Jaeger Butuh Sedikit Terapi Otak

689 64 4
                                    

[Kamis, 25 Januari XY70 – 08.46]

Dan satu fakta baru lagi yang diterima Jaeger, dia sekali lagi menggunakan Theos. Kabar baiknya, dia jadi berguna. Sangat berguna malah kalau menurut Zalora. Kabar buruknya Jaeger baru saja merusak catatan bersihnya sebagai Pecinta Alam. Untuk sekarang itu bukan masalah besar, dia sekarang hanya ingin berguna dan bertahan hidup sampai petualangan ini selesai.

Sayangnya, selepas pertemuannya dengan makhluk-makhluk gesit tadi, pikirannya jadi tak terkendali. Para Penerjang—setidaknya begitulah Aleta menyebutnya—sepertinya memang mengeluarkan semacam aura aneh yang membuat seseorang jadi kena penyakit pikiran. Aleta jadi cemas dengan segala hal, Zalora jadi sedikit kurang mampu berpikir dengan jernih, dan Jaeger? Dia yakin dirinya lah yang paling parah.

Dia juga kebagian rasa cemas dan kurang mampu berpikir jernih. Tapi dia juga kedapatan bagian jadi agak tidak sabaran, bimbang, dan penyesalan yang berlebihan karena merusak dua pohon. Memang sih, Jaeger tidak pernah melakukan itu sebelumnya. Tapi harusnya dia tidak terbayang-bayang soal kejadian itu tiap lima belas menit sekali dan jadi marah pada dirinya sendiri karenanya, 'kan?

Jaeger merasa kalau dirinya benar-benar butuh terapi otak. Atau setidaknya air untuk mandi, tubuhnya penuh keringat karena aksi heroik menyelamatkan dua gadis.

Para monster itu sudah jauh di belakang, mungkin membusuk atau apa. Tapi Jaeger rasanya sudah lebih gila dari yang dia perkirakan. Sebab beberapa lama setelah meninggalkan para Penerjang cukup jauh, Jaeger melihat sosok berjubah hitam lusuh berjalan memasuki hutan lewat sebelah kiri mereka. Sosok itu nyaris sepenuhnya tertutup jubah kecuali bagian kakinya yang sempat dilihat Jaeger sebelum sosok itu lenyap sepenuhnya ke dalam kegelapan hutan. Tubuhnya kira-kira setinggi manusia dewasa biasa, hanya saja sepertinya jauh lebih ramping—Jaeger hanya mengira-ngira dari lekukan jubahnya—kakinya cukup kecil dan warnanya seutuhnya putih. Lalu yang cukup aneh jalannya agak ... sulit, seolah kaki mungilnya seberat satu ton. Jaeger segera menghilangkan halusinasinya. Tapi begitu melihat wajah Aleta dan Zalora, kedua gadis itu nampaknya ketakutan.

"Kalian kena efek takut dari para Penerjang tadi?" tanya Jaeger yang masih tidak mengerti kenapa kakaknya dan Aleta bisa kehilangan ketenangan mereka.

Untuk sesaat, Zalora saling lirik dengan Aleta. "Yah," katanya, "kau ingat saat kami memutuskan untuk segera melanjutkan perjalanan secara buru-buru?"

Jaeger mengangguk dengan heran.

"Kurasa," ia mulai melirik ke arah hutan, aneh, "makhluk tadi adalah sebabnya."

Jaeger ingin bertanya lebih lanjut, tapi Zalora sama sekali tidak memberi kesempatan. "Kami masih belum yakin. Hanya saja, makhluk itu memang berjalan dengan cara yang sama anehnya. Lalu, jubah lusuhnya memang tipikal jubah lusuh para pengembara gila yang tersesat atau apalah—"

"Tapi aku yakin tadi itu memang jubah lusuh yang sama," potong Aleta cepat-cepat.

Zalora menghembuskan napas berat lewat mulut, "Sayangnya aku juga. Dan kalau kau ingat soal para makhluk biru besar, makhluk berjubah tadi mampi membanting mereka semudah membanting kerikil."

"Pertanyaan teakhir," kata Jaeger. "Kenapa kau menyebutnya makhluk?"

"Sebab dia memang bukan manusia atau pun Elementarian," jelas Aleta.

Dan satu lagi alasan baru kenapa Jaeger butuh terapi kewarasan.

Kalau diingat-ingat lagi, sosok tadi lumayan mirip hantu atau arwah-arwah penyembelih nyawa—apa istilahnya? Reaper?—dan untuk kali ini Jaeger jadi menyesal telah mengingat sosok baik tadi.

Elementa : Lost ConditionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang