukan disini myungsoo? Bukankah seharusnya kau sedang menelepon dan mengurus perjanjian atau membereskan masalahmu?”
“Aku meninggalkan ponselku di hotel”
Jiyeon menyeringai kecil “semuanya? Apa dunia bisnis tidak akan hancur?”
Myungsoo terdiam, dia baru sadar jika dia tidak peduli lagi “kembalilah kedalam bersamaku, jiyeon”
Senyum jiyeon menghilang “aku senang disini”
“Tapi sekarang kau basah dan kedinginan”
“Aku suka salju, bagiku itu tak apa” mengangkat wajahnya menatap kepingan salju yang turun, jiyeon menutup matanya “jika menutup mata, aku seperti akan kembali menjadi anak-anak”
Myungsoo merasakan ketegangan dalam tubuhnya “dan apakah itu menyenangkan?”
“Tentu saja” ucap jiyeon, mata coklatnya menatap myungsoo “salah satu kenangan masa kecil yang paling kusukai adalah pergi kehutan bersama haraboji untuk memilih pohon. Aku biasanya akan berdiri disana dan menghirup aroma pohon pinus, pernahkah kau pergi kehutan dan mencium udaranya? Harum yang paling sempurna, tajam dan menyengat..bau itu menusuk hidungmu dan masuk ke otamu, dan tiba-tiba kau merasakan Natal menyebar keseluruh tubuhmu. Apakah kau pernah merasakannya? Bahkan sekali seumur hidupmu?”
Myungsoo terdiam, dia tidak tahu bagaimana harus menjawab pertanyaan itu “Tidak, aku tidak pernah merasakannya”
Keriangan dalam mata jiyeon meredup “kurasa kau memang tidak pernah berdiri diam cukup lama untuk apapun selain bekerja. Kau selalu terburu-buru, bekerja, perjanjian, bisnis. Kau bahkan tidak libur saat Natal”
Myungsoo menatap jiyeon,terbagi antara ingin mengetahui lebih banyak tentang dirinya dari wanita itu dan ingin mengganti pembicaraan “Jadi apa yang kau lakukan saat kau dan kakekmu menemukan pohon yang kalian inginkan?”
“kami membawanya pulang dan menghiasnya. Itu adalah bagian terbaik, kami tidak mampu menghiasinya dengan hiasan bagus dan mahal, jadi aku dan haraboji membuat bintang-bintang dari tepung terugu dan air, memanggangnya di oven dan mencatnya dengan warna perak”
Myungsoo ingat bagaimana jiyeon menatap kemewahan hiasan pohon natal diacara dansa, myungsoo bisa dengan mudah membayangkan jiyeon duduk dimeja dapur dengan senyum lebar diwajahnya dan rambutnya yang terurai membuatnya sedikit tersenyum “sejak kapan kau tinggal dengan kakekmu dan nenekmu”
Jiyeon meraih ranting dan mematahkannya menjadi dua “sejak aku berumur empat tahun. Suatu hari orang tuaku pergi merayakan ulang tahun penikahan mereka dan aku dititipkan kepada haraboji dan helmoni. Aku ingat aku bersemangat sekali karena akan tidur dikamar tamu mereka, kamar kecil dilorong dengan atap menurun dan pemandangan kearah danau dan hutan didekat rumah mereka. Rasanya seperti petualangan besar dalam hidupku dan aku tidak sabar ingin menceritakan seluruh detailnya kepada orangtuaku” jiyeon terdiam tiba-tiba seperti ada yang menahan napasnya “lalu suatu pagi, haraboji datang kekamarku dan berkata jika orangtuaku tidak bisa menjemputku. Mobil mereka tergelincir di jalanan saat hujan dan mereka tidak bisa selamat”
Myungsoo terdiam, merasa sangat tidak berdaya. Dia memerhatikan salju yang terun disekitar bahu jiyeon dengan diam. Rambut panjang coklat itu satu-satunya hal yang terlihat hangat dan berwarna ditempat itu. Semuanya terasa terasa dingin, termasuk dirinya. Pengungkapan masa lalu jiyeon perlu mendapatkan respon, tapi dia tidak memiliki gagasan respon seperti apa yang dapat dia berikan, dia tidak terbiasa menghadapi pengakuan emosional. Orang-orang tidak pernah bercerita padanya selama hidupnya, dia hanya mendiskusikan saham dan obligasi, merger dan akuisisi bukan perasaan seperti sekarang yang dia dengar.
Myungsoo tidak pernah berurusan dengan perasaan …
Bertanya-tanya kemana semua kata-kata luwes yang selalu bisa dia sampaikan, myungsoo dengan kikuk kembali bertanya kepada jiyeon “Jadi kau tinggal bersama mereka kerana itu?”
“Haraboji baru saja pensiun, mereka sedang menantikan saat-saat untuk menikmati kebersamaan bersama keluarganya. orangtuaku bahkan telah memesan pesiar keliling dunia dengan hasil kerjanya selama ini untuk hadiah kepada haraboji dan halmoni..” suara jiyeon serak “mereka membatalkannya..mereka memberikanku tempat tinggal, mereka membelikanku rumah, mereka menyekolahkanku,,” jiyeon menarik napas panjang “mereka menjadi orangtuaku, Appa dan Ommaku”
Dan cinta yang dirasakan jiyeon terhadap kakeknya merupakan suatu yang nyata dan gamblang, myungsoo melihatnya dimata dan senyum jiyeon. Pada semua yang wanita itu lakukan, myungsoo dapat melihatnya dengan jelas.
“kau beruntung..” begitu mengucapkan itu, myungsoo mempersiapkan diri menghadapi balasan tajam. Wanita itu pasti akan mengatakan dirinyalah yang beruntung. Mengingat dirinya adalah miliuner yang kaya raya.
Tapi jiyeon terdiam, dia tidak mengatakan apapun tentang itu. Sebaliknya, jiyeon mengusap salju dari pipi dengan tangannya yang bersarung dan mengangguk “Aku tahu aku beruntung. Itulah mengapa aku begitu sedih dan khawatir saat orang itu mengambil foto setengah telanjangku. Setelah segala sesuatu yang mereka lakukan untukku, semua pengorbanan yang mereka lakukan supaya aku mendapatkan kehangatan dan cinta, aku tak sanggup membuat kakekku berpikir kalau aku mengecewakannya dengan cara seperti itu. Aku hanya ingin membuatnya bangga padaku” jiyeon menggigit bibirnya
“Aku masih marah padamu karena kau secara tidak langsung mengangkat kesedihan itu dariku, tapi aku juga lega ternyata Minho bisa menangkap orang itu”
Ucapan jiyeon itu membuat myungsoo merasa bersalah dan membuatnya mengumpat pelan “Maaf, aku salah melakukan itu padamu”
“tidak, mungkin benar. Kau melakukan apa yang perlu kau lakukan untuk gadis kecilmu” jiyeon kembali berdiri dan mengamati orang-orangan saljunya “kau siap melakukan apa pun untuk melindungi anakmu, aku senang. Itulah yang keluarga lakukan myungsoo, keluarga harus tetap bersama, apapun yang terjadi. Keluarga harus menjadi tempat bergantung dalam kehidupan seseorang”
“kenapa kakekmu sangat ingin kau menikah?”
“aku kan sudah bilang, haraboji sangat kolot..dia percaya jika kau memiliki keluarga, segala sesuatunya akan menjadi baik-baik saja didunia ini”
“Kau membuatku semakin merasa bersalah” gerutu myungsoo dan jiyeon tersenyum padanya, senyum merekah yang menghangatkan udara dingin karena disungging dengan sangat berani.
“Jika kau mampu merasa bersalah, berarti ada harapan bagimu tuan kim myungsoo”
Adakah? Sudah sekian lama myungsoo hidup tanpa rasa itu, dia tidak yakin dengan apa yang dia rasakan.
“kembalilah ke hotel. Diluar sini benar-benar membekukan”
“maksudmu kau kedinginan? Lelaki kuat sepertimu?” jiyeon menggoda dan sorot matanya menari-nari dengan gurauan saat mendongak menatap myungsoo. “Kau payah. Kakekku pasti akan lega saat aku mendepakmu. Dia ingin aku menemukan laki-laki sejati, bukan orang yang gemetaran dan menyedihkan yang tidak sanggup menghadapi perubahan cuaca”
Jiyeon memekik kaget saat myungsoo tiba-tiba bergerak dan menjatuhkannya kesalju “Kau bilang aku payah?” bibirnya menghusap bibir jiyeon, merasakan kelembutan. Myungsoo baru saja akan membawa ciuman itu lebih serius ketika jiyeon menjejalkan setumpuk salju kedalam sweaternya. Myungsoo mengumpat saat dinginnnya es menyentuh kulitnya “ini caramu menilai lelaki sejati nona park?”
“itu baru salah satunya” jiyeon tertawa, tapi karena tubuhnya asih terperangkap dalam dekapan myungsoo. Pria merasakan adanya perubahan dalam diri jiyeon.
Manatap mata wanita itu, dia melihat sesuatu yang menghisap habis semua kejenakaan situasi ini..sesuatu yang sering dia lihat dimata wanita.
untuk beberapa detik, myungsoo tidak dapat bergerak dan berpikir apakah jiyeon menyadari apa yang telah dia ungkapkan, berbaring didekap myungsoo dengan harapan dan mimpi yang dia tunjukkan dimatanya.
Myungsoo langsung melompat berdiri, menarik diri adalah reaksi naluriahnya yang sudah terperogram dengan pengalaman hidup dan kesinisan mendarah daging tentang rentannya suatu hubungan, akan sangat jahat bukan, jika dia menyakiti jiyeon lagi, Wanita dewasa kekanak-kanakan yang masih percaya pada akhhir yang bahagia, lebih jauh daripada yang telah dia lakukan kan?
“Kau menggigil” menjaga nada bicaranya tetap santai, myungsoo menarik jiyeon berdiri dan membersihkan salju dari jeketnya. Jiyeon menatap kebelakang myungsoo dan untuk beberapa saat dia berpikir jiyeon hanya menghindari kontak mata dengannya, tapi kemudian dia melihat ekspresi muka wanita itu berubah.
“Ada apa?”
“dibelakangmu” jiyeon bergumam “paparazi lagi, mengapa orang-orang itu sangat tertarik pada kehidupanmu? Kemanapun kau pergi, pasti ada lensa kamera yang lebih besar dan lebih panjang, kita sebaiknya terlihat seperti sedang jatuh cinta, ya kan?” kata-kata itu mengalir dari mulut jiyeon, seolah-olah tak berarti apapun lagi. Myungsoo menatap wajah wanita itu, dia terdiam merasa tak enak seperti sesuatu terenggut dalam dirinya
“kita tidak perlu melakukan itu. Kita dapat menghentikan sandiwara ini kapan pun kau inginkan. Semuanya sudah selesai”
“Apa maksudmu?” mata jiyeon membesar saat memahami maksud myungsoo “Maksudmu..??”
“Apa kau kau sudah mendapatkan hak asuh Sohyun? Ya Tuhan, aku senang sekali..kau benar-benar luar biasa” jiyeon melingkarkan lengannya ketubuh myungsoo, memeluknya erat,berseru gembira. Mata jiyeon berkaca-kaca dengan air mata bahagia dan myungsoo menghusap air mata itu dengan ibu jarinya, terpukau pada cara wanita itu mengekspresikan emosinya dengan bebas, tersentuh karena kebahagiaan jiyeon untuk anaknya.
“Masih ada prosedur hukum yang harus diselesaikan namun pengacaraku mengatakan jika Sohyun bisa datang dan tinggal bersamaku seminggu setelah natal. Walaupun mungkin tidak berarti apa-apa, pengacara-pengacaraku pikir dengan melihatku bersamamu timbangan hukum menjadi lebih berat kesisiku”
“Aku senang sekali mendengarnya, jadi apa artinya itu?”
Apa artinya? Myungsoo masih belum menemukan jawaban atas pertanyaan itu. Dulu, saat seseorang wanita jatuh cinta kepadanya, myungsoo selalu menganggapnya sebagai kesalahan pembeli. Tapi dengan jiyeon, menjalani hidup dengan buku aturan yang berbeda.

PASSIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang