Chapter 2

1.7K 13 2
                                    

Philbert Keshawn B.

"Baiklah, anak-anak. Kurasa pertemuan kita sampai disini. Kita bertemu lagi dihari selanjutnya. Selamat sore." Ucapku menutup pembelajaran disalah satu universitas ternama di Amsterdam, Belanda.

Saat jam kelasku berakhir, aku berjalan keluar menuju tempat parkir, dimana mobilku berada. Baru beberapa langkah saja, tatapan-tatapan lapar dari kaum hawa terhadapku, menganggapku seakan-akan akulah makanan sore mereka. Sudahlah tak usah membicarakannya, karena setiap hari juga aku selalu berhadapan dengan mereka.

Baru saja aku ingin membuka pintu mobil....

Ggrrtt...ggrrtt...

Handphoneku bergetar menandakan panggilan masuk. Aku menggeser layar kekanan untuk menjawab panggilan.

Aku menempelkan handphone kearah telingaku, "iya, hallo?" Jawabku sambil membuka pintu mobil dan menyalakan mesin, "hmm, ah ya. Saya akan segera kesana." Jawabku dan langsung mematikan sambungan.

Aku memundurkan mobilku dan keluar dari area perkuliahan. Mengendarakan mobil dengan kecepatan normal membawaku ke suatu tempat.

Tibanya disini, aku keluar dari mobil dan masuk ke area restaurant berbintang di Amsterdam.

Restaurant Adam.

Saat masuk, aku diarahkan oleh pelayan disini ketempat duduk VVIP yang rupanya sudah di reservation terlebih dahulu.

Saat aku diperhadapkan dengan pintu, aku mengetuk pintu dan masuk setelah mendengar jawaban seseorang dari dalam.

Aku membuka pintu lalu menutupnya. Membungkukkan kepalaku setengah badan sebagai tanda selamat bertemu dan duduk bersila di hadapannya.

Aku tersenyum takut, "maaf atas keterlambatan saya." Ucapku meminta maaf akibat macet berkepanjangan.

Kulihat ia tersenyum. Kuharap itu bukan sebagai ja- "Tak apa. Silahkan dimakan dulu. Setelah selesai kita bisa melanjutkan inti pembicaraannya." Ucapnya dengan tegas diakhir kalimatnya -waban menyeramkannya....

Aku mengangguk dan langsung mengambil makanan yang sudah dipersiapkan dan mulai memakannya dengan tenang.

Tidak ada yang berbicara diantara kami. Hanya bunyi-bunyi kecil yang terdengar seperti dentuman sendok dan garpu yang saling bersentuhan dengan piring.

setelah acara makan tadi aku langsung bergegas menuju ke hotel The Toren, Amsterdam. Tempat dimana Quen menginap.

Ting...tong...

Tak lama gagang pintu ditekan kebawah sendiri dan tertarik lalu terlihatlah wajah nan cantik milik Quen.

Ah, sungguh... jika kalian melihatnya pasti kalian akan langsung menerkamnya... tapi berbeda denganku... akan kulakukan dia secara perlahan nan pasti...

Quen tersenyum, "hai..." sapanya bersamaan dengan mengangkat tangan kanannya.

Tak tunggu berlama-lama, langsung saja, "cup..." ku kecup bibir mungilnya. Namun, dia membalasnya dengan tawaan.

Aku mengernyit dahi bingung...

Hei! Apanya yang lucu... tak tahu kah kau-dirimu, bahwa aku-diriku sangat amat kangen dengan kau-dirimu?! #abaikan #bahasanya #yang #gaje

Quen langsung menarik tanganku masuk kedalam kamarnya, tanpa menjawab kebingunan ku yang mencapai langit kedelapan.

Aku menengok kekanan-kekiri, "sudah berapa lama kau tinggal disini?" Tanyaku membuka percakapan baru.

Rupanya ruangan kamar ini sangat luas juga lengkap. Aku tak akan menjelaskan panjang lebar yang pasti hotel ini begitu lengkap.

"Sekitar 2 jam yang lalu," aku hanya membalasnya dengan sekali anggukkan.

Hening...

Quen membawaku ke salah satu ruang yang rupanya seperti pernak-pernik peralatan dapur, dan kuyakini ini memang dapurnya.

Quen mengiringku ke salah satu tempat duduk, "kau mau minum apa?" Tanyanya.

Aku menaruh jari telunjukku ke permukaan hidung bersamaan dengan dahi berkerut seolah-olah sedang berpikir keras... "kelamaan ah... kurasa aku tahu apa yang pas minuman untukmu..." ucapnya lalu bergegas membuat minuman, entah apa yang akan dibuatnya. Dan mudah-mudahan Quen tidak akan menaruh sianida diminumanku.

setelah selesai membuat minumannya Quen duduk berhadapan denganku, "nih... minumnya sampai habis ya... soalnya dibuatnya pake Cinta loh..." sodornya minuman yang dibuatnya padaku.

Aku menatapnya takut-takut, "kamu gak ngasih sianida kan di minumannya?" Ucapku menatapnya dengan wajah semenakutkan mungkin.

Quen malah membalas menatapku dengan lebih menakutkan, "yaampun Shawn... emang aku pernah ngasih macam-macam apa? Yaudah kalo gak mau, entar aku aja yang buang..." ucapnya marah padaku.

Sensi amat ci.

Aku langsung tersenyum padanya, "bercanda Quen sayang... elah, gitu aja baperan..." ucapku dan langsung mengambil gelas dan meminum isinya.
Kulihat Quen tersenyum padaku. Aku membalas senyumnya disela-sela meminum-minuman bikinan Quen.

Yaampun senyumnya itu loh...

"Gimana? Enak gak?" Tanyanya penasaran.

Rasanya kayak teh gitu tapi ada rasa susu-susunya juga... ah bingung.

"enak kok, emang ini minuman apaan?" Tanyaku.

"Wahh.... serius?" Tanyanya tanpa menjawab pertanyaanku. Aku mengangguk membenarkan dan tak lama Quen menepuk tangannya gembira... "tau gak? Ini tuh pertama kalinya aku bikin Milk Tea.. dan hasilnya memuaskan... ah... hebat kan?!" Ucapnya bangga... "biasa aja sih," ucapku sekenanya yang tiba-tiba membuat raut wajah senang Quen digantikkan seperti wajah galak ibunya MACAN. Saat tanganku mulai mengambil gelas minuman tadi, "gak boleh!!" Ucapnya galak sambil menahan gelas yang akan kuminum lagi... "kok gitu?" Aku menatapnya heran. "Ya~ pokoknya gak boleh, kan katanya aku biasa aja bikinnya..." ucapnya cemberut.

oh~ masalah bikinnya... yaudah

Walaupun Quen memasang wajah seperti itu. Tapi, aku melihatnya seperti--- ah, aku bahkan bingung menyebutnya seperti apa...

Tak berapa lama aku bangkit dari tempat duduk dan menggendong Quen untuk ku bawanya kedalam kamarnya. Kulihat Quen santai-santai saja saat kubawa -yang berarti ia setuju-.

Aku mencium bibir mungilnya saat perjalanan masuk kekamarnya. Kutaruh Quen ke kasur empuk dengan perlahan.

Aku bahkan tak tau apa yang membuatku bergairah seperti ini.

Karena sudah tak sabaran, aku langsung meluncurkan seluruh pakaian Quen hingga tersisa bra dan pelindung kelaminnya.

Dengan secepat kilat, langsung kucium saja bibirnya bahkan melumatnya seperti orang kelaparan. Tanganku juga tak kalah hebat saat meremas perbukitan yang kenyal itu yang membuat pengaitnya terlepas dan langsung saja kulepas dan lempar ke sembarang arah.

Tak hanya dibibir saja. karena, mulutku yang sudah gatal tak tertahankan ini, mulai turun kebawah dan menjelajahi area payudaranya... mencium, menjilat, menyedot, bahkan menggigitnya secara bergantian. Dan tanganku yang lain mengekspos payudaranya yang bebas.

"Kau... ukh... sang... at... ah... ber.... ah... naf... su.... akh... sha... awnn....." ucapnya terdengar desahan nikmat dari Quen, membuatku bersemangat ingin menerobosnya langsung.

Tapi, aku masih ingin bermain-main dengannya.

"Itu... uh... semua.... kar... uh... na... kau..." ucapku sambil mengatur pernafasan.

"Ah... Sha... awn... ah...ah.. ukh..."

Saat tanganku meraba miliknya, "kau sudah sangat basah darl..." ucapku senang.

Setelah lama kulakukan aktifitas itu, aku mulai meluncurkan semua pakaianku bahkan pelindung kelaminku, dan memasukkan pensil besarku yang keras ke dalam diri Quen.

Baiklah... waktunya bergerak Shawnnnn...... yeah~

Dan terjadilah~

My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang