Pagi itu, kelas 12 IPA yang biasanya sepi, kali ini ramai. Beberapa kumpulan cewek sibuk menggosip ria. Pasalnya, ada kabar burung yang mengatakan kelas mereka akan kedatangan murid baru.
Sementara itu, Gisell dengan cueknya membaca buku di bangku tengah belakang, spot favoritnya di kelas. Ia memang tak tertarik dengan hal-hal seperti itu.
Rena yang datang belakangan, keheranan dengan suasana kelasnya yang tak wajar itu.
"Sell, itu kenapa sih anak-anak pada ribut?" ujarnya sambil menaruh tas di sebelah bangku Gisell.
"Oh, itu loh.. ada anak baru katanya." Gadis berkacamata itu menjawab acuh tak acuh.
"Anak baru?" Rena terkesiap. Seseorang yang baru Ia temui kemarin terlintas di benaknya.
Jangan-jangan...
Buru-buru Ia duduk di samping Gisell.
"Sell, gue perlu cerita sama lo!"
"Hmm... Cerita aja." Gisell dengan cuek tetap fokus pada bacaannya.
"Ih, serius Sell!" Rena yang jengkel mulai menarik-narik lengan baju Gisell.
"Yaudah buruan." Gisell masih tak mengalihkan pandangan dari bukunya, yang membuat Rena semakin geram.
"GISELL!"
Cewek itu baru menoleh. Ia tahu, Rena tak suka jika lawan bicaranya tidak memusatkan perhatian padanya. "Iya-iya, ini gue dengerin."
Rena menyinggungkan senyumnya. "Kayaknya gue tahu, deh, siapa anak barunya." ujarnya sambil tersenyum jahil.
"Oh, ya? Tahu dari mana lo?" Gisell menggeser posisi duduknya menghadap Rena.
"Kemaren pas lo ga masuk, gue ketemu sama dia. Pas gue lagi di kantin, gue gak sengaja tabrakan sama dia. Abis itu gue anterin dia ke ruang Tata Usaha..."
"Sinetron banget, ya?" Gisell memotong perkataan Rena sambil melemparkan senyum jahil padanya.
"Ihh.. Gisell nyebelin, deh!" Sebuah tepukan mendarat di pundak Gisell cukup keras. Pelakunya, Rena yang sudah memasang manyun khasnya.
"Lo tau, dia ganteng banget, loh! Terus tinggi, segini." Rena mengangkat tangannya di atas kepalanya, menunjukkan seberapa tinggi sosok yang dibicarakan. "Kayaknya anak basket, deh. Dia ganteng, Sell! Banget. Tirus kayak oppa-oppa korea gitu. Terus udah gitu..."
"Lo tau gak sih, Ren, lo udah mulai alay kayak mereka, tuh." Gisell menepukkan bukunya di puncak kepala Rena, tak tahan dengan sifat centil Rena yang mulai terlihat.
"Sakit, Seeelllll!!" ujar Rena sambil mengusap kepalanya yang kena timpuk novel. "Lagian 'kan gue cuma cerita, apa salahnya..." lanjutnya sambil manyun.
Gisell hanya tertawa gemas melihat ekspresi Rena.
Tak lama berselang, bel tanda masuk sekolah berbunyi. Pak Sakti, guru matematika killer sekaligus wali kelas mereka masuk kelas sambil menenteng buku-buku pelajaran. Setelah berdoa dan menyanyikan lagu Indonesia Raya yang dipimpin dari pusat, Gisell yang notabene ketua kelas 12 IPA 2, memberi salam pada laki-laki paruh baya itu, diikuti seluruh anggota kelas.
"Anak-anak, hari ini ada yang perlu bapak kenalkan pada kalian...." Pak Sakti membuka hari itu dengan sebuah pengumuman penting, namun Rena yang duduk di belakang itu malah sibuk sendiri.
Ia mulai mengeluarkan beberapa buku tulis, buku paket matematika tebal serta pouch isi alat tulis. Seperti biasa Ia pun membuka pouch yang berisi alat tulis, memastikan semua ada pada tempatnya. Kemudian Ia sadar ada sesuatu yang belum dilakukan. Ia lupa mematikan ponselnya. Buru-buru Ia merogoh ke dalam saku tas, kemudian memastikan ponselnya dalam keadaan off.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Crazy Boy
Teen FictionLaki-laki menyebalkan. Hanya itu yang ada dalam pikiranku setiap kali kudengar namanya. Alasannya, karena dia memang benar-benar menyebalkan. Entah apapun yang kulakukan, dia selalu ada di sekitarku. Bergentayangan seperti hantu, dan mengusiliku. Ap...