"Aku tebak!" Seseorang berceletuk. Laki-laki yang kini menduduki sebuah kursi roda yang didorong pelan oleh Revan itu kemudian tersenyum menatapi laki-laki berjaket merah tersebut. " Kau dan Rena adu mulut lagi,kan?"
"iya. Aku dan si ranger pink itu kali ini bertengkar cukup sengit,kak" Revan memulai ceritanya dengan mendesah. Sembari mendorong kursi roda yang di duduki sang kakak, laki-laki berjaket merah yang ternyata meminta izin pulang lebih awal itu kemudian melanjutkan "Dia merobek artikel mading hanya karena ada namaku, lalu menatapku dengan sangar dan..."
Revan menjeda ceritanya, menunduk lalu tertegun menatapi sepatu hitam yang dikenakannya. Sang kakak akhirnya menoleh sembari berkata "Dan apa,Re?"
"Aku... Bikin dia ngambek,kak"
Mendengar ucapan bernada lirih itu, sang kakak justru terkekeh. Revan menatapnya heran "Kenapa ketawa? Ada yang lucu?"
"Enggak" Sang kakak menggeleng "Kakak pikir hanya Renata yang mungkin bisa bikin kamu merasa bersalah kayak gini,Re"
"Siapa yang merasa bersalah?! Enak saja!" Ujarnya dengan nada agak meninggi. Jelas, pengelakan tengah dilakukan si kapten basket kita yang satu ini "Dan kakak jangan merasa paling tahu deh! Mentang-mentang topiknya ada Rena nih!"
Sang kakak terkekeh sebelum kemudian berkata, "Bohong,kamu Re... Ayo ngaku"
"Apa yang mesti aku akui,kak?! Kakak nih"
Kedua kakak beradik itu lantas tertawa bersama untuk beberapa saat sebelum kemudian Revan mengajukan pertanyaan pada sang kakak "Kakak... Gak mau nemuin si ranger pink itu? Siapa tau dia-"
Sang kakak menggeleng "Belum, Re. Kakak belum bisa..."
"Kenapa,kakak gak-" Revan menjeda ucapannya ketika matanya tepat menangkap ekspresi sedih sang kakak yang berusaha dia tutupi dengan sebuah senyuman tipis.
"Jadi... Sampai kakak siap... Revan masih harus jadi mata untuk kakak. Gitu kan?"
.
.
.
"Saya tahu kamu sedang kesal dengan Revan, tetapi saya harus segera mengumpulkan tugas matematika dan kamu membuat waktu saya terbuang, Renata Ginandriya!"
Suara Raka, sang ketua kelas, kontan mengejutkan Renata. Hati yang sedang panas, ingatan yang mengarah pada kejadian antara dirinya dan Revan pagi tadi sudah cukup mengganggu. Dan sekarang, kehadiran sang ketua kelas dengan ekspresi layaknya pahatan arca itu..., sepertinya waktu tengah merencanakan hal-hal yang buruk untuknya. Oh God!
Renata mengambil buku catatannya dari dalam laci kemudian menyerahkannya pada Raka. Tak ada yang diharapkan Renata setelahnya, kecuali Raka dan muka sedatar arca itu segera pergi dari hadapannya.
"Yasudah. Terima kasih" Dengan nada datarnya, Raka mengucapkan itu kemudian akan berjalan pergi ketika sebuah gagasan muncul di kepalanya. Gagasan itu yang kemudian menghentikan langkahnya, membuatnya berbalik dan menatap Renata. Yang ditatap kini mengerut dahinya "Kenapa?" tanyanya
Raka memejamkan mata, memperbaiki letak kacamatanya lalu berkata "Renata, sebaiknya... Ah, harusnya... Ya, harusnya kamu...." Raka menjeda, menciptakan rasa penasaran di hati Renata. Entah apa yang akan dikatakan sang ketua kelas, dengan muka seserius itu.
Raka melanjutkan "...Tidak membenci Revano seperti sekarang. Meski bersaing, kamu dan dia sama-sama memiliki kelebihan, jadi-"
BRAAK!
"Mau menasehati aku?! Sebaiknya kamu tidak perlu jadi orang yang sok tahu tentang aku dan Revan, Ka!" Hardik Renata. Dan seketika, suasana terasa hening bagi Raka. Laki-laki berkacamata itu terdiam... Hingga Renata berlalu dengan tatapan menusuk padanya.
Dan Raka tahu, apa yang kemudian terjadi. Hatinya berdenyut...Dan nyeri. Sakit.
![](https://img.wattpad.com/cover/59780119-288-k462765.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Mr. Rival & Miss Enemy
Fiksi RemajaKata orang, bersungguh sungguh untuk mendapatkan sesuatu, maka akan kau dapatkan itu. Tapi? Tak kudapatkan apapun kecuali kebencian yang semakin meledak-ledak pada sosok yang selalu pamer bakat dan sok tampan itu! Kata orang, dia populer, begit...