If I were a boy, even just for a day
I'd roll out of bed in the morning and throw on what I wanted and go
Drink beer with the guys, and chase after girls
I'd kick it with who I wanted and I'd never get confronted for it
Cause they stick up for me
-If I were a boy, Beyonce."Halo. Feli here, whos there?" kataku setelah dering handphone-ku memecahkan keheningan di ruangan rapat ini. Tentu saja tidak ada yang berani memarahiku. I'mma the boss here haha.
"Dave here. Ke ruangan lo sekarang. Gue lumutan nih" balas seseorang disana.
"1 jam"
"No, no. Sekarang Felicia!"
"Setengah jam"
Klik
Haha rasakan. Lelaki bawel seperti Dave kalau tidak segera dieksekusi, tidak akan pernah berhenti. Terkadang aku bingung dengannya, CEO kok gitu? Kerjaannya keluyuran, entah ke kantorku atau kantor Nathan atau kadang entah kemana bocah satu ini menghilang. Walaupun begitu, kemampuannya dalam memimpin perusahaan tidak bisa diremehkan.
Dengan cepat aku mengambil alih pembicaraan yang bertele-tele ini. Mereka pikir waktuku hanya untuk sesuatu tidak penting seperti ini? Time is money sweetheart!
***
"Dave, where are ya? Princess datang nih" teriakku setelah memasuki ruanganku dan tak mendapati keberadaan Dave ditempatnya biasa menunggu, maksudku sofa.
"Help" sepertinya itu suara Dave. Setelah mencari asal suara, aku pun mendapati Dave terjepit diantara lemari berkas. Mukanya melas banget, spontan tawaku menggelegar.
Ini lucu, posisi dan mimiknya sangat lucu untuk orang yang mempunyai ukuran tubuh tak lazim seperti Dave, bayangkan lelaki tampan dengan tinggi 189 cm terjepit diantara lemari dengan posisi setengah duduk ditambah dengan muka melas kayak anak kucing kelaparan. Hell! He looks like an idiot haha! Dengan segera aku mengambil handphone yang berada disaku celanaku and klik.
"Sialan lo ya! Bukannya bantuin gue!" protes Dave.
"Bangun sendirilah. Udah gede kok mainnya disono sih, anak kecil aja ogah nongkrong disitu Dave. Hahaha" tawaku pun kembali menggelegar melihat ekspresi Dave yang udah campur aduk antara malu, kesel dan pasrah.
"Fel, pleaseee" baiklah aku tak tega jadinya. Jurus andelan banget ini mah. Muka meles kayak anak kucing ga makan seminggu. Meles semeles-melesnya.
Dengan susah payah dan seluruh tenaga yang aku punya, oke ini lebay tapi realita ini mah. Badan si Dave ini berat banget loh. Karena melihat ga ada harapan lagi, aku pun mencoba cara lain. Dengan menelfon Nathan of course. Ga mungkin kan aku manggil bawahanku untuk masalah ini. Mau ditaruh dimana muka si Dave.
"Tahan bentaran deh. Gue calling Nathan dulu ye" aku pun segera menelfon Nathan setelah melihat Dave mengangguk pasrah.
"Hi babe" pada dering ketiga, suara Nathan terdengar dengan panggilan menjijikannya.
"Ke kantor gue sekarang, Nath. Si Dave dapet sial nih"
"Setengah jam lagi gue ada meeting, babe"
"Batalin!"
Klik
Aku memutuskannya secara sepihak seperti biasa haha. Baik Dave maupun Nathan tau kalau aku tidaklah bisa dibantah. Mereka berdua sudah cukup mengenalku, eh bukan, mereka sudah sangat mengenalku. Sebenernya kami bukan temen masa kecil atau apapun itu kayak di novel-novel. Pertemuan pertamaku dengan Nathan saat dia datang menawarkan kerjasama dengan perusahaanku, begitu pula dengan Dave. Nathan kenal sama Dave juga karena mereka terikat kerjasama untuk pembangunan sebuah hotel di Bali. Dan kami bertiga bertemu karena aku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Feliz Navidad!
RomanceTerkadang apa yang kita pikirkan atau bayangkan tidaklah sesuai dengan apa yang terjadi pada kenyataan. Pilihan demi pilihan datang menghampiri, memberi warna pada hidup yang abu-abu. Tapi melepas apa yang sudah digenggam bukanlah hal mudah. Memperc...