Sebastian (cerpen)

16 2 0
                                    

Aku terbangun dengan merasakan bulu kuduk yang berdiri merinding. Samar melihat sekeliling, hingga aku berkedip beberapa kali untuk sedikit memperjelas pandangan.

Wah, kamar yang luar biasa mewah. Kamar ini didominasi dengan warna putih tulang pada setiap sudut temboknya serta dilengkapi dengan lampu gantung dengan cahaya redup yang cantik dihiasi potongan kaca hexagon berwarna keemasan memberikan kesan elegan, ditambah dengan perabotan antik dari kayu yang tersebar di penjuru ruangan. Bahkan saat ini aku terbaring di atas kasur air yang luar biasa nyaman dan selimut hangat berwarna coklat milo dengan corak abstrak. Tunggu... ini di mana ya? Tetiba sadar aku tidak di kamarku.

Seketika aku menengok ke kanan saat mendengar pintu yang berderik tanda dibuka oleh seseorang, yang aku yakin sebenarnya ia sudah menahan agar pintu tak mengeluarkan suara yang akan membangunkanku. Dan benar ketika ia, pria itu tersentak menemukanku terjaga di atas ranjang. Dalam hitungan detik ia hapus wajah tersentaknya dengan senyum hangat dan memandangku dengan lembut, menggunakan mata yang membuatku beku. Pria yang memakai kemeja hitam berikut celana berwarna senada itu memiliki mata yang aneh, berwarna merah darah.

"Nona sudah bangun?"

"Hah?" Apa dia bilang? Nona? Aku menengok ke kanan dan ke kiri. Lalu dengan wajah polos (atau lebih tepatnya bodoh) aku menunjuk diriku sendiri.

"Iya, nona."

Suaranya terdengar sedikit berat tapi memberikan sensasi tenang yang... memabukkan.

"..." Aku diam. Bingung.

Pria itu melangkahkan kaki mendekati ranjang yang kutempati lalu duduk di pinggirannya, mengacuhkan ekspresi melongo-ku yang hanya mampu mengekorinya dengan pandangan bingung.

"Ah, saya bawakan nona secangkir teh stroberi kesukaan nona." Ia lalu meletakkan nampan berisi cangkir yang ia bilang berisi teh stroberi di atas nakas samping ranjangku.

"Kenapa nona berantakan sekali, apa nona mimpi buruk?" Ia berkata (masih dengan senyum yang sama) seraya mengulurkan tangan merapikan rambut hitam sebahuku yang berantakan lalu turun mengelus lembut pipiku. Aku terkesiap ketika tangan dinginnya menyentuh pipiku.

"Nona selalu seperti ini setiap bangun tidur. Seakan tidak mengenali saya. Ini membuat saya sedih." Ujarnya ketika menyadari keterkejutanku akan sentuhannya, lalu menarik kembali tangannya.

"..." Aku masih terdiam. Tunggu, bukankah pria ini adalah Sebastian Michaelis? Dan dia memanggilku nona? Apa-apaan ini?

Tiba-tiba aku dikagetkan (lagi) dengan deringan alarm di meja. Ia melihat jam pada tangannya.

"Saatnya nona mandi. Mari."

Tidak menunggu jawabanku yang sedari tadi hanya terdiam, pria yang menurutku bernama Sebastian ini lalu menyingkap selimut hangatku dan menggendongku ala bridal. Karena terlalu tiba-tiba membuat tanganku spontan melingkar pada lehernya. Sebastian membawaku masuk ke dalam kamar mandi yang tak kalah mewah dari ruang tidur tadi. Ada sebuah bathup berwarna putih yang sudah terisi air hangat hampir penuh, terlihat dari asap yang samar mengepul.

"Nah, mari kita mandi, nona."

Tunggu, dia bilang "mari kita mandi"? Dengan posisi aku di gendongannya? Berdua? Aku melotot melihatnya dengan mulut sedikit terbuka. What the hell! Belum selesai keterkejutanku, tiba-tiba Sebastian melemparku ke dalam bath up dengan wajah lebih dahulu menjerembab ke dalam air pada bath up.

***

"Oii, bangun! Maghrib kali." Terdengar suara cempreng menyebalkan milik Lang, adikku, yang disertai basah pada wajahku.

Aku terbangun dan mengusap wajahku dengan tangan. Aku melihat ada pistol air milik Saka adik bungsuku, digenggam manis di tangannya.

"Bangun, kebo banget lo, kak. Maghrib juga molor aja. Pamali tau. Dipanggilin kaga bangun lagi lo." Ucapnya masih dengan suara cempreng dan pasang wajah malas. Pasti Lang dipaksa Ummi untuk membangunkanku. Berikutnya ia dengan santai melempar pistol air mainan tersebut ke kasurku diikuti pandangan yang mengisyaratkan aku harus segera bangun.

"Iihh, bangunin sih bangunin. Gak nyiram air juga kali, Laaang. Bawa gak tuh pistol air Saka. Airnya merembes ke kasur!" Sungutku setelah sadar. Aku melirik laptop di sampingku. Masih menyala, tapi film "Black Butler" yang tadi aku tonton sudah berakhir.

"Bodo. Turun lo, suruh mandi terus sholat maghrib sama Ummi. Buruan, gak pake lama." Setelahnya Lang berjalan santai keluar kamarku.

"Iyaaa. Ihh...!"
Aku lalu bangun dan duduk di kasur, mematikan laptop tapi sebelumnya aku sempatkan melihat wajah tampan Sebastian Michaelis yang diperankan oleh Hiro Mizushima. Lalu aku berlari ke kamar mandi sebelum Ummi teriak 'mandi' dari lantai bawah.

#end#

Maafkan keisengan saya pas nemu muka Hiro Mizushima di galeri hape dan membuat cerita absurd ini.
XD

AksapanuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang