01 | MON(ster)DAY

48 1 4
                                    

Rena menghentakkan langkahnya kasar. Pagi ini seharusnya menjadi pagi yang menyenangkan baginya, sebelum sebuah pesan masuk ke ponselnya pagi tadi. Pesan dari seseorang yang sangat menyebalkan.

--

LINE | 06.20 a.m

Ryan Saputra Beliin Latte ya, Ren. Low sugar. Gue tunggu di pohon cinta skrng. Cptn ga pake lama!


--

Lihat, betapa menyebalkannya isi pesan itu. Mengingatnya saja sudah membuat kepalanya pusing. Kini, Rena bahkan harus melakukannya. Hari Senin-nya yang seharusnya indah berubah menjadi kelam.

Hhhhh...

Rena menghela nafasnya kesal. Kakinya melangkah kasar di atas lantai ubin koridor. Baru saja menginjakkan kaki di sekolah, Rena sudah harus buru-buru membeli kopi dan mengantarkannya ke cowok gila yang dibencinya itu.

Padahal Ia sengaja datang lebih pagi untuk mengerjakan tugas Matematika yang belum selesai. Ia benar-benar tak bisa membayangkan amukan Pak Sakti--guru Matematika paling killer di sekolah--kalau tugasnya tak diselesaikan dengan baik.

Tapi kini, bukannya buru-buru menyelesaikan tugas itu, Ia malah harus buru-buru mengantarkan kopi untuk cowok yang dibencinya. Bahkan tas sekolahnya masih bertengger di punggung. Kalau bukan karena taruhan, gadis manis itu tak akan sudi 'melayani' permintaan cowok menyebalkan itu.

Tak berapa lama, langkah kakinya mulai memasuki halaman sekolah. Di tengah pelataran itu, terdapat pohon beringin besar yang sudah ada sejak pertama kali SMA Cinta Hati dibangun. Pohon itu sdah turun-temurun dikenal sebagai 'pohon cinta'. Entah apa alasannya. Mungkin maksudnya agar cinta selalu bersemayam di hati setiap siswa SMA Cinta Hati. Namun ada juga menyebut penamaan ini karena di sekitar pohon biasanya duduk beberapa pasangan yang sedang kasmaran, karena itulah mereka menyebutnya 'pohon cinta'. Sebuah fakta yang menurut Rena sangat menggelikan.

Rena melangkahkan kaki sambil terus mengedarkan pandangannya. Matanya terhenti di salah satu bangku di dekat pohon itu. Di sanalah manusia-paling-menyebalkan-di-seluruh-dunia duduk santai. Siapa lagi kalau bukan si pembuat onar, Ryan Saputra.

Rena pun segera menghampiri cowok itu. Ia mendecak kesal ketika dilihatnya Ryan duduk dengan santainya sambil mengangkat satu kakinya. Persis seperti majikan yang menunggu pelayannya. Cih!

"Nih, kopi lo!" sentaknya sambil menghentakkan gelas kertas di tangannya ke hadapan cowok berambut spike itu.

Ryan menoleh dan mendapati Rena dengan segelas kopi favoritnya. Ia pun menyunggingkan senyum jahil khasnya sambil meraih gelas dari tangan Rena.

"Hmm..." Ryan menyesap kopinya perlahan, sambil berlagak menikmati cairan hitam itu. Gesture yang sungguh dibenci Rena.

"Lo kok ngeselin banget, sih" Rena tak bisa lagi menahan kesalnya di hadapan cowok itu. Sementara Ryan malah terkekeh melihat ekspresi Rena.

"Lo kalo lagi marah lucu, ya" ujarnya santai.

"Gak lucu tau'!" Rena memanyunkan bibirnya sementara kedua alisnya sudah hampir menyatu di tengah. Ryan lagi-lagi malah tersenyum jahil.

"Lagian lo, sih, mau aja taruhan sama gue." Ryan menyesap kopinya santai, mengabaikan Rena yang semakin geram dengan sikapnya.

"Tapi 'kan gak kayak gini, Yan! Lo tau, gue udah dateng pagi-pagi buat ngerjain tugas, lo malah nyuruh gue beliin kopi!"

That Crazy BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang