Kenangan 2

18 1 0
                                    

KENANGAN 2

Kali ini, aku ingin menceritakan kembali satu kenanganku saat aku merasakan yang namanya Cinta Monyet. Hahaha ya Cinta di masa kanak-kanak ku dulu. Cerita ini berawal di bangku sekolah dasar. Kali ini kenangannya tentang Cinta. Kenapa aku masih mengingat kenangan ini? Karena menurut aku, kenangan ini begitu unik dan terkesan sangat dramatis banget. Ketika aku sudah remaja dan aku meningingat kenangan ini, aku merasa bahwa dulu kejadian itu sangatlah dramatis banget. Hahaha. Sebenarnya aku malu untuk menceritakannya, tapi gaada salahnya untuk mengingat kejadian itu lagi.

***

Saat aku duduk di kelas 5 sekolah dasar, aku pernah merasakan yang namanya Cinta monyet, alias Cinta di masa kanak-kanak. Cinta itu terjadi begitu cepat. Aku bahkan lupa bagaimana bisa aku mencintai Arfi, teman sekelasku dulu. Yang aku ingat adalah saat itu aku sudah jadian dengan dirinya. Kebahagian datang pada kami. Kami sering ngobrol bareng dikelas, makan bareng dan bahkan pulang sekolah bareng. Aku ingat saat pulang bareng, dia selalu membawa sepedanya. Aku selaku duduk di kursi belakang sepedanya. Dia mengayuhkan sepedahnya begitu santai dan perlahan. Dia bilang, dia ingin menikmati saat-saat kebersamaan aku dan dia. Aku juga pernah ditraktir makan cilok di warung langganan kami berdua. Yang aku ingat pada saat itu sedang turun hujan. Aku dan dia terpaksa meneduh di warung tersebut. Sambil menunggu pesanan susu hangat dan mie kami jadi, ada tukang cilok lewat. Dia tiba-tiba keluar warung dan hujan-hujanan hanya demi membelikan aku sebungkus cilok yang tak aku minta.

***
Hahaha masa kanak-kanak adalah masa paling lucu dan terlihat masih polos ya.
***

Aku ingat Arfi mempunyai banyak sahabat saat itu. Sahabat sejak ia masih duduk di Taman kanak-kanak. Dan ada satu cewek yang selalu terlihat dekat sekali dengannya, namanya itu Tia. Gadis itu sangat dekat dengan Arfi, mungkin karena orang tua mereka berdua juga dekat dan tentunya karena mereka satu TK. Cerita nya dimulai sejak Tia mulai merasa bahwa Arfi menjauhinya sejak dekat denganku. Saat itu aku pernah di labrak gitu sama dia, di pojokkin itu deh seperti maling yang sedang diintrogasi oleh petugas kepolisian. Hahaha. Saat itu, Tia dan 4 orang sahabat lainnya ditambah satu lagi dengan Arfi, mereka mengelilingi aku di depan kelas. Mereka semua satu persatu menanyaiku pertanyaan yang sulit. Aku lupa mereka nanya apa aja. Tapi yang aku ingat saat itu, Arfi hanya bisa terdiam dan tertunduk melihat aku ditanya-tanya oleh sahabatnya seperti itu.

Aku juga ingat saat itu, Tia berbicara paling banyak diantara yang lain, dan saat terakhir dia bicara, aku melihat dia menangis didepan banyak orang. Saat itu entah penjelasan apa yang aku berikan pada mereka. Tapi yang aku tahu, aku sempat memeluk Tia dan mengajaknya untuk ke kelas dan menyelesaikan semuanya di dalam kelas. Namun sesampainya dikelas, aku dan Tia malah duduk berjauhan. Tia menangis lalu dikelilingi oleh sahabat-sahabatnya, begitupula dengan aku. Saat itu, pandanganku hanya tertuju pada Arfi. Dia terlihat tampak terkejut dan pandangannya kosong menatap lantai di bawahnya. Terlihat raut bingung dan sedih di matanya. Aku bisa merasakan semua itu dengan jelas.

Setelah kejadian hari itu, hubungan aku dan Arfi mulai renggang. Aku dan dia sudah tak saling bertegur sapa, yang ada hanya kebisuan diantara kami. Tapi setelah itu, aku melihat raut bahagia terpampang di wajah Tia. Entah kenapa dulu dia begitu tak menyukai hubungan aku dan Arfi. Alasan yang pernah aku dengar sih karena Tia tak suka hubungan aku dan Arfi karena itu membuat Arfi menjauhinya. Padahal aku tak pernah menyuruh Arfi untuk menjauhi siapapun. Mungkin itu memang keinginan dari Arfi sendiri.

Dua minggu setelahnya, Tia dan juga ibunya datang kerumahku. Entah dalam hal apa mereka kerumahku. Aku fikir, masalah aku dan Tia sudah selesai, tapi kenapa masalah ini masih harus diperpanjang? Tia datang kerumahku dengan ibunya untuk membahas masalah yang sama. Saat itu aku merasa seperti akulah yang paling bersalah dan akulah tersangkanya. Padahal sejujurnya aku tak mengetahui apapun dari masalah itu. Tiba-tiba Tia nangis. setelah beberapa jam berlalu, akhirnya aku dan Tia bersalaman dan saling memaafkan. Entahlah dia sudah memaafkan aku tau belum saat itu. Karena saat ingin berjabat tangan, dia tak ingin memulainya duluan. Dan saat aku sudah memukai mengulurkan tanganku, dia tak membalasnya. Butuh waktu beberapa menit sampai akhirnya dia membalas jabat tanganku. Dan akhirnya, setelah Tia dan ibunya pulang dari rumahku, aku pun kena omelan dari ibuku.

Setelah kejadian dirumahku, keesokan harinya aku dan Arfi seperti pasangan yang terlarang. Cinta kami adalah Cinta yang terlarang oleh orang tua Arfi dan sahabat-sahabatnya yang lain, lengkap dengan orang tua dari sahabatnya juga. Saat pulang sekolah, aku sering melihat Arfi pulang bersama Tia. Saat aku berpapasan dengan dia dijalan, dia tak memalingkan wajahnya kearahku. Aku tahu, mungkin saat itu dia sedang tersiksa karena berusaha untuk bersikap seolah-olah dia telah menjauhiku. Beberapa Bulan berlalu dan hubungan aku dan Arfi masih membisu, akhirnya Arfi angkat bicara dan akupun demikian. Kami memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini, karena memang banyak pertentangan yang terjadi. Aku fikir setelah itu, aku dan dia bisa berhubungan kembali sebagai teman, namun ternyata tidak. Arfi malah menjauhi aku. Dia seperti tak pernah mengenali aku. Begitu sakitnya hati ini. Setelah semua hal yang kita lakukan bersama, inikah balasan darinya?

Setelah berbulan-bulan berikutnya, Arfi makin menjauh dari ku. Dia seperti bukan Arfi yang aku kenal. Saat itu, aku tak tahu bagaimana kelanjutan hubungan aku dengan dia. Tapi yang aku tahu, banyak teman yang mengatakan padaku bahwa kini Arfi sedang dekat dengan Tia. Mereka sudah dekat sejak lama, bukan dekat sebagai teman lagi. Entah aku yang terlalu cuek atau memang aku yang sudah terlalu sakit hati, sampai-sampai aku tak sadar bahwa Arfi sedang dekat dengan Tia. Sakit rasanya mengetahui hal itu. Padahal sebenernya, saat ini aku kan masih jadian dengan Arfi. Tapi sejujurnya sampai saat ini, aku masih menunggu penjelasan dari Arfi. Aku masih berharap bahwa semua hal itu tidak benar, apa yang dikatakan teman-teman tidak benar. Seminggu setelahnya, akhirnya aku bisa berbicara dengan Arfi. Dia menjelaskan padaku bahwa semuanya memang benar, ia sedang dekat dengan Tia. Tapi dibalik iti semua, Arfi menjelaskan padaku kenapa dia melakukan itu. Aku gak mau liat kamu terus-terusan diomongin sama mereka. Aku gamau kamu dituduh sebagai perusak persahabatan aku dan Tia, itulah perkataan darinya yang aku ingat. Akhirnya kami memutuskan untuk putus dengan baik-baik. Aku tahu mungkin inilah jalan yang terbaik. Terkadang kita tak harus memiliki apa yang kita sukai.

Setelah kenaikan kelas berlangsung, hubungan aku dan Arfi semakin membaik. Di kelas enam SD ini, hubungan kami kembali dekat dan membaik. Aku juga semakin nyaman dengan keadaan kami yang sekarang. Terkadang aku berharap keadaan bisa kembali seperti dulu lagi, tapi ketakutan ini kembali lagi pada kami. Aku sadar aku tak bisa memiliki nya kembali, karena Tia memang masih dekat dengannya. Hampir setiap hari aku dan Arfi pergi ke kantin bareng, tapi tidak lagi berdua. Aku mengajak sahabatku juga, Novi untuk menemani kami. Kedekatan kami berjalan sampai sekarang saat kami sudah lulus dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yanh lebih tinggi. Bahagia bisa dekat lagi dengannya, walaupun tak seperti dulu lagi.

Terima Kasih telah memberikan aku kesan Cinta monyet yang begitu berkesan untukku.

***
Cinta memang tak harus memiliki. Terkadang pengorbanan memang diperlukan agar bisa mempertahankan suatu hubungan.
***

MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang