Setelah kejadian menyebalkan di sekolah tadi aku langsung pulang ke rumah dan tidur untuk meredakan semua amarah dan rasa sakitku. Ketika aku membuka mata, nyeri masih terasa di perutku, namun kali ini bukan nyeri akibat haid namun nyeri karena rasa lapar yang menyerangku. Huh, jam berapa ini? Kuputar kepalaku ke arah jam dinding yang menggantung di dinding yang kubelakangi. Kurasa aku harus segera mengganti letak jam dinding itu, posisinya tidak efektif sekali.
Pukul setengah enam. Aku mengerjap. Pantasan saja hari sudah mulai gelap. Ini rekor! Tidur siang dari jam satu siang hingga hampir jam enam tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Ini pasti efek karena tubuh dan otakku sudah terlalu lelah beraktifitas.
Dengan gerakan malas aku menurunkan kakiku ke lantai, menghidupkan lampu kamar dan masuk ke kamar mandi untuk mandi sore. Setelah selesai melakukan ritual mandi yang kali ini membutuhkan waktu hampir setengah jam, aku kembali ke atas ranjang untuk mencari hape-ku. Aku ingin melihat apakah setelah kejadian di sekolah tadi Romeo mencoba menghubungiku atau tidak.
Tapi omong-omong, hape-ku dimana? Di atas nakas tidak ada, di kasur juga tidak ada, padahal biasanya aku menaruh hape-ku di dua tempat itu. Oh mungkin saja masih di tas. Dengan langkah pasti aku mendekati tas-ku yang masih tergeletak sembarang di sofa kamar, kubuka tasku dan mengobrak-abrik isinya. Tidak ada.
Panik, aku segera memeriksa sepenjuru kamarku, dalam lemari, bawah kasur dan bawah sofa (kalau-kalau benda petak itu terjatuh disana), kamar mandi, di atas meja belajar, tapi hasilnya nihil. Bukan cuma panik, sekarang aku mendadak cemas. Hape-ku itu salah satu benda berharga yang kupunya, smartphone keluaran terbaru yang kubeli sekitar tiga bulanan lalu dengan uang tabunganku dan sedikit tambahan dari Mama. Rugi lah aku kalau benda itu sampai hilang.
Aku keluar kamar dan segera mencari Kania, siapa tahu ternyata hape-ku dipinjam olehnya tanpa izin. Kamar Kania kosong, buru-buru kulangkahkan kakiku ke dapur yang merangkap jadi ruang makan. Kuyakin cewek itu sedang menikmati makan malamnya disana.
"Kan,.." Dugaanku benar. Kania tengah duduk sendirian di kursi meja makan dengan sepiring makanan yang sepertinya salad dan hape yang menempel di telinga kirinya.
"...Kakak sama temen-temen kakak udah berusaha yang terbaik," Kania sedang berbicara dengan seseorang di balik sambungan hape-nya itu.
"Kania?" panggilku cepat, sedikit tidak enak sudah menginterupsi, tapi ini urusan urgent.
Kania mendongak. Wajahnya yang tadinya cerah berubah jadi sangat cerah ketika melihatku.
"Eh Kak Kin, mukanya kenapa pucet gitu? Kalau mau makan delivery aja atau masak sendiri, Mama masih di rumah Tante Esti." ucap Kania. "Sori Kak tadi lagi ngobrol sama Kak Kinar... Nggak tahu, baru bangun tidur dia."
"Kan, lo liat hape gue nggak?" Tanyaku tak peduli dengan apa yang dia ucapkan sebelumnya ataupun pembicaraannya di telepon itu.
"Hape lo? Mana gue tau, Kak." balasnya masih sambil menempelkan hape-nya sendiri di telinga.
"Kok di kamar gue nggak ada ya, udah gue cari dimana-mana juga."
"Keselip, kali."
"Nggak ada."
"Memang kapan terakhir kali lo mainnya? Inget-inget coba."
Terakhir kali mainnya? Kucoba memutar otak. Saat tiba di rumah aku langsung tidur tanpa sempat membuka hape. Di sekolah, seingatku aku sempat membalas pesan line dari Kania saat Romeo bertanding, ketika perseteruanku dengan Romeo di kelas, aku sama sekali tidak mengeluarkan hape-ku.
"Terakhir kali pas gue di lapangan nonton kelas gue tanding, itupun ngebales line dari lo," akuku.
"Nah, mungkin jatuh pas lo nonton, Kak." jawab Kania. "Iya Kak, dia lagi ribet banget, hapenya nggak ada. Hilang mungkin." Kania kembali bicara pada teleponnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resist Your Charms
Teen Fiction#3 in Teenfiction (24 Juni 2017) [SUDAH TERBIT] [SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS] Dia itu arogan, bossy, ketus, pemarah, tukang ngatur dan suka seenaknya sendiri. Tidak ada yang menarik dari dirinya kecuali tampang gantengnya yang bahkan kini sudah ti...