Chapter 2 : First Decision

33 1 0
                                    


Senyum itu kembali. Masih dalam sosok yang sama. Masih dibalik jubah hitam yang tak menghalangi senyum itu.

"Bagaimana? Sudah merasakan apa yang kumaksud?" ucap sosok yang terus membayangiku 1 minggu ini. Apakah ini mimpi yang sama lagi? Mimpi yang membuatku gila 1 minggu ini?

Lagi-lagi, seakan dapat mendengar isi hatiku, ia berkata, "Ah.. itu tergantung jawabanmu. Aku akan menawarkan untuk terakhir kalinya. Kau hanya perlu memercayaiku, dan aku akan membantumu."

"Kau..." aku tertegun. Kali ini aku dapat berbicara. Di mimpi-mimpi sebelumnya, aku tidak dapat berbicara sama sekali dan hanya terdiam dalam kegelapan.

"Ya. Karena ini adalah penawaran terakhir, aku memberimu kesempatan untuk berbicara. Tampaknya kau memiliki banyak pertanyaan." Jawabnya dengan tenang.

"Siapa kau? Kenapa kau mau membantuku? Apa keuntungannya bagimu? Dan apa maksudmu dengan membantuku?" aku melontarkan

"Aku tidak dapat menjawab semuanya, kecuali pertanyaan terakhirmu. Aku dapat membantumu menghindari masa depan kelabu," ia memberi jeda, "atau bahkan mendapatkan kembali epingan-kepingan masa lalumu." Dan mengakhiri dengan senyuman misterius.

Masa laluku? Ingatanku?

Aku tidak dapat berkata-kata dan hanya dapat terdiam beberapa saat.

"aku akan memberimu waktu untuk berpikir. Namun ingat, ini adalah penawaran terakhirku. Jika kau setuju, datanglah ke tempat aku menemuimu pertama kalinya dan bawalah seseorang bersamamu." Kemudian, ia menghilang bersamaan dengan kegelapan yang merayap.

*****

Aku terbangun dari mimpiku. Kali ini dengan keadaan yang jauh berbeda dari kemarin. Aku bangun dan berdiri di depan cermin.

Kulit dan bibir yang kemarin pucat kini berubah menjadi warna awalnya, mata yang kemarin merah kini menjadi segar kembali, kantung mata yang kemarin tebal dan gelap kini hilang begitu saja. Namun yang paling berubah adalah perasaan yang kemarin terasa sangat menyedihkan, sangat hampa, sangat kesepian, kini menghilang dan terasa menyegarkan.

Dan berbeda dari hari-hari sebelumnya yang merasa terganggu dengan kedatangan Dokter Ann, hari ini aku malah menunggu-nunggu kedatangannya. Sudah saatnya aku meminta maaf aats kejadian kemarin dan menceritakan segalanya. Bagaimanapun juga, dokter Ann lah yang selama ini membantuku untuk terus hidup.

Ketukan pintu yang kutunggu-tunggu pun akhirnya datang. Aku bergegas menuju pintu dan membukakannya. Masih Dokter Ann yang kemarin, namun tatapannya tampak sedih, tidak seperti biasanya. Mengingatkanku kembali pada kata-kata menyakitkan yang kuucapkan kemarin.

Ia hanya memperhatikanku sesaat, "Kamu tampak sehat. Kalau begitu aku pergi dulu." Dan ia segera membalikkan badan.

Refleks, aku mencekal lengan dokter Ann yang membuatnya amat terkejut, "Um.. ada yang ingin kukatakan padamu."

*****

Aku dan dokter Ann duduk berhadapan. Kali ini, akulah yang menyediakan minum untuk dokter Ann. Kami masih terdiam.

Aku memecah keheningan, "Um.. yang kemarin itu, aku tidak bermaksud seperti itu. Hanya saja banyak yang sedang kupikirkan dan aku juga sedang.." aku menyadari bahwa yang kuktakan hanyalah alasan.

Aku menghela nafas, "Ah.. aku minta maaf atas perkataanku kemarin. Aku tahu aku salah." Kutundukkan kepalaku. Aku tidak tahu bagaimana Dokter Ann akan bereaksi.

Sebuah tangan mengelus kepalaku. Aku mendongak, "Oke kumaafkan. Pasti kamu banyak pikiran kan? Aku mengerti itu." Ia duduk di sebelahku seraya mengelus kepalaku dan tersenyum lembut.

Young ForeverWhere stories live. Discover now