"Maaf ya, Liv. Mungkin lain kali." Andreas berujar sambil merapikan pakaian.
"Urusan kantor?"
Andreas tak langsung menjawab. Ia yang tengah mengapit ponsel di pundak kembali memeriksa bawaannya. Dompet, paspor, koper, baju hangat, semuanya sudah. Tidak ada yang ketinggalan untuk perjalanan mendadak ini.
"Ndre?"
Andreas menegakkan kepala lalu menjawab, "Bukan. Sudah dulu, ya. Aku buru-buru."
Hari ini semua agenda ia batalkan. Salah satunya adalah membawa Livia ke hadapan orang tua yang sudah menyiapkan gadis baru. Tujuan membawa Livia adalah agar si gadis yang mau dijodohkan itu tahu kalau Andreas menolaknya. Dan untuk Livia sendiri, ia tak keberatan untuk membantunya sebagai kekasih pura-pura.
Prasetyo dan Triana sangat marah ketika Andreas membatalkan pertemuan ini. Dan akan lebih marah lagi kalau Andreas bilang alasan sesungguhnya. Yeah, menemui Laudya.
Memang kedengarannya gila. Tapi Andreas tak peduli. Sekarang juga ia akan pergi ke luar negeri hanya untuk mendapatkan penjelasan mengenai status anaknya. Jika memang bayi itu darah dagingnya, Andreas akan mencoba bicara. Menerima Laudya kembali——setelah wanita itu mencium kakinya dan minta maaf——atau merebut anak itu secara paksa.
Setelah menyaku ponsel, Andreas langsung bergegas. Ia keluar kamar, masuk mobil, menuju bandara, dan menunggu informasi pesawatnya. Ketika asyik menanti, tiba-tiba ponselnya berdering. Ada panggilan masuk. Dari Amzar.
"Lo di mana?" Andreas mendengar nada tawar dari seberang telepon. Pasti Amzar kena getah sebab Andreas membatalkan pertemuan dengan anak pengusaha minyak itu.
"Di bandara. Ada urusan."
"Urusan apa?"
Andreas berpikir. Kalau ia bilang akan bertemu Laudya, kira-kira apa reaksi Amzar?
"Urusan apa?" ulang sang kakak.
"Ketemu Laudya," ujarnya. "Ada sesuatu yang harus diluruskan di sini."
Andreas kira Amzar akan bertanya 'apa yang diluruskan?' tapi ternyata kakaknya malah berujar, "Bukannya ke Bandung nggak perlu naik pesawat?"
"Dari mana lo tahu Dya di Bandung?" Karena Amzar tak menjawab, insting liar Andreas langsung mencuat. "Amzar, apa lo nyembunyiin sesuatu dari gue?"
"Nggak."
"Jangan bohong, Zar!" sentak Andreas sambil berdiri. "Kalau nggak, kenapa lo tahu Dya di Bandung?"
"Dapat info dari orang suruhan gue."
"Kapan lo dapat infonya?"
"Minggu lalu."
Minggu lalu? Hmmm, berarti informannya Amzar kurang update. Kemarin Andreas ke sana dan katanya Laudya terbang ke Belanda.
Tapi, masih ada yang janggal. Dan Andreas langsung menanyakannya. "Kenapa lo nyari info soal Dya?"
"Mau nanya kematian Dion," jawab Amzar tenang. "Untuk penemuan selanjutnya."
Andreas tak sempat bertanya lagi sebab pesawatnya siap terbang. Pengakuan kakaknya tak ia curigai sama sekali. Amzar memang kimiawan sejati sehingga apa pun bisa ia lakukan demi penemuan barunya, sekalipun harus menemui mantan adik iparnya. Itulah spekulasi Andreas.
*
*
*Laudya mengusap pipi anaknya yang tengah menyusu. Ia ingin mengecup, tapi khawatir malaikat kecilnya tak jadi tidur. Maka ia pun hanya memandangi dengan sayang.
Ia pikir semua bayi yang baru lahir punya wajah serupa. Tapi sekarang, ia yakin bayinyalah yang paling tampan. Tolong jangan diingatkan dari mana asal kegantengannya. Jangan pernah! Dunia tahu hidung mana yang dikopi si anak, mata siapa yang ia tiru, bibir mana yang dijiplak, dan rambut-dagu-mata-alis siapa yang terlukis di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Filantropi
General FictionDinikahi oleh pria sejenis Andreas Junial Adinegoro adalah impian semua wanita. Selain harta yang dimiliki melimpah ruah bak air bah, nama keluarganya pun amat terpandang. Ditambah postur badan atletis, isi otak encer, dan tampang menjanjikan. Segal...