PS 3 _ Solution

40.2K 2.8K 38
                                    

Pagi sangat cerah tetapi sepertinya tak mampu meredakan amarah Tuan Richard Fernandez. Ia ingin berteriak tetapi tak mungkin. Pria paruh baya itu memang pandai merubah ekspresi seperti saat ini. Meski dirinya sangat marah, tetapi wajahnya tetap tenang.

Sementara pria di depannya tersenyum manis. Senyuman itu semakin meredup berubah menjadi seringaian yang mengerikan. Matanya tertawa mengejek.

"Apa yang sebenarnya Anda mau Tuan muda Julio?" tanya Tuan Richard Fernandez dengan tatapan setenang mungkin.

"Tidak ada. Saya ingin Anda turun dari jabatan yang sekarang karena saham saya enam puluh persen sementara Anda empat puluh persen. Berarti saya pemegang saham terbesar di GV!" jelas Justin dengan bangganya. Ia menatap Tuan Richard remeh.

"Saya tahu itu, tapi Anda masih belum layak menjadi seorang pemimpin. Apalagi, GV. Bahkan Anda tak pantas menjadi pewaris tunggal Marlion ataupun pewaris Hazabet. Anda terlalu kekanak-kanakan. Bahkan Zein yang Anda rendahkan itu, lebih pantas mendapatkan jabatan itu." Tuan Richard berkata sejujurnya, bukan kerena dia tak suka dengan Justin atau ingin merendahkannya.

Rahang Justin mengeras. Ia mengepalkan tangannya. Rasanya ingin memukul pria tua di depannya. Justin memang sensitif kalau mendengar nama Zein disebut. Apalagi, ia dibandingkan dengan pria itu. Justin sudah lama membenci anak ayahnya itu dari hasil perselingkuhan.

Rahang Justin mengeras. Dikepalkan tangannya kuat-kuat dari balik meja. Raut wajahnya yang ceria berubah drastis menakutkan. Tatapannya setajam belati.

"Kalau saya tidak menghormati Anda sebagai orang yang lebih tua, mungkin wajah Anda tak akan mulus lagi." Justin menatap nyalang Tuan Richard Fernandez seraya menatapnya dengan pandangan hina.

"Kalau Anda menghormati saya sebagai yang lebih tua, mengapa Anda tak menghormati ayah Anda yang juga lebih tua dari Anda? Bahkan tanpanya kau tak akan ada di dunia ini," jelas Tuan Richard masih dengan pandangan biasa saja. Guratan ekspresinya juga terlihat santai. Meski di depannya ada seeorang yang bagaikan harimau ingin menerkamnya.

Ucapan Tuan Richard adalah pernyataan yang tak membutuhkan jawaban.

"Boleh saya tanya satu hal pada Anda? Mengapa Anda sepertinya tak suka dengan saya?" Justin mencoba mengatur suasana hatinya. Ia rendahkan suaranya dan diubahnya ekspresinya untuk lebih tenang. Semakin dia marah, maka ia tahu semakin pria paruh baya itu menganggapnya anak kecil.

Tuan Fernandez tersenyum ramah. Ia menghela nafas sejenak, lalu berjalan ke arah pemuda itu dan menepuk bahunya pelan.

"Aku tidak pernah tak menyukaimu. Kau yang selalu berpikir seperti itu. Kau terlahir dari rahim wanita yang sangat baik mungkin juga dari ayah yang baik. Apa yang kau lihat dan kau dengar belum tentu yang sebenarnya. Aku yakin suatu saat kau mengerti maksudku," ungkap Tuan Richard dengan bahasa informal. Ditatapnya Justin lembut. Cara menatap pria baru baya ini kepada direktur angkuh itu bisa diibaratkan tatapan seorang ayah yang menyaingi putranya. Namun, hati Justin terlalu banyak diselimuti amarah. Maka dia tak bisa melihat ketulusan teman ayahnya itu.

"Nak, kau mengingatkanku pada saudaraku. Dia sama tak tersentuh sepertimu. Seharusnya dia sekarang masih hidup dan bahagia dengan wanita yang ia cintai dan menjadi pemimpin Guen. Namun, Guen sekarang jatuh menjadi bagian Hazabet milik kakek dari ibumu. Jangan pernah memutuskan suatu tindakan saat emosi. Lakukan semua hal dengan cinta, Nak. Silahkan kau nikmati posisimu ini, tapi belum tentu besok kau lebih baik dari hari ini," lanjut Tuan Richard sambil berjalan mendekati Justin. Ditepuknya pelan baju Justin.

Tuan Richard pun keluar dari ruangan kerjanya. Justin masih terdiam. Ia hanya duduk termenung di kursi barunya. Berbagai pikiran berkecamuk di kepalanya.

Pernikahan StatusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang