Waktu seakan berjalan lambat
Disini mata bertemu mata
Semua menjadi rumit
Namun terdiam tidak mampu berkata.Semua jawaban berada di tangan Mira. Aku pun sudah pasrah apa yang akan terjadi. Apakah Dipukuli atau dicubit guru killer?
"Y.. ya bu.." jawab Mira dengan lirih.
Aku merasakan adanya genggaman keras ditanganku, tapi aku tidak bisa meyakinkan kalau itu adalah bu Sri. Pasti Kayla yang melakukannya. Melampiaskan kemarahannya pada kulit sensitif ku.
"Masih mau bohong lagi?" tanya bu Sri membalikkan tubuhnya menghadap kami dengan memasang ekspresi wajah penuh kemenangan.
"Mulai sekarang, nilai kamu berdua ibu kurangin 20 buat ulangan nanti! dan tugas ngerangkum ucapan ibu tadi harus dikumpulin besok pagi! sebelum jam 6 harus udah dimeja saya!" teriak bu Sri lalu meninggalkan kami di koridor.
Mira hanya bisa menunduk dengan penuh rasa bersalah. Aku dan Kayla menatapnya dengan keluh kesal.
"Sorry" katanya lalu pergi meninggalkan kami.
***
Aku tidak bisa membayangkannya lagi. Ponselku sedang rusak dan aku tidak bisa melihat pelajaran IPS tadi melalui internet. Buku paket pun belum dibagikan. Terpaksa aku meminta Kayla untuk menemaniku ke toko buku.
"Lu sih tadi pake ke kantin segala" ucap Sadyne padaku dan Kayla.
"Gue laper, beneran deh. Mia juga setuju kok kalo tadi kita ke kantin" Kayla menghela nafas panjang.
"Helloh.. Kok jadi gue sih? kalo lu nggak ngajak, gue juga nggak bakal ke sana keleus" bela ku selagi mengibaskan rambut panjang ku kebelakang.
"Salah lu berdua! udah sana pergi, gue cari Mira. Barangkali dia setengah mati merasa bersalah akibat ulah lu berdua!" ketus Sadyne dan pergi begitu saja.
Kami merapihkan barang-barang kami dan segera keluar kelas. Sekarang sudah hampir sore, aku memutuskan untuk menjaga jarak dengan Kayla selama berjalan menuju toko buku. Masih sedikit kesal dengannya.
Toko buku terletak di sebuah ruko. dè Cafe, adalah kedai kopi yang berdiri di sampingnya adalah tempat yang paling senang ku kunjungi jika ku merasa sendiri. Karena letak daerahnya yang langsung menghadap latar gunung dan danau besar. Membuatku mengingat ibu yang selalu mengajakku pergi ke kafe ini.
"Gue mau pesen minuman dulu, lu duluan aja" Ucap Kayla sambil menunjuk ke kafe.
"Jangan lama-lama" jawabku tanpa menoleh kearahnya.
Aku berjalan sedikit terengah-engah karena tasku yang cukup berat hari ini.
Buku IPS, sudah dipastikan berada di rak buku bagian pengetahuan. Aku berjalan menelusuri rak yang memiliki ratusan jenis buku sekolah. Atau mungkin jutaan.
Jika kau perhatikan, pasti lorong daerah rak seperti ini tidak banyak dikunjungi orang. Hanya sekian beberapa persen dari orang yang mengunjungi tempat ini untuk membaca buku incarannya.
Ku lihat di sisi rak kiriku terdapat buku rangkuman IPS I/II/III SMA/MA yang cukup tebal. Sepertinya itu cukup baik untuk kupakai hingga akhir ujian nanti. Aku hendak mengambil buku itu namun seseorang telah menggapai buku itu terlebih dahulu.
"Oh.. maaf" ucapnya yang membuatku langsun menatapnya. Wajahnya tidak tampak asing, seperti aku pernah mengenalinya.
"Lho.. kak Mia?" ia mengetahui namaku.
"Hm, Siapa ya?" tanya ku dengan sedikit kebingungan. Aku memerhatikannya dari ujung kepala hingga kaki. Namun sekalipun aku tidak ingat siapa perempuan dihadapanku ini.
"Kok lupa sih.. kita temenan dulu waktu sd. Kita kan suka jajan telor mata gajah dulu" jelasnya.
"Ah! Yuri! apa kabar? udah gede ya sekarang" aku baru menyadarinya. Wajahnya tampak jauh berbeda dari sebelumnya. Ia sangat jauh lebih cantik dari dahulu yang memakai kawat gigi, rambut poni sepanjang alis, dan dikuncir kuda.
namun tetap saja, kepolosannya belum berubah.
"Iyalah! aku masih dirumah lama lho. Kakak juga udah gede kan sekarang. Oh ya sekolah dimana kak?" tanyanya.
"Masih sama kaya yang dulu, cuma pindah gedung aja" balasku tak mau berlama-lama disini.
Sebenarnya aku sedikit berharap ia mengakhiri percakapan ini walaupun terdengar sedikit kejam. Aku hanya ingin tugas ku cepat selesai dan kembali ke ranjang tidurku yang empuk, nyaman dan bersih.
"Oh setia amat ama sekolah dulu. Oke deh aku duluan ya kak. Simpen aja nomer hape aku siapa tau kita bisa ngobrol bareng lagi" cengirnya sambil menyerahkan nomor ponselnya.
Aku segera melambaikan tanganku padanya dan tidak mau berlama-lama di toko buku ini. Setelah membayar buku tersebut, aku segera menyusul Kayla yang berada di kafe.
Tidak perlu lama ku harus mencarinya, karena satu-satunya yang masih memakai seragam di tempat ini hanyalah aku dan Kayla.
"Kay.." panggilku.
"Ya!" Jawabnya lantang.
"Udah selesai kan? ngerjainnya di tempat 'biasa' aja ya. Katanya udah janji mau ngasih tau sesuatu ke gue! gimana sih." ujarku mengingatkannya.
"Oh iya! yaudah ayok kesana. Gue dah beliin kopi juga nih" ajaknya.
Selama kami berjalan menuju tempat 'biasa' kami, Aku menceritakan kejadian yang ada di toko buku tadi.
Biasa saja tidak ada yang menarik. Tetapi aku bisa melihat Kayla seperti tidak sabar ingin menyelak ceritaku dan bergantian bahwa dirinya juga ingin menceritakan sesuatu padaku.
"Kayaknya lu pengen ceritain sesuatu deh" Ucapku segera berganti topik.
"Kok tau?".
"Ya dari tadi lu senyum-senyum sendiri kayak cicak mau kawin, ketahuan lah".
"Coba Tebak!" serunya.
"Apa?"
"Tebak!"
"Gue bukan Charles Xavier yang bisa baca pikiran orang ya!" sahutku.
"Oke deh. Gini, tadi gue nggak sengaja ketabrak sama viro".
KAMU SEDANG MEMBACA
Air, Bintang, dan Ketenangan
Fiksi RemajaPerempuan bernama Mia mengetahui kalau ayahnya telah didiagnosis mengalami kanker otak. Tak lama kemudian, ayahnya pergi meninggalkannya. Namun sebelum itu ia diberi pesan untuk melanjutkan hal yang ayahnya tidak sempat lakukan. Yaitu Air, Bintang...