Part 1

442 24 1
                                    

Kim Yoora pov

"Jangan menemuiku lagi, Yifan-ssi," ucapku yang berdiri tepat satu meter di hadapan sosok bernama Yifan.

Tatapan mataku sendu, bahkan mataku berair, nyaris meneteskan air mata. Dinding pertahanan yang aku jaga akhirnya runtuh ketika pria bertubuh jangkung itu berjalan mendekat. Aku menggeser kakiku ke belakang, sedikit demi sedikit, menjaga jarak antara kami yang mungkin tinggal tiga jengkal saja. Berharap bahwa langkah kakinya akan mundur sekarang juga, aku tidak sanggup memandang wajahnya dari jarak yang cukup dekat.

"Jangan mendekat! Sudah kukatakan, aku tidak bisa terus seperti ini. Jika kau melihatku, berbaliklah dan jangan menyapaku. Jika kau hendak mendatangiku, sadarlah bahwa aku bukan yang terbaik untukmu. Jika tak sengaja aku melihatmu, pura-pura saja kau membenciku, dengan begitu kau akan mudah berpaling dariku." Sambil menyeka air, aku berusaha mengatur deru napasku yang tersengal.

"Yoora-ssi.." panggil Yifan, lirih. Rasa pedih menjalar di sekujur tubuhku yang menjadi kaku seketika. Kakiku melemas dan keseimbanganku payah. Hatiku tersayat, paru-paruku terasa sesak, bahkan oksigen terasa asing di dalam dadaku. Ini mungkin terkesan berlebihan, tapi inilah yang kurasakan. Benar-benar nyata.

Yifan terus berjalan, tak menggubrisku yang terus berteriak 'jangan mendekati'. Dengan gesit, Yifan meraih lenganku dan dalam sekali hentakan, aku sudah berada di dalam pelukannya. Sungguh, aku terlonjak saking terkejutnya. Pipiku memanas, dekapannya terlalu kuat dan aku benar-benar tak bisa bernapas.

Berbagai respon penolakan kulakukan, membentak hingga mendorong tubuhnya dengan semua kekuatan yang tersisa di sela-sela isakanku yang kian menjadi. Tangan kanan Yifan melengkung sempurna di punggungku, sedangkan tangan kirinya mendekap kepalaku, sesekali memberikan sentuhan halus di rambutku dan semuanya sungguh terasa nyaman.

"Yoora-ssi. Jika aku melihatmu, aku akan menghampirimu. Jika aku merindukanmu, aku akan mendatangimu dan melupakan segala yang terjadi antara kau denganku setahun yang lalu. Dan jika kau melihatku, aku akan berlari ke arahmu dan memelukmu kuat tak peduli bagaimana kerasnya kau menolak pelukanku itu," bisik Yifan lembut di telingaku yang memerah. Aku tertegun sejenak, tapi lambat laun tanganku yang sedari tadi terkepal menjadi longgar dan naik ke punggung Yifan yang terasa hangat. Aku membalas pelukannya.

"Yoora-ssi. Aku mencintaimu, " ucap Yifan menutup latihan drama sekolah hari itu.

"Good!" seru seorang pria paruh baya yang dikenal sebagai Kim-saem. Guru mata pelajaran seni yang merangkap sebagai sutradara di kelas drama.

Pujian yang dilontarkan guru tersebut membuatku dan Yifan melepaskan pelukan yang kurasa terlalu emosional. Kami sangat mendalami karakter masing-masing, hingga air mata yang keluar dari mataku tadi sungguh tidak terduga, tidak ada dalam naskah yang berkata bahwa aku harus menangis di bagian tersebut. Disitu hanya menegaskan kalau aku harus bermimik sedih dengan tatapan mata yang menyiratkan kesedihan yang mendalam, tapi aku mengeluarkan air mata.

Kim-saem berdiri dan memberikan tepuk tangan meriah, begitu juga dengan beberapa orang lainnya yang berada di dalam ruangan. Aku menyeka air mata yang masih menggenang di sekitar kelopak mataku, sedangkan Yifan menata rambutnya yang sedikit berantakan terkena sapuan kipas angin.

"Terima kasih, terima kasih," ucap kami seraya membungkuk ke arah penonton yang beberapa di antaranya adalah guru-guru kami. Aku dan Yifan mendatangi Kim-saem yang menyambut kami dengan jabat tangan penuh semangat.

"Kalian benar-benar bagus! Selamat, Kim Yoora dan Wu Yifan," serunya begitu menjabat tanganku dan Yifan secara bergantian. Aku tersipu malu, hanya saja Kim-saem terlalu berlebihan hari ini, sedangkan Yifan memberikan senyum terbaiknya.

Remember The GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang