Terhitung sudah dua minggu berlalu sejak Bu Astrid memberi tugas karya tulis ilmiah di kelas kami. Bu Astrid yang hari ini tampil dengan pakaian serba kuning keemasan dari jilbab sampai sepatu, bertanya mengenai perkembangan karya tulis yang kami buat. Ternyata teman-teman sekelasku ada banyak yang hampir selesai membuatnya, namun ada juga yang belum menulis barang satu hurufpun. Contohnya aku."Rom, tema kita tentang apa ya?" tanyaku pada Romeo yang dari tadi sibuk memainkan hape-nya. Mataku melirik layar benda petak itu, Romeo ternyata lagi main game tak peduli di kelas sudah ada guru yang mengajar.
Di depan kelas, ada sebagian teman-teman kelasku yang sibuk berkonsultasi dengan Bu Astrid mengenai tema yang mereka bahas. Bu Astrid sebenarnya membebaskan kami menulis tema apapun, selama topiknya tidak menyinggung SARA.
Romeo tidak menjawab. Entah tidak mendengar atau memang terlalu malas untuk menjawab pertanyaanku.
Aku menghela nafas panjang. Selama tiga hari belakangan otakku terus berusaha menemukan ide untuk karya tulis kami. Hasilnya nihil. Aku juga browsing di internet, namun sebagian besar judul-judul yang menarik sudah diambil teman-teman sekelasku yang lain. Kalau sudah begitu aku terpaksa harus memutar otak lebih lagi sedangkan disini Romeo tinggal ongkang-ongkang, terima beres.
Kujawil bahu Calista yang duduk di depanku, Calista menoleh.
"Cal, KTI lo udah sampe mana?" tanyaku.
"Gue baru nulis judulnya aja." Calista nyengir.
"Apa?"
"Analisis dampak bergaul dengan makhluk es dalam kehidupan sehari-hari." Jawab Calista dengan volume suara agak keras. Cengiran di wajahnya makin lebar membuatku sadar bahwa dia tengah bercanda sekaligus menyindir Dido selaku pasangannya dalam membuat tugas itu.
Aku tersenyum geli, dan menyuruhnya untuk kembali menghadap ke depan. Sepertinya Calista juga bernasib sama denganku.
Aku membuka salah satu bab di buku Bahasa Indonesiaku, berharap menemukan ide karena katanya semakin sering kita membaca, maka pengetahuan kita akan semakin luas, dengan begitu otak kita dengan mudah bisa mengalirkan ide-ide sesuai pengetahuan yang kita dapat. Namun di halaman buku yang kubuka malah menampilkan sebuah scene drama dimana seorang istri tahu bahwa dia diselingkuhi suaminya, karena marah kepada sang suami, si istri memakai topeng berbentuk wajah monyet selagi dia tidur bersama suaminya. Entah apa tujuannya karena aku terlalu malas melanjutkan membacanya.
"Rom, sumbang ide kek," gerutuku kesal. Romeo menoleh sesaat sebelum akhirnya perhatiannya kembali tertuju pada layar hape-nya.
Sepertinya COC lebih penting daripada nasib karya tulis kami.
Dengan nekat, aku berniat merampas hape-nya agar perhatiannya segera teralih padaku. Namun baru saja aku mau mendekatkan diri, Romeo tiba-tiba membawa hape-nya ke saku celananya, gerakan itu membuat salah satu sikutnya tanpa sengaja mengenai bibir bagian bawahku.
"Auw," desisku kaget dan tentu saja kesakitan. Lidahku terasa asin, bibirku pasti berdarah. Dengan cepat aku menutup mulutku dengan sebelah tangan.
Romeo menatapku dengan raut biasa saja, "Nggak sengaja," katanya.
Aku buru-buru berdiri, izin dengan Bu Astrid untuk ke toilet masih sambil menutup mulutku dengan sebelah tangan. Bu Astrid sempat memandangku heran namun tetap mengizinkanku. Aku butuh kumur-kumur sebelum rasa asin ini membuatku mual.
Di toilet, aku langsung kumur-kumur dengan air wastafel yang berhadapan langsung dengan cermin. Setelah rasa asinnya hilang tak bersisa, kuperiksa bagian bibirku yang terkena sikut Romeo tadi. Bagian dalam bibir bawahku sedikit robek, sepertinya karena terantuk gigi. Rasanya lebih pedih dari sekedar sariawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Resist Your Charms
Teen Fiction#3 in Teenfiction (24 Juni 2017) [SUDAH TERBIT] [SEBAGIAN PART SUDAH DIHAPUS] Dia itu arogan, bossy, ketus, pemarah, tukang ngatur dan suka seenaknya sendiri. Tidak ada yang menarik dari dirinya kecuali tampang gantengnya yang bahkan kini sudah ti...