(Still flashback)
Setelah Hak Yeon selesai membersihkan pekarangan depan dan belakang rumah Sun Hee --dibantu oleh gadis itu tentunya-- ia meletakkan sekopnya. Melihat punggung Sun Hee yang dibalut jaket tebal membuat sifat jahilnya muncul. Ia pun membuat bola salju dan melemparkannya ke arah gadis itu.
Plok!
Sun Hee menoleh dan menampakkan wajah kesalnya. Sedangkan Hak Yeon tertawa puas dan membuatnya nyaris jatuh di pekarangan rumah Sun Hee.
"Rasakan pembalasanku!" Sun Hee berseru kencang. Dan dalam hitungan detik, sebuah bola salju menghantam dada Hak Yeon.
Dalam sekejap, kedua manusia yang berumur 20 tahunan itu terlibat dalam sebuah perang salju. Keduanya tampak menikmati momen ketika bola salju itu menghantam tubuh mereka, tanpa memperdulikan kalau suhu lingkungan saat ini nyaris menyentuh nol derajat.
"Kalian ini seperti anak kecil saja," ucap ibu Sun Hee dari pintu belakang rumah. Aktivitas melempar bola itu pun terhenti.
"Dia yang mulai!" Sun Hee dan Hak Yeon saling menyalahkan dan saling menunjuk satu sama lain. Membuat ibu Sun Hee tertawa melihatnya.
"Sudah, sudah. Ibu mau buat cokelat panas. Kalian mau?" tawar beliau. Sun Hee dan Hak Yeon kompak mengangguk, kemudian berjalan mengikuti wanita berumur pertengahan 40 tahunan itu.
Saat ibu Sun Hee akan membuat cokelat panas seperti yang beliau tawarkan, Sun Hee mencegah beliau dan memintanya untuk duduk saja. Alasannya karena usia kandungan ibunya sudah memasuki 9 bulan. Ia khawatir ibunya malah melukai dirinya sendiri saat membuat cokelat panas.
Setelah perdebatan singkat tersebut, ibu Sun Hee mengalah. Beliau pun membiarkan anaknya untuk membuat cokelat panas sendiri.
"Aku tak menyangka ia sudah sebesar ini," gumam ibu Sun Hee. Beliau pun menoleh ke arah Hak Yeon.
"Ayah Sun Hee kemarin sudah menceritakan semuanya kepadaku. Karena itu, aku mohon supaya kau mau menjaganya untuk kami kalau kami tidak lagi berada di dunia ini." Beliau menggenggam erat tangan Hak Yeon dan dibalas oleh anggukan pemuda itu.
"Ibu bicara apa? Jangan bicara yang aneh-aneh." Sun Hee tiba-tiba muncul dengan membawa nampan berisi tiga gelas cokelat hangat.
Ibu Sun Hee hanya tersenyum dan menikmati cokelat hangat buatan anaknya. Saat itulah ....
Prang!
"Ibu!" teriak Sun Hee. Ia seketika panik ketika ibunya tampak kesakitan dan memegangi perut beliau.
Hak Yeon paham akan situasi dan langsung menelepon ambulan. Sedangkan Sun Hee membantu ibunya untuk duduk dan menelepon ayahnya.
"Ambulannya akan datang 10 menit lagi," ucap Hak Yeon setelah ia menelepon rumah sakit. "Sekarang kau sebaiknya mengemasi pakaian ibumu. Aku akan menjaganya."
Sun Hee mengangguk paham. Dengan cepat, ia mengemasi barang-barang yang sekiranya perlu dibawa dan langsung kembali ke dapur tempat ibunya berada.
10 menit berlalu dan untungnya ambulan yang ditunggu-tunggu datang juga. Dengan bantuan tim medis, Sun Hee dan Hak Yeon membawa ibu Sun Hee ke rumah sakit.
Sesampainya di rumah sakit, ibu Sun Hee langsung dibawa ke UGD. Sedangkan Sun Hee dan Hak Yeon menunggu di luar karena dilarang masuk.
Tak lama kemudian, ayah Sun Hee datang. Raut wajah beliau menunjukkan kekhawatiran sekaligus raut wajah lelah.
"Sun Hee-ya, bagaimana keadaan ibumu?" tanya beliau dengan nafas tersenggal-senggal.
Sun Hee tampak bingung, mungkin karena efek panik dan ia benar-benar tak tahu harus berkata apa.
"Beliau tidak apa-apa ajusshi. Hanya saja, sudah waktunya beliau melahirkan." Hak Yeon menjawab mewakili Sun Hee. "Itu yang dikatakan dokter."
Ayah Sun Hee tampak sedikit lega, meskipun sebenarnya beliau masih khawatir dengan keadaan istrinya.
"Kau bisa pulang dengan Hak Yeon, Sun Hee-ya. Ayah akan menunggu ibumu di sini," ucap ayah Sun Hee seraya menepuk pundak anaknya.
Sun Hee menggeleng. Kali ini kesadarannya sudah sepenuhnya kembali. "Aku yang akan menunggu ibu di sini. Ayah sebaiknya pulang dulu. Ayah terlihat kelelahan."
Ayah Sun Hee tampak kurang setuju dengan ucapan anaknya. Namun, setelah Sun Hee memberikan beberapa alasan yang agak memaksa, ayahnya pun memilih untuk mengalah. Lagipula, beliau juga butuh pakaian ganti, seperti yang dikatakan oleh Sun Hee.
"Hak Yeon-ah, tolong antar ayahku. Pastikan beliau sampai di rumah dengan selamat," ucap Sun Hee seperti seorang ibu kepada guru anaknya. Ayahnya pun tertawa.
"Tenang saja. Ayahmu ini bukan manusia biasa." Beliau tertawa pelan sebelum akhirnya memutuskan untuk pulang dengan Hak Yeon.
*
Sesampainya di rumah Sun Hee, Hak Yeon memilih untuk pulang sejenak ke rumahnya sementara ayah Sun Hee membersihkan diri dan mempersiapkan segala yang beliau butuhkan nanti. Pemuda itu langsung memasuki kamarnya dan menatap lemari di kamarnya itu sebelum menggesernya.
Krrrt ...
Hak Yeon membuka pintu yang tadinya tersembunyi di balik lemari. Begitu pintu itu terbuka, terpancarlah aura gelap dari sana.
Di dalam ruangan yang tak biasa itu, terdapat banyak senjata baik yang tajam maupun benda yang sebenarnya tidak berbahaya seperti tongkat baseball. Hak Yeon mengambil sebuah masker dan beberapa barang yang menurutnya penting. Setelah selesai, ia pun keluar dan membiarkan pintu itu tidak dihalangi apapun.
Hak Yeon tampak memikirkan rencananya yang telah ia susun sejak lama kemudian tersenyum miring. Ini saatnya beraksi.
Pemuda itu pun masuk ke dalam rumah Sun Hee melalui pintu belakang. Untungnya tak ada salju yang turun setelah ia membersihkannya dengan Sun hee tadi. Hanya ada sedikit salju yang jauh dari gundukan salju akibat perang yang ia mulai tadi. Namun, hal itu bukan masalah besar. Toh, ia masih bisa menghindarinya.
Hak Yeon membuka rumah Sun Hee dengan hati-hati. Ia melirik ke arah kamar mandi yang ternyata kosong. Rupanya ayah Sun Hee sudah selesai mandi dan kini sedang menyiapkan pakaian untuk dirinya sendiri.
Saat itu, ayah Sun Hee benar-benar fokus pada apa yang beliau kerjakan tanpa menyadari bahwa ada orang lain di ruangan itu. Hak Yeon memanfaatkan kesempatan emas ini dengan memukul dagu kiri ayah Sun Hee. Pria berumur hampir 50 tahunan itu menoleh dan matanya terbelalak melihat Hak Yeon tengah berdiri dengan membawa tongkat golf. Beliau berusaha untuk bangkit, tapi kepala beliau terasa berputar.
"Kau ... apa yang kau lakukan?" tanya ayah Sun Hee terputus-putus.
Hak Yeon hanya tersenyum lebar. Tak memperdulikan pertanyaan pria di hadapannya. "Terima kasih banyak sudah mempercayakan putri anda padaku. Anda memilih orang yang tepat." Ia mengangkat tongkat golf itu dan memukulkannya ke kepala ayah Sun Hee berkali-kali.
Nafas ayah Sun Hee semakin terputus-putus sampai akhirnya pria itu terkulai lemas tak bernyawa. Darahnya menggenang dan menyisakan bau amis.
Merasa tugasnya sudah selesai, Hak Yeon pun pergi dan kembali ke rumahnya. Sebelum itu, ia sempat membersihkan jejak-jejak yang ia buat di rumah itu, agar tak ada yang mengetahui bahwa ia masuk ke rumah itu.
Hak Yeon kembali memasuki ruangan rahasianya dan memersihkan tongkat golf yang ia gunakan tadi. Setelah mengembalikan semua barang ke tempat semula, ia melirik ke arah kotak kaca besar yang kosong.
"Giliranmu selanjutnya, Do Sun Hee." Ia menyeringai lebar.
***TBC***
Makasi banyak buat vote dan komentar yang kalian berikan^^
Bluisherlock☆
KAMU SEDANG MEMBACA
Snowman [VIXX - FIN]
FanfictionMusim dingin itu rasanya sangat dingin, iya 'kan? Terlebih jika kita merasakannya sendirian. Tapi, setidaknya aku bersyukur. Karena ada kau di sisiku ... meskipun semua orang memilih untuk meninggalkanku. "Do you want to build a snowman?" * A fanfic...