part 1

756 17 0
                                    

"Aku segera datang," terdengar suara ceria wanita melalui ambang pintu yang terbuka di bagian belakang.

"Tidak apa-apa. Tak usah tergesah," balasnya, dan berharap wanita itu benar-benar tidak tergesa-gesa, jika suara itu milik Rachel McCarthy. Ia ingin melihat-lihat sebelum bertemu wanita yang memiliki separuh bisnis ini.

Matthew mengarahkan tatapan tajamnya ke ruang yang luas dan menilai. Yang pertama menarik perhatiannya adalah rak-rak buku yang terisi penuh di sepanjang dinding tinggi dan panjang bercat pink. Oh iya, ia sudah menduganya, dan ada disana: Roman dengan laki-laki berotot dan wanita wanita cantik di bagian sampulnya. Semuanya terlalu mudah di tebak, pikirnya.  Tetapi ketika ia mengalihkan pandangannya jauh ke sudut ruangan, satu alis mata hitam terangkat karena kaget. Well aku akan-

"Ada yang bisa kubantu?" tanya sebuah suara lembut, kali ini disampingnya.

"Apa yang... yang dilakukan benda itu disini?, tanyanya masih menatap sisi-sisi yang terbuat dari ranting putih berbentuk kisi-kisi dari objek yang merenggut perhatiannya.

"Itu gazebo," jelas suara itu dengan sabar. "Tempat pengunjung duduk dan minum kopi buatan kami jika mereka suka. "Bagaimana pendapatmu?"

Dahi Matthew berkerut. "Bukankah seharusnya tempatnya di luar?"

Suara tawa tertahan bukanlah suara lembut yang di harapkannya dari kelembutan suara wanita itu. Tawa itu dalam dan nyaris menggairahkan. Matthew membalikkan badan untuk melihat wanita yang berdiri di sampingnya.

Wanita itu juga tidak seperti yang di harapkannya. Kalau memang Rachel McCarthy, Matthew tau umurnya 29 dan janda- si pengacara memberikan informasi itu. Tapi wanita itu terlihat lebih muda, mungkin karena rambut panjangnya, cokelat sedang, diikat ekor kuda seperti gaya remaja. Sedang juga menggambarkan berat badannya, puncak kepalanya hampir setinggi dagu Matthew. Hidungnya terlalu pendek untuk ukuran kecantikan sejati, bibirnya agak terlalu lebar. Tetap saja ia menarik dari segi menyenangkan, sedikit di atas rata-rata.

  

Kecuali matanya...

  

Matanya bukan rata-rata.

  

Menantang, hijau terang, dua bola matanya miring keatas di sisi luar matanya dengan agak eksotis. Matanya tampak seksi... serasi dengan tawa sensualnya. Mata itu membuat Matthew memikirkan malam-malam penuh uap yang bukan di akibatkan oleh suhu udara. Tapi pikiran wanita itu jelas tidak sama dengan pikiran Matthew. Wanita itu hanya tersenyum lagi padanya dengan santai dan ramah, meskipun dari ekspresinya terlihat tanda kebingungan.

"Kalau gazebonya di luar", katanya, "orang tidak akan mengingatnya. Begini, toko ini adalah toko yang ada gazebo di dalamnya. Orang akan ingat dan menceritakannya pada orang lain. Ini promosi yang bagus."

"Well, kurasa itu cukup masuk akal." Dari segi yang cukup gila, pikir Matthew.

Wanita itu tidak tampak marah mendengar pernyataan Matthew yang kurang antusias. "Ada yang bisa kubantu?" ulangnya dengan tenang.

"Ada jika kau Rachel McCarthy". Wanita itu menjawab dengan anggukan. Pengacara bibiku, Benjamin Bradford mengatakan akan memberitahumu aku akan datang ke sini". Setelah ucapannya itu, Matthew melihat ekspresi wanita itu tiba-tiba berubah jadi waspada... hati-hati. "Aku Matthew Kent"

Rachel menarik napas panjang. itu sebabnya dia kelihatan tidak asing, pikirnya. Karena darah McCarthy mengalir dalam tubuh pria itu. Seharusnya ia mengenali ketampanannya, dengan kulit agak gelap, di gabungkan dengan tubuh tinggi dan ramping, seperti McCarthy yang lain... seperti almarhum suaminya, sepupu Matthew.

Love For SaleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang