"Aku bukan sasaengmu!"Kulihat ada banyak orang bergerombol di depan mading basket. Apa yang sedang mereka tonton secara masal itu? Karena aku juga penasaran, maka aku mendatangi kerumunan orang itu.
Tap. Tap. Tap. Akhirnya ku sampai pada kerumunan ini. Tapi tunggu, aku tak dapat melihat ke dalam. Sesak sekali.
"Permisi" kataku kemudian memecah kerumunan. Mereka semua kemudian menatapku.
Mataku tebalalak kaget menyaksikan fotoku yang tengah dibopong oleh Bobby ala bridal style terpampang nyata di hadapanku kini. Siapa yang berani mengambil dan menempelkannya di mading? Sialan. Akan ku cari orangnya.
Kemudian, sesosok bayangan kurasakan tengah berdiri di belakangku. Kurasakan nafasnya menderu di sela-sela tengkukku. Saat kucoba untuk berbalik, tubuhku berhasil masuk ke dalam dekapan seorang laki-laki dengan postur tinggi.
"Maaf," kataku sebelum mendongak melihat wajahnya. Lalu, ia menaikkan daguku. Mataku yang sempat tertutup karena takut kini memandangnya penuh semangat.
Dag. Dig. Dug. Semoga lelaki ini tak mendengarnya mengingat jarak kami begitu dekat.
"Bobby?" "Kau?" Kami memanggil bersamaan. Tapi lebih tepatnya, aku yang memanggil namanya. Pantas saja, ia tak mengenalku. Kami hanya pernah bertemu saat kakiku tergelincir di lapangan. Tapi aku, aku adalah secret admirer-nya. Tentu saja aku mengenalnya. Eh, ralat. Mengetahuinya. Tahu bahwa dia adalah anggota basket dan seorang rapper handal yang kebetulan satu sekolah denganku.
Tanpa aba-aba, Bobby menarik tanganku menjauh dari kerumunan. Tapi sebelumnya, ia mengambil foto yang tertempel di mading. Aku takut. Wajahnya memang sedikit menyeramkan saat ia terlihat, marah. Apa? Ia sedang marah!!
"Lepaskan tanganku! Tanganku sakit!" Kataku mengerang kesakitan akibat cengkeramannya kuat sekali.
"Jelaskan padaku siapa yang mengambil foto ini! Dan siapa yang menempelnya di mading?"
Ia meminta penjelasan dariku? Aku sendiri tidak tahu. Dan apa ia pikir, hanya dia yang terkejut melihat foto seperti itu ada di mading?
"Aku tidak tahu. Tadi aku datang karena penasaran dengan yang mereka lihat lalu kau datang" aku menunduk. Benar-benar takut melihatnya marah. Dan, takut kalau-kalau jantungku copot disini karena melihat ketampanannya.
"Katakan saja kalau kau menyukaiku, jadi kau sengaja melakukan ini kepadaku supaya semua orang di sekolah ini membicarakan kita seolah-olah kita memiliki hubungan. Aku menyesal telah membantumu saat itu. Seharusnya aku tahu jika akan berakhir seperti ini. Jangan-jangan kau adalah sasaengku?"
Aku hanya diam mendengarkannya. Air mataku menetes perlahan mendengar setiap kalimat yang keluar dari mulutnya.
"Jadi benar kau yang melakukannya?"
"Bukan aku!"
"Lalu mengapa kau menangis?"
"Aku mencintaimu Bobby! Dan kau berkata bahwa kau menyesal telah bertemu dan membantuku. Padahal kau tahu, aku begitu bahagia berada dalam pelukanmu. Aku takut kau marah, aku takut melihat matamu. Dan, kau masih tidak tahu seberapa sakit hatiku? Kau menuduhku melakukan itu seperti seorang Sasaeng!"
Aku berlari meninggalkan Bobby setelah puas mengatakan semua kepadanya. Air mataku terus mengalir. Entah apa yang akan dibicarakan orang lain karena tangisanku setelah bertemu dengan Bobby. Aku tak cukup kuat untuk berpikir saat ini.
The end-