Part 5 : Kekesalan Masa Lalu

1.8K 89 1
                                    

Keir tergesa-gesa berlari ke kantin. Jantungnya berpacu dengan cepat, bersaing dengan waktu yang berjalan. Jam istirahat adalah saat paling Keir sukai. Pada jam itu ia bisa menemui gadis pujaannya. Keir sangat berterima kasih pada kakaknya Louis karena telah menitipkannya pada gadis itu.

Akhirnya Keir tiba di kantin. Napasnya terengah-engah karena memaksakan berlari. Ia menarik napas berulang-ulang sambil menyeka keringat yang mengalir.

"Apa maksud guru gila itu? Aku ingat sekali hari pertama ia mengajar, bagaimana sikap mesumnya pada kita. Tapi sekarang? Rasanya aku ingin membuat campuran kimia dan meminumkannya ke pria itu!!" seru seorang gadis dengan berkobar-kobar. Gestur tubuhnya mempraktikkan dengan tepat rencananya untuk pria malang yang ia sebutkan.

Gadis lain dengan muka serupa dengan gadis itu tampak menghela napas, untuk sesaat pandangan mata gadis itu kosong. "Sudahlah Sarah. Terserah dia mau bagaimana, kita lupakan saja apa yang telah terjadi."

Mata Sarah menyipit. Ia jelas-jelas tidak suka dengan apa yang diucapkan saudara kembarnya. "Apa? Melupakannya? Melupakan bagaimana ia mencuri ciuman pertama saudariku? Lalu melamar tiba-tiba?" Sarah menyeringai. "Kemudian keesokan harinya ia memperlakukan kita seperti angin lalu? Memangnya dia siapa memperlakukan kita dengan seenaknya?"

"Ssstt ...." Lily terlonjak dari kursi tempat ia duduk. Mencoba membungkam saudarinya. "Suaramu terlalu kencang Sarah! Bagaimana nanti jika ada yang mendengar?"

Sarah menepis tangan Lily. "Jangan lupa Lily, ia juga bersikap tidak sopan denganku. Setelah semua itu bukannya minta maaf dia malah menganggap kita seolah tidak ada. Aku tidak akan melupakan penghinaan pria itu," walaupun itu tidak seluruhnya benar. Aku yakin saat itu ia salah mengenaliku. Yang dicarinya adalah Lily, tapi tetap saja tidak akan kubiarkan dia mencoba menyakitimu, lanjut Sarah dalam hati.

Lily terlihat ragu, Sarah bersorak dalam hati.

"Kau benar," Lily tersenyum paksa, membuat Sarah merasa tidak enak. "Sepertinya pesanan kita sudah matang. Kuambil ya." Lily beranjak dari tempatnya dan berlalu pergi menuju salah satu penjual makanan di kantin.

Sarah mendaratkan dirinya di kursi. Duduk dengan perasaan gelisah, ia memejamkan mata sambil menarik napas panjang. Mata biru samudra dalamnya terbuka, mendapati minuman yang tiba-tiba tersedia plus seorang pria yang tersenyum cerah padanya.

"Keir ...."

"Minumlah. Kau terlihat lelah sekali." ucapnya sambil duduk di hadapan Sarah.

"Aku tidak berselera. Untukmu saja," Sarah memegangi kepalanya yang terasa berdenyut-denyut.

Keir terdiam untuk sesaat. "Kau menyukai Mr. Merlin?"

"Apa?" Sarah hampir melompat dari kursinya.

Keir menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Well, aku sempat mendengar percakapanmu dengan Lily tadi. Kau terlihat begitu emosional terhadapnya, itu jarang sekali terjadi. Selama aku mengenalmu baru kali ini kau bersikap seperti itu, biasanya kan kau begitu tenang dan terencana."

Sarah tidak tahu harus memuji Keir atau memukulnya. Ia memilih jalan tengah saja.

"Keir," tatapannya berubah tajam dan berhasil membuat Keir terdiam. "Aku senang sekali kau begitu mengenalku tapi perlu kau ingat, lain kali kau harus berhati-hati mengucapkan sesuatu tentangku dan Lily. Apakah kau mencoba membuat kami bermusuhan dengan ucapanmu tadi?"

"Tentu tidak," Keir terlihat panik. "Aku ... aku hanya penasaran, bagaimana perasaanmu dengan Mr. Merlin, belakangan ini kau membicarakan dia terus." Keir mengerucutkan bibirnya, jika Sarah sedang dalam mood yang bagus ia pasti akan memeluk Keir. Pria itu terlihat lucu sekali.

"Aku tidak mempunyai perasaan seperti itu padanya, hanya ... dia telah melakukan sesuatu yang buruk pada Lily, dan aku tidak akan membiarkan pria itu menyakiti Lily. Terlebih lagi aku merasakan firasat buruk mengenai hal itu," raut wajah Sarah berubah menjadi serius, keningnya berkerut dan terdengar gertakan gigi.

"Aku mengerti. Maaf untuk yang sebelumnya, aku telah berbicara sembarangan," Keir mengelus kepala Sarah. "Tersenyumlah Sarah! Jangan berwajah seperti itu, kau punya aku di sisimu. Dan aku selalu siap membantumu. Kau hanya perlu mengatakannya."

Sarah tertawa geli,"Ya, ya, ya. Terima kasih."

"Hei kau meremehkanku ya?"

"Tidak Keir," Sarah tidak bisa menghentikan tawanya.

Keir semakin merajuk. "Padahal aku sudah mengatakan kata-kata keren tapi kau tidak menganggapnya serius. Coba aku lebih tua darimu, atau setidaknya seumuran."

"Hahahhaha," celaka, tawa Sarah makin meledak.

Keir semakin gemas dengan tingkah Sarah. Gadis itu tidak menganggapnya sebagai laki-laki sama sekali. Hari ini Sarah harus menyadarinya.

Keir meraih rambut merah jahe yang terurai, menyentuhnya dengan perlahan dan menghirup aromanya dengan lembut dan khidmat.

"Bagaimanapun, aku laki-laki Sarah," Keir menatap Sarah lurus.

Mendadak Sarah terdiam, ia tidak siap mengantisipasi untuk yang satu ini. Celakanya lagi otaknya mendadak kosong melompong. Jika Sarah membiarkannya lebih lama lagi bisa-bisa ia bertindak konyol.

"Oh Keir, aku tidak tahu kau datang. Kukira hari ini kau tidak makan bersama kami, kami menunggumu daritadi dan ... kami sudah memesan duluan," sela Lily tiba-tiba. Tangannya penuh membawa makanan.

Keir tersenyum. "Tidak apa-apa, aku bisa memesan sendiri. Kalian duluan saja." Keir bangkit dan berjalan melewati Lily.

"Oke." Lily menaruh makanan yang ia bawa dan menatanya di meja. Ia memiringkan kepalanya, "Ada apa Sarah? Kok mukamu merah padam? Kau demam?"

Sarah terkejut. "Ap-Apa??" suaranya terbata-bata. "Tidak, aku baik-baik saja, wah sepertinya gado-gado ini enak sekali." Sarah meraih makanannya dan melahapnya dengan nikmat.

Lily bingung, namun ia tidak ambil pusing. Saudarinya yang perfeksionis ini juga bisa bertindak konyol. Ia ikut menyantap makanannya dengan nikmat.

Diam-diam Sarah melirik sekilas pada Lily, memastikan saudarinya tidak menaruh rasa curiga padanya. Ia menghembuskan napas panjang saat mendapati Lily yang bersikap seperti biasanya. Sarah lega bukan main.

Kemudian Sarah memelototi sumber kecemasannya, Keir. Sejak kapan ia bisa bersikap seperti itu. Keir.. Keir lebih muda tiga tahun darinya! Tapi.. Keir juga seorang pria, Sarah lupa itu. Mendadak wajahnya berubah menjadi merah padam lagi dan sialnya mata Sarah bertemu dengan mata Keir. Seolah bisa membaca pikiran Sarah, Keir tersenyum penuh arti.

Buru-buru Sarah memalingkan wajahnya ke arah lain. Ia menyantap makanannya dengan terburu-buru. Lily keheranan melihat tingkah saudarinya.

"Akhirnya makananku jadi juga!" seru Keir sambil menaruh makanannya di meja. Ia menarik kursi di sebelah Sarah dan mendudukinya.

Sarah terlalu terkejut hingga tersedak. "Uhuk ... uhuk!Uhuk!Uhuk!"

"Astaga kau kenapa sih," Lily menyodorkan air mineral pada Sarah.

Sarah menyambar minuman yang diberikan Lily dan menegaknya dengan rakus.

"Pelan-pelan Sarah," ucap Keir sambil menepuk punggung Sarah.

Sarah memuncratkan air yang ada dimulutnya.

"Ya Tuhan. Kau kenapa sih Rah?" Lily basah terkena semburan Sarah. "Aku ambil lap dulu." Lily bangkit dan berlalu pergi.

Sarah menyambar tisu yang ada di meja, ia mengelap bagian di sekitar mulutnya.

"Akhirnya kau melihatku sebagai laki-laki juga," Keir tersenyum nakal dengan tangan menopang dagunya. Kilatan senang terlihat jelas di mata cokelat gelap itu.

Ya Tuhan, lihatlah siapa yang kuasuh. Dia bukanlah pemuda lucu seperti yang kukira. Ia tersenyum bagaikan iblis penggoda, batin Sarah.

---**---

To be Continued

Pieces of Heart [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang