Seorang laki-laki memakai seragam sekolah seperti kami datang merangkul tasnya. Postur tubuhnya tegap, tinggi, ideal, berambut sedikit kecokelatan, dan berwajah tirus kebaratan.
"Eh, boleh tanya?" sapanya dengan suara yang berat. Sebelum ku hendak menjawab, aku sempat melihat wajah Kayla yang merah padam.
"Kelas III A dimana ya?" Ucapnya.
Aku sempat terdiam. Namun bodohnya aku tidak sadar, lelaki itu pasti yang baru saja kita bicarakan. Dan itu membuat Kayla salah tingkah.
"Keluar kantin, lurus terus sampai ketemu koridor pertama. Kelasnya di sebelah kanan" Jawabku.
"Makasih ya" Katanya sambil pergi meninggalkan senyuman yang membuat perempuan seakan-akan melayang ke udara alias klepek-klepek. Namun bagiku senyuman itu adalah senyuman mematikan.
"AHHHHHH!" teriak Kayla hingga membuat penjual kantin memandangi kami dengan heran.
"Iya, gue tau kok itu pasti orangnya. Jangan kenceng-kenceng teriaknya dong! nanti guru-guru liat kita disini. Jadi tadi siapa namanya?" tanyaku dengan santai sekaligus waspada.
"Viro Devoss! panggilannya ya Viro. Cakep kan?! blasteran indo-belanda. Please jangan bilang sama siapa-siapa ya, kayaknya gue suka sama dia deh" Ujar Kayla.
"Menyukai atau mengagumi?".
"Baru sekali liat tiba-tiba suka mah udah jadi hobi lu. Itu namanya cuman mengagumi doang Kayla, yang menawan. MEnang Naksir doWANg"
Sebenarnya masih ada yang ingin ku tanyakan pada Kayla tentang lelaki itu namun kurasa tidak perlu. Lagipula aku tidak akan menge-stalk nya sampai sedetail mungkin.
Yang kulihat tentang Viro ini adalah pasti ia akan populer dalam waktu singkat. Dari cara ia berjalan pun sudah terlihat jelas. Meskipun aku yakin ia akan dikerubungi para bidadari sekolah ini, aku tidak memiliki ketertarikan untuk ikut serta dalam julukan 'bidadari' tersebut.
Maksudku, tipe cowo yang seperti itu pasti akan sulit didapatkan oleh perempuan bermuka apa adanya. Lebih pada perempuan yang senang dengan se-levelnya. Namun bukan berarti aku juga tidak tertarik bermain ataupun menghindari para laki-laki. Aku tetap mempunyai beberapa teman laki-laki disini. Tetapi tidak banyak.
Kayla dan aku pun selesai menghabiskan makanan kami masing-masing. Karena jam selanjutnya adalah jam istirahat, kami tidak berani untuk kembali ke koridor depan kelas. Tetapi kami juga tidak berani tinggal lama disini. Bayangkan sewaktu-waktu bu Sri datang mencari kita berdua, habislah kita sudah.
"Sekarang gimana?" tanyaku.
"Mau balik ke depan koridor?" tanya Kayla balik.
"Tapi kalau nanti bu Sri tahu semuanya, Mau pulang-pulang babak belur ditambah cap merah di jidat?" tanyaku kembali.
"Soal itu mah gampang. Kalau bu Sri tanya kita dari mana tinggal bilang aja dari UKS. Bilang kalau Kayla mendadak sakit perut".
"Tapi kalau nggak berhasil dan pulang-pulang gue di cap merah, gue nggak segan-segan bocorin ke Viro kalau..".
"Oke! cih! sante aja sih!" Kayla mendengus kesal. "Kenal aja belom". Aku pun memasang ekspresi menyeringai kepadanya.
Kami pun siap beraksi, berjalan perlahan-lahan menyelusuri koridor demi koridor agar tidak diketahui siapapun. Dan alhasil kami pun berhasil.
Aku bisa melihat bu Sri masih mengajar murid yang lain. Ku lirik jam tangan di tangan kananku dan waktu pun menuju pukul 9.25. Itu artinya 5 menit lagi adalah waktu jam istirahat.
"Oi!" Panggil Kayla.
"Apa?"
"Bibir lu celemotan tuh, nanti ketahuan sama Bu Sri lagi" Aku langsung buru-buru mengelap bibirku dengan tangan kanan Sampai aku tidak sadar bu Sri sudah di hadapan kami.
Tampangnya pun sudah terlihat marah. Menyeramkan. Wajahnya memerah menahan emosi. Seakan-akan tanduk banteng akan keluar dari kepalanya dan siap menyeruduk kami.
"Dari mana aja kalian?!" tanya bu Sri yang membelalakkan matanya.
"Ka.. Kayla sakit perut tadi bu, jadi Ke UKS" jawabku dengan sedikit terbata-bata karena wajahnya yang didekatkan ke kepalaku. Aku paling tidak nyaman jika seseorang memperhatikanku tepat di depan wajah. Apalagi dengan mata terbelalak.
"BOHONG! belom tua udah bokis. Mana mungkin saya percaya sama kalian kalau tadi aja ngobrol pas pelajaran saya" protes bu Sri.
"Beneran bu! kita ke UKS. Kayla lagi dateng bulan" tegasku agar ia mempercayainya. Kayla sudah membungkam mulutnya. Percuma saja jika aku menyuruhnya untuk berbicara kemudian.
Tak sadar kalau murid-murid lain sudah mulai berhamburan keluar kelas. Beberapa ada yang memperhatikan kami dan menertawai kami, aku hanya memalingkan wajah agar tidak begitu diperhatikan.
Namun dibalik bu Sri, aku dan Kayla melihat Mira yang baru hendak keluar kelas. Bu Sri sepertinya mengetahui kalau kita melihat Mira, dan ia tahu apa yang ia harus lakukan.
"Mira! sini kamu!" perintah bu Sri.
"Ya.. bu?" Mira pun terkejut.
"Kamu kan barusan keluar karena ibu suruh taruh kertas jawaban ulangan di ruang guru tadi, pasti ngelewatin kantin kan? nah sekarang.. liat mereka berdua disana atau nggak?! jawab jujur kamu" sekarang yang lebih menyeramkan adalah pertanyaan bu Sri daripada ekspresinya.
Kami berdua saling menatap sesama. Aku dan Kayla menggeleng-gelengkan kepala dibalik tubuh bu Sri mengisyaratkan kepada Mira untuk menjawab 'tidak ada' atau 'tidaj tahu'.Namun kita semua, di sekolah ini, tahu Mira adalah anak paling pintar dan tidak pernah berbohong. Sekalipun tidak. Mungkin jarang sekali.
Sekarang yang terlihat lebih panik adalah Mira. Karena sebenarnya ia adalah teman dekat ku dan Kayla juga, disatu sisi ia akan merasa bersalah jika menjawab 'ya', namun disisi lain ia juga akan dibilang pembohong jika menjawab 'tidak'. Aku tahu sekali ia tidak suka disebut semacam itu. Walaupun cuma sekali.[]

KAMU SEDANG MEMBACA
Air, Bintang, dan Ketenangan
Novela JuvenilPerempuan bernama Mia mengetahui kalau ayahnya telah didiagnosis mengalami kanker otak. Tak lama kemudian, ayahnya pergi meninggalkannya. Namun sebelum itu ia diberi pesan untuk melanjutkan hal yang ayahnya tidak sempat lakukan. Yaitu Air, Bintang...