Jar Of Heart - Christina Perri
____
Hanya ini lah yang aku bisa. Mencintaimu dalam diam.
____
Gadis itu memasuki rumah yang tampak sepi. Rumah yang terlihat sederhana, tidak terlalu besar. Tidak ada satpam atau pun pembantu.
Aruna memutar kunci rumahnya, setelahnya ia langsung melangkahkan kaki kedalam istananya itu.
Kaki Aruna mulai menaiki satu persatu anak tangga lalu kakinya menuju pada satu ruangan yang didepan pintunya terdapat gantungan nama tertuliskan nama Aruna Sachi Kayana.
Aruna memasuki ruangan yang ternyata adalah kamarnya itu. Aruna menyimpan tasnya dikursi belajar. Lalu ia merebahkan tubuhnya dikasur. Matanya melihat langit-langit kamar yang berwarna putih polos. Pikirannya liar memikirkan kejadian hari ini. Mulai dari ia berangkat sekolah, duduk disebelah Ariq, pelajaran Fisika yang begitu sulit serta guru killer, dan mengetahui kenyataan yang pahit bahwa orang yang ia sukai sudah menjadi milik orang lain. Hening. Sepi. Hanya suara dentuman jarum jam di dinding kamar Aruna lah yang terdengar.
Untung saja rumah ini tidak terlalu besar. Hanya ada tiga kamar tidur, satu dibawah dan dua di lantai atas. Lalu satu dapur serta dua kamar mandi, juga ruang tamu dan satu ruang tv dibawah.
Kalau rumah ini besar, mungkin Aruna sudah menolak untuk tinggal disini sendirian sampai jam tujuh malam.
Mama Aruna adalah seorang dokter disebuah rumah sakit besar didaerah Jakarta. Dan beliau pulang paling lambat jam tujuh malam. Lalu kemana papa Aruna? Papa Aruna sudah meninggal dua tahun yang lalu.
Aruna adalah anak tunggal. Jadi beginilah ia, kesepian. Tidak ada yang menemani Aruna setiap harinya.
Aruna gadis kecil yang sudah biasa melakukan semuanya sendirian.
Aruna memejamkan matanya. Ia berusaha untuk melepas lelah hari ini. Tapi, tiba-tiba ponsel Aruna bergetar lalu berbunyi menandakan ada chat dari aplikasi Line, membuat mata Aruna kembali terbuka dan segera melihat layar ponselnya.
Aruna mendengus, ternyata itu adalah chat dari Line Even. Selalu saja.
Ia meletakkan kembali ponselnya. Tak lama ponselnya kembali bergetar dan mengeluarkan bunyi khas dari aplikasi Line lagi. Kali ini Aruna tidak mau tertipu, ia menghiraukannya.
"Aruna? Kamu udah pulang?"
Itu adalah suara Raina-- Mama Aruna.
Aruna langsung bangkit dari posisi tidurnya. Lalu Aruna turun kelantai bawah.
"Kok mama udah pulang sih?" Tanya Aruna tidak percaya.
"Iya, hari ini gak terlalu banyak kerjaan. Kamu udah makan?" Tanya Raina sambil mengecup kening anak gadisnya.
Aruna tersenyum lalu menggeleng.
"Yaudah mau mama masakin apa?"
"Eum apa yaaa, nasi goreng aja deh!" Kata Aruna semangat.
"Oke! Kamu tunggu aja ya, mama mau masakin nasi goreng spesial buat sang tuan putri."
Raina langsung pergi ke dapur lalu mulai memasak. "Una! Ganti dulu bajunya sayang, nanti kotor!" Teriak Raina dari dapur.
"Oh iya, maaa."
Aruna baru sadar kalau dari tadi ia masih mengenakan seragam putih abu-abunya.
Setelah mengganti baju, Aruna mengambil ponselnya dan melihat berbagai notifikasi yang masuk, mulai dari instagram, bbm, wattpad, dan terakhir Line.
Mata Aruna melebar saat melihat notifikasi dari Line.
Ariq V.Rajendra
Anda telah ditambahkan sebagai teman lewat ID."Demi apa?!" Pekik Aruna.
Bisa kalian bayangkan perasaan Aruna saat ini.
Seseorang yang kalian suka, tanpa ada angin, hujan, serta petir, tiba-tiba meng add kalian di line. Kaget bukan? Senang? Tentu.
Ariq sedang memainkan ponselnya asik. Tidak ada hari dimana ponsel Ariq sepi. Ponsel Ariq selalu ramai, mulai dari banyak yang mengirimkannya pesan, berbagai mention-mention di twitternya, instagramnya, juga sosial media lainnya.
"Gimana? Udah di add?" Tanya Orlan sambil mengupas kuaci yang terkapar dimeja, Orlan mendengus kesal karena biji kuacinya hancur setelah dibuka.
"Kayanya lo sama monyet lebih pinteran monyet deh, Lan." Komentar Dika yang melihat Orlan tengah merutuki dirinya sendiri karena tidak kebecusannya dalam membuka kuaci.
"Sialan! Awas lo nanti ulangan pkn ga bakal gue kasih contekan!" Ancam Orlan yang tidak terima otaknya dibilang dibawah otak monyet.
Orlan memang sangat jago dalam pelajaran kewarganegaraan, entahlah, mungkin Orlan memiliki sikap patriotisme dan nasionalisme yang tinggi.
"Gak takut gue! Gampang kan ada Lian!" Sergah Dika tak mau kalah.
"Lah? Kok gue?" Tanya Lian polos.
"Hehe, maksud gue hp lo. Kan lo suka banyak kuota gitu, nah jadi nanti kalo ulangan searching aja." Jelas Dika.
"Tai lo nyet! Gue gak mau ya hp gue diambil sama pak Tom gara-gara ide busuk lo itu!" Ketus Lian.
Perlu diketahui, Lian itu adalah yang paling pintar dan jujur diantara semuanya. Baginya kejujuran adalah hal utama. Dan tentu ia juga jujur dalam ulangan.
"STOP! Riq? Gimana udah di add belom?" Tanya Orlan kembali.
"Udah. Tapi kenapa harus adik kelas sih, Lan?" Jawab Ariq sekaligus bertanya.
"Menurut gue, adik kelas lebih gampang, Riq. Dia kan belom tau siapa lo."
"Aruna. Kenapa harus dia? Gue kenal dia." Ucap Ariq datar.
Orlan melotot, "seriusan? Terus?."
Lian dan Dika hanya menyimak omongan Ariq dan Orlan.
"Ya gak gimana-gimana. Dia adik kelas gue dari smp. Jadi, ada kemungkinan dia tau sikap gue gimana."
"Wahh. Tapi gatau kenapa gue sreg nya dia. Dia juga cantik, kalem lagi orangnya. Gak kaya temennya si Zara, ngegas mulu." Ucap Orlan.
"Zara tuh yang tadi siang daftar basket bukan sih?" Tanya Dika.
Orlan menoleh, "iya, yang tadi daftar basket."
"Tunggu. Jadi lo pilih Aruna, Riq?" Kali ini Lian bertanya.
"Iya kaya nya." Jawab Ariq.
"Tapi, keliatannya Aruna terlalu polos. Liat aja pas tadi siang, dia nunduk mulu terus kaya menghindari kontak mata gitu sama kita, beda banget sama si Zara yang kaya ulet melahirkan."
Ariq tertawa samar, "justru itu yang gue mau."
***
JENG JENG JENG
KAMU SEDANG MEMBACA
Si Pemalu
Novela JuvenilIni cerita tentang si pemalu. Malu untuk mengungkapkan. Pernah gak sih kalian memendam rasa pada seseorang sampai bertahun-tahun? Itulah yang aku rasakan saat ini.