PS 1 _ First Meet

69.3K 3.2K 77
                                    

Mentari semakin memanas jalanan tampak sabah seorang gadis tengah berjalan sambil mengerutu. Ia menendang kaleng minuman yang baru saja diteguknya. Kaleng kosong itu dengan tidak sopannya mengenai kaca mobil seorang pria berwajah oriental. Mata sipit pria itu yang tadinya terlihat tenang kini menajam.

Gadis cantik tadi yang menggunakan pakaian kerja dengan blazer berwarna biru tua itu berpura-pura tak terjadi apa-apa ia ber-akting membenarkan penampilannya. Ia ambil sebuah kaca bedak dari tasnya. Pura-pura merias wajahnya.

Pria itu berjalan mendekati gadis berhazel indah itu. Gadis itu masih berlagak tak terjadi apa-apa. Meski ia takut jika pria di depannya meluapkan amarah yang tak terkira. Dirinya kenal betul siapa lelaki itu. Namun, lelaki itu sudah pasti tak mengenalnya.

"Nona! Apa kau tak pernah diajari cara membuang sampah yang benar, hah?" tanya Justin dengan tatapan tajam.

"Sampah. Maksud Anda apa, Tuan?" elaknya dengan mimik wajah dibuat selugu mungkin.

"Kau yang menendang kaleng ini, kan?" Netra itu menampakkan kilatan amarah yang tak mudah terbaca.

"Kau salah orang. Tak mungkin saya melakukan itu. Maaf, saya harus bekerja. Permisi!"

Pria itu menggerutu kesal saat siluet itu semakin menjauh. Namun, seringaiannya muncul saat ia melihat gadis itu memasuki gedung Royal Apparelle. Tempat itu milik koleganya dan ia juga memiliki saham di sana. Makanya, hari ini ia akan mengikuti rapat. Jika, benar gadis itu kerja di sana maka dirinya akan memastikan bahwa penderitaannya akan dimulai.

***

Ruang rapat sudah dipenuhi para petinggi beserta pemegang saham. Pria dan gadis tadi juga ada di sana. Gadis itu tampak biasa-biasa saja. Sementara sang pria bertanya-tanya siapa perempuan itu kenapa ia bisa mengikuti rapat.

"Tuan Rayhan, bagaimana menurut Anda mengenai proyek pembangunan perumahan yang berdesain indis itu?" tanya Tuan Perkov tak sabar menunggu jawaban rekan bisnisnya. Pemilik Royal Apperelle ini berdarah kental Prancis. Maka tak heran jika logat bahasanya terdengar kaku.

"Saya setuju saja. Akan tetapi, bagaimana dengan lokasi pembebasan lahan itu? Bukankah itu masih menjadi sengketa?" Pria bermata sipit itu hanya mencari alasan agar tempat itu dialihkan karena ia tahu tempat itu adalah wilayah kekuasaan keluarga besar Glory Victory grup. Ia bukannya tak bisa mengambil alih hanya saja terlalu malas dengan pimpinannya. Siapa lagi kalau bukan pria paruh baya bernama Richard Fernandez yang selalu menganggapnya anak kecil ingusan.

"Tenang saja, Tuan. Tempat itu milik Tuan Richard sepenuhnya jadi apa yang dikhawatirkan karena Tuan Richard mau berkerjasama dengan kita. Bukan begitu Nona Franzuela Fernandez?" jelas Tuan Petkov dengan melirik gadis yang membuat masalah dengan Rayhan Justin Julio tadi.

"Iya, kami sudah setuju untuk bekerjasama dengan Royal Aparelle," jawab Franzuella santai.

Justin tak percaya wanita tadi yang telah membuat emosinya memburuk adalah putri teman ayahnya itu yang sangat menyebalkan. Mungkin benar buah jatuh tak jauh dari pohonnya, pikirnya. Tidak anak, tidak ayah membuatnya kesal.

Rapat pun selesai dengan berat hati Justin bekerja sama dengan gadis menyebalkan itu.

***

"Nona Fra. Anda tak mengendarai kendaraan pribadi sendiri?" tanya Tuan Petkov yang melihat Franzuella sedang mencoba menelpon taksi langganannya.

"Tadi, mobil saya mogok," jelas Franzuella dengan raut wajah yang sulit diartikan.

"Kalau tak ada acara ke Kelapa Gading, saya mungkin bisa mengantarkan Anda. Bagaimana kalau Anda kembali ke kantor dengan Direktur Rayhan? Kebetulan kalian searah. Anda tak keberatan kan, Tuanya Rayhan?" ujar Tuan Petkov kepada pria yang tengah berdiri di sampingnya.

"Iya." Satu kata terpaksa itu yang sekarang terucap di bibir Justin.

"Mari, Nona Fra!" Justin terpaksa tersenyum ramah.

Justin mengemudikan mobilnya dengan lambat. Sebenarnya bukan lambat tapi santai karena ia malas kembali ke kantor. Dapat dipastikan ayahnya akan datang lagi untuk memaksanya menikah. Siapa sangka jika pria tampan rupawan ini tak memiliki kekasih. Entah kenapa hal itu bisa terjadi.

"Nona, Fra. Setahu saya Tuan Richard hanya punya satu putri bernama Caca. Anda benar putrinya?" tanya Justin tanpa basa-basi.

"Tentu. Saya dan Fransisca kembar. Saya enam menit lebih dulu lahir. Saya tinggal di London," jelas Franzuella dengan wajah muram.

Justin hanya mengangguk. Ia masih fokus ke jalanan. Namun, bibirnya terus berkumandang memberi pertanyaan pada gadis di sampingnya itu.

"Aku rasa wajahmu tak asing. Akan tetapi, kurasa kita belum pernah bertemu sebelumnya?" Justin berkata jujur. Ia merasa tak asing dengan mata teduh milik Franzuella yang menyejukkan itu.

"Aku seorang model. Mungkin kau pernah melihatku di majalah."

Justin pun berpikir apakah itu mungkin. Majalah yang sering ia baca hanya seputar bisnis dan kesehatan. Bukan majalah fashion. Gadis itu sangat cocok jika jadi model busana. Ia sangat cantik dengan hazel teduh, bibir mungil berwarna merah jambu, hidung mancung, wajah tirus, tubuh berisi dan tinggi semampai, pikir Justin.

"Majalah apa?" Justin melirlik Franzuella sekilas.


"Aku dulu model majalah dewasa dan sempat bermain film sejenisnya," celetuk Franzuella asal.


Brakkk!

Justin mengerem mendadak, ia tak percaya dengan ucapan gadis itu atau memang mungkin itu benar. Dirinya tak sengaja melihatnya di majalah dewasa yang di bawa Luiz, temannya yang berotak mesum itu.

"Apa orangtuamu itu tidak melarang?" Justin menatap lekat Franzuella tak percaya. Sangat disayangkan, jika perempuan itu mengabdikan dirinya pada profesi itu, pikirnya.

"Tentu saja tidak. Aku hanya bercanda. Mungkin kau pernah melihatku di majalah kesehatan sebenarnya aku ini lulusan kedokteran dan sempat membuka praktik tapi ayah melarang."  Franzuella mengembuskan nafasnya pelan. Mengingat hal itu membuatnya sedih.

"Kau memang ahli ber-akting. Dua kali kau sudah menipuku." Justin merutuki dirinya dalam hati karena sempat percaya dengan tutur kata kliennya itu.

"Saya hanya bercanda. Anda terlalu serius. Soal yang tadi saya minta maaf. Saya hanya kesal saja mobil saya mogok." Franzuella  menatap Justin menyesal akan kelakuannya tadi.


"Lalu, dengan seenaknya kau menendang kaleng. Dasar kekanak-kanakan!" Justin tersenyum masam.

Justin bukan tipikal orang yang mudah mengalah. Apalagi, memaafkan. Franzuella juga seperti itu ia tak mau kalah.  Ia pasti akan membalas Justin.


"Anda juga jangan suka sembarangan pakir mobil di jalan raya dengan arah berlawanan hanya untuk menelpon ria. Bagaimana jika Anda kecelakaan atau bisa saja Anda meregang nyawa. Hanya orang bodoh yang tak sayang nyawanya," ejek Franzuella dengan tatapan sinis.

Justin semakin kesal. Wajahnya memerah. Kalau saja bukan telepon sialan dari ayahnya, maka ia enggan untuk segera berhenti dan mengangkatnya panggilan itu.

Tbc..

  Repost 4 Januari 2020

Sudah tersedia di toko buku dan terdapat e book harga novel Rp 59.000

Pernikahan StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang