Philbert Keshawn B.
Seminggu sudah setelah kejadian panas di hotel yang Quen tempati, membuatku kecewa padanya.
Aku tak habis pikir kenapa Quen tega melakukan hal itu padaku. Sungguh aku begitu kecewa padanya. Rasanya ingin sekali aku membunuh dia saja.
Di tempat yang sama dan waktu yang sama, saat itu aku tak sengaja melihat seperti cairan putih kental milik pria di kamar mandinya. Yang kebetulan saat itu tiba-tiba saja aku merasa ingin ke kamar mandi. Dan disana jelas-jelas aku melihat betapa banyaknya cairan tersebut.
Ya Tuhan pria siapa lagi yang dibawanya kesini...
Tak lama aku keluar dari sana sudah lengkap dengan pakaian rapi. Dan aku melihat Quen sedang berbicara dengan seseorang lewat, ponsel?
"Cepat keluar dari kamarku, sebelum Shawn melihatmu, ayooo!!!"
Samar-samar Quen berbisik dengan seseorang lewat ponselnya penuh penekanan. Aku tersenyum miring.
Perempuan semuanya sama kayak anjing liar!! Shit
"Dengan siapa kau berbicara Quen?!"
Suara beratku menggema di kamar hotel Quen. Ia terlihat gelagapan. Cepat-cepat ia mematikan ponselnya dan menyembunyikan tangannya yang memegang ponsel di belakang punggungnya. Dan aku sangat yakin Quen sedang berbicara dengan seorang pria!
"Eh,,, Shawn..."
"Siapa itu?"
Aku bertanya setengah berteriak. Quen terlihat kaget, bahkan matanya terlihat berkaca-kaca. Tapi aku tetap tidak peduli dengan tampangnya yang ingin menangis.
"PRIA SIAPA LAGI YANG KAU BAWA KEMARI QUEN? JAWAB AKU!"
Aku beteriak di depannya. Bahkan tanganku hampir saja menampar pipinya. Sungguh aku sangat mencintai Quen demi apapun... Tapi yang dilakukannya sungguh jelas sangat menyakiti hatiku. Aku tak mau patah hati untuk pertama kalinya. Aku hanya ingin mempunyai satu orang wanita dan menjadikannya istri di kemudian hari. Tapi baru saja memikirkannya wanita di depanku ini telah merusak rencanaku yang sudah tersusun rapi. Dan... Dia sangat mengecewakanku...
Quen menatap tanganku yang hampir saja menampar pipinya. Air matanya mengalir tapi wajahnya penuh dengan ketangguhan. Ia tersenyum miring.
Apa maksud dari senyuman itu?
"Kamu mau menampar aku? Silahkan! Tampar saja aku! Tampar!! Ayo!!"
Quen memberikan pipinya kepadaku untuk memudahkan aku menamparnya. Aku sangat ingin menamparnya... tapi aku juga tak ingin melakukan kekerasan pada wanita... da, yang kulakukan hanyalah menghempaskan tanganku kebawah.
"Kenapa? Kenapa kamu tidak menamparku saja? Kenapa? Apa kau tidak tahu cara menampar seseorang? Apa perlu aku ajarkan saja? Oke biar aku memperlihatkan padamu cara menampar seseorang dengan kejam..."
Pletak... Pletak... Pletakk!!
Quen mulai menampar pipinya sendiri dengan brutal, bahkan pipinya memerah hingga mengeluarkan darah. Tapi terlihat dari wajahnya ia tidak merasa kesakitan sama sekali. Aku ingin sekali memberhentikan adegan yang dilakukannya tapi hal yang kulakukan hanyalah menonton perbuatannya sendiri. Tak selang waktu lama, Quen mulai berhenti menampar pipinya sendiri.
"Sekarang giliranmu. Tampar saja aku, ayooo..."
Serunya dengan lantang. Aku hanya menatapnya penuh kepedihan namun keamarahanku terus menguasaiku.
"Kenapa kau diam saja? Ayo... tampar aku sekarang... Hal itukan yang ingin kau lakukan. Dan kenapa sekarang kau hanya diam saja, kenapa?"
Teriaknya di depan wajahku. Matanya sudah mengeluarkan air, kedua pipinya sudah sangat merah hingga sampai berdarah. Sehingga wajahnya sudah seperti tak terrawat, begitu menyedihkan.
"KARENA AKU MENCINTAIMU BODOH!!"
"BULLSHIT!!"
Quen meludah bersamaan dengan air matanya yang terus turun. Aku sebenarnya tak tega melihatnya menangis, tapi ini berhubungan dengan kisah Asmara kami. Bagaimanapun Quen adalah pacarku tapi yang dia lakukan, dia berselingkuh dengan pria lain. Dan aku juga tidak tahu siapa pria itu.
"Apa yang kau lakukan dengan seorang pria di tempat ini?"
"Apa yang aku lakukan? Apa yang aku lakukan bukanlah urusanmu!! Bukankah itu yang kau ucapkan pagi tadi?"
Apa maksdunya? Apa... Kenapa dengan tadi pagi?
"Apa yang kau bicarakan?"
Aku bertanya padanya. Aku tak pernah mengucapkan kata-kata itu padanya. Dan apa dia bilang... tadi pagi? Kapan aku berbicara kata itu padanya.
"Lihatlah, sekarang kau berpura-pura lupa! Padahal baru beberapa jam yang lalu kamu sudah lupa?"
"Apa yang kau maksud? Aku tak mengerti!!"
"Sudahlah aku lelah berdebat denganmu yang keras kepala. Mendingan kamu keluar dari kamar ini!! Pergi sana!!"
Quen mengusirku. Tapi aku tak ingin keluar. Masih banyak yang perlu kudengar dari mulutnya, seperti apa yang kuucapkan tadi pagi padanya dan siapa pria yang bersamanya.
"Lalu siapa pria yang datang kemari? Kenapa ada banyak cairan pria di dalam kamar mandimu?"
"Siapa yang datang dan tidak datang bukan lagi urusanmu. Pokoknya saat ini kita tidak usah berhubungan lagi. Aku capek beradu mulut denganmu. Dan sekarang mendingan kamu keluar dari sini."
"Tidak.. Tidak.. Kau harus menjelaskan semuanya padaku. Dan aku tidak terima kalau kita putus! AKU TIDAK TERIMA QUEN!!"
"IYA.. KAMU HARUS TERIMA.. KITA HARUS PUTUS!!"
"KENAPA? APA MASALAHNYA?"
"AKU TIDAK PERNAH MENCINTAIMU!! AKU HANYA MENCINTAI UANGMU, DAN AKU MEMPUNYAI PACAR SEBELUM BERSAMA DENGANMU DAN YA, AKU MEMANG MENDUAKANMU. DAN YANG KAMU LIHAT DI KAMAR MANDI TADI, ITU ADALAH CAIRAN DARI PACARKU!! SUDAH JELAS BUKAN?"
Aku terkejut. Ternyata Quen main belakang dariku.. Tidak, dia tidak main belakang denganku tapi akulah yang bermain belakang dengan Quen disaat dia punya pacar. Astagahh... Padahal aku tidak tau siapa pacarnya. Yang aku tahu, Quen hanya berpacaran denganku tidak dengan orang lain.
"Jadi... Selama ini... KAU HANYA MEMANFAATKAN UANGKU?"
Perkataanku hanya dianggap lelucon oleh Quen karena sehabis aku berbicara begitu padanya dia hanya tertawa.
"Iya! AKU... HANYA... MENCINTAI... UANGMU... HAHAHAH,"
"DASAR PELACUR MURAHAN!! WANITA GILA... AKU SANGAT MENYESAL MENJALIN HUBUNGAN DENGANMU. DAN MULAI SAAT INI KITA MEMANG HARUS PUTUS!!!"
Dari situ aku langsung keluar menuju mobilku dan berlalu dari Hotel yang di tempati Qu-Wanita murahan... Menyebut namanya saja membuat aku merasa mual. Apalagi berdekatan dengannya. Sungguh aku benci padanya.
Terakhir tempat yang ku datangi saat itu yang paling menyenangkan hanyalah di club bersama pelacur-pelacur mata duitan.
Ya, akhir-akhir ini aku terbiasa mendatangi beberapa area Club yang cukup terkenal. Tak lupa juga melakukan One Night Stand bersama beberapa wanita yang ada disana.
Semua yang kulakukan ini, bermula dari putusnya hubunganku dengan Quen. And, yeah aku mulai berpikir bahwa di dunia ini tak ada namanya Cinta. Semuanya bisa diatasi dengan Uang. Hanya dengan uang bukan Cinta.