Part 2

242 20 0
                                    

"Sehunnie, kau sungguh lama!" teriakku sambil menggedor-gedor pintu apartemen Sehun. Sesekali aku memencet belnya, namun pria tinggi itu tidak kunjung membukakanku pintu. Pria berhidung mancung, bibir tipis, dan dagu yang panjang itu tinggal sendiri di apartemennya, sama sepertiku.

Setiap bulan sekali, kedua orang tuanya yang bekerja di Jaera Group mengunjunginya untuk sekedar mengecek keadaan putra tunggalnya itu. Ia memilih tinggal di apartemen, berpisah dari kedua orang tuanya dengan alasan ingin mandiri. Kedatangan Sehun di apartemen depan milikku menjadi sebuah keberuntungan. Aku jadi punya teman dan tidak hidup dalam kesendirian.

Setelah hampir setengah jam menunggu, Sehun membukakanku pintu dan ini sungguh melegakan mengingat setengah jam lagi, gerbang sekolah akan segera ditutup. Ia menenteng sepatunya dan mempersilakanku untuk masuk. Kami duduk di sofa ruang tamu. Pandangan mataku mengedar di sekeliling tempatku duduk. Dia benar-benar jorok.

"Aku tak tahu bagaimana caramu hidup di tempat sampah seperti ini," sindirku. Kiri kanan depan belakang, seisi ruangan dipenuhi plastik bekas makanan dan minuman. Bahkan pakaian kotor berserakan di atas karpet depan televisi. Aku mengangkat botol cola di bawah kakiku dan melemparnya ke dalam tempat sampah. Setiap hari aku akan mengucapkan sindiran yang sama ketika datang ke apartemen Sehun dan setiap hari juga aku harus berakhir dengan membersihkan semua sampah yang ditinggalkan Sehun, sendirian.

"Aku yakin kamarmu mengoleksi debu setebal kamus Han-saem," lanjutku. Han-saem adalah guru sastra Korea di sekolah kami. Guru berperawakan tinggi besar itu selalu masuk kelas dengan dua buah kamus tebal di tangannya. Satu digunakan sebagai penerjemah bahasa Korea dan satunya lagi digunakan untuk menggetok kepala siswa yang tidak mengerjakan tugas. Itu sebabnya Sehun tidak mengelak sama sekali saat aku mengambil uangnya untuk beli es krim dan membayarnya dengan tugas bahasa Koreaku. Tak perlu ditanya dua kali, ia pasti mengiyakan tawaranku.

Sehun terkikik. Ia berdiri dan menghentak-hentakkan kakinya di lantai, menunjukkan bahwa sepatunya sudah terpasang dengan baik. Kemudian, ia menarik lenganku dan menggandengku keluar apartemen.

"Oh? Apa kau yakin akan menggunakan sepatu itu ke sekolah?" Tanya Sehun sambil menunjuk ke kakiku. Sial, aku mengenakan sepatu olahraga padahal hari ini tidak ada pelajaran olahraga, aku juga tidak ada latihan bulutangkis sepulang sekolah.

Tragedi es krim kemarin benar-benar merugikanku. Aku harus mencuci sepatuku dan menunggu setidaknya dua hari untuk bisa digunakan lagi karena dikeringkan di dalam ruangan. Belum lagi es krim gratisku terjatuh padahal aku baru menjilatnya sekali.

"Hari ini jam pertama itu pelajaran Yoonji-saem. Kau berani sekali menggunakan sepatu itu di hadapannya."

"Kalau begitu aku tidak akan mengikuti pelajarannya hari ini. Aku bosan belajar fisika," ujarku. Sehun menyambar tas berisi gitar yang kutenteng, kemudian ia sampirkan di bahunya. "Kau bercanda."

Kami duduk bersampingan di atas bus. Aku memeluk gitarku dan Sehun memeluk tasnya dan tasku. Hari ini, bus tidak terlalu padat. Semua kursi terisi, tetapi tidak ada satu pun yang berdiri di bagian tengah. Sehun meletakkan tangannya di atas kepalaku, kemudian ia memutarnya hingga mata kami bertemu. Dengan jari telunjuknya, Sehun membentuk setengah lingkaran di bawah mataku, tepatnya di kantung mataku.

"Semalam kau tidur jam berapa?" tanya Sehun menyadari kantung mataku yang menghitam.

Aku memanyunkan bibir, lalu menarik turun jari telunjuk Sehun. "Entahlah, sekitar jam 3?"

"Apa yang kau lakukan hingga selarut itu?"

Kunaikkan telapak tanganku, kemudian kulipat satu persatu jariku seraya berkata, "pertama, aku menghapal naskah dramaku. Kedua, menghapal chord gitar untuk latihan hari ini. Ketiga, mengerjakan buku paket kimia untuk tugas minggu depan. Keempat, memperbaiki raketku yang patah. Dan terakhir, membunuh Chiko." Tanganku segera membentuk tanda peace, sambil tersenyum memperlihatkan deretan gigiku kepada Sehun.

Remember The GalaxyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang