Scene [09] > B-Day

43.5K 2K 71
                                    

09

B-Day

==========

JEREMIAH(POV)

Andai saja aku tak sengaja lewat dari tempat janjian Fran dan Marcee yang kencan, mungkin aku tak akan semarah ini. Begitu melihat bahwa Fran dibantai oleh Christoper, yang aku lihat hanya warna merah. Pandanganku gelap dalam seketika, dan yang aku ingat adalah saat Marcee menarikku minggir dan Christoper sudah terkapar dengan wajah babak belur.

“Jeremiah, hentikan! Kau ingin membunuhnya?” Marcee berusaha menyadarkanku. Hanya saja, aku sadar bukan karena teriakannya, tapi karena Fran tak bisa berdiri. Melihatnya terkapar di jalanan membuatku lupa kemarahanku.

“Berani mendekatinya sekali lagi, aku akan membunuhmu,” geramku pada Christoper, kemudian melihat keadaan Fran. Fran merintih kesakitan, memegangi dadanya dan wajahnya babak belur. Dia sama sekali tidak dalam keadaan baik. Ketika mendatanginya, Fran tengah merintih, nyaris sulit bernapas.

“Fran,” kataku, membantunya untuk duduk, tapi dia mengerang kesakitan, “Profesor,” kataku lagi berusaha menyadarkannya. Dahinya berkeringat, jadi aku berusaha menyingkirkan rambut di dahinya, membuat wajahnya jadi terlihat lebih kacau. “Brengsek, dia melukaimu parah sekali.”

Fran mengerang, memegang lengan mantelku. Napasnya tersenggal. “Jeremiah…”

“Aku di sini,” kataku, mengangkat kepalanya, yang jatuh ke dadaku. Aku memegang dadanya, memastikan tidak ada yang patah atau apa. Tapi dia kembali mengerang, menandakan bahwa dia kesakitan.

“Dadaku sakit,” katanya lagi.

“Aku tahu,” gumamku, menekuk lututnya. “Ssh, tidak apa-apa. Sakitnya hanya sementara.” Aku menyelipkan tanganku ke kedua kakinya, kemudian mengangkat tubuhnya dengan mudah. Dugaanku benar mengenai betapa kurusnya dia. Berat tubuhnya tidak seberapa.

“Marcee, buka pintunya,” kataku, berjalan menuju mobilku. Orang-orang sudah berkumpul, berbisik gila dan menunjuk-nunjuk. Aku tak tahu apa masalah orang di zaman sekarang. Jika mereka tak bisa membantu, akan lebih baik bagiku bila mereka menyingkir dan bukannya bergosip.

Marcee membuka pintu belakang dan aku meletakkan Fran dengan hati-hati ke dalam. Begitu aku menutup pintu belakang, aku menoleh pada Marcee. “Urus pacarmu dan jangan dekati Fran lagi.”

“Tapi—”

“Tidak perlu minta maaf. Tidak perlu merasa bersalah. Tidak perlu khawatir. Dia aman bersamaku.” Aku menyingkirkan Marcee, lalu naik ke atas mobilku. Wanita itu kelihatan kaget saat aku menutup pintu, tak mengijinkannya masuk. “Jangan dekati dia lagi,” ulangku berbahaya sebelum akhirnya membawa Fran ke rumah sakit.

***

Dua puluh menit menunggu di luar saat dokter memeriksa Fran membuatku nyaris gila. Keadaannya menguatirkan. Baru kali ini aku melihat ada seseorang yang dipukul sampai tak mampu bangkit lagi. Aku tak menyangka bahwa kencan kali ini akan membawa bencana pada Fran. Sekali lihat saja aku tahu kalau dia bukan tipe seorang petarung, seperti Cody—yang akan memberikan tinju kirinya bila dia menemukan ada orang kurang aja padanya—dan lagi-lagi, mengingat Cody membuatku jengkel.

“Dia tak apa-apa,” kata Dokter Tua itu, melirik catatannya. “Sedikit babak belur, tapi dia akan baikan. Aku akan memberikan obat penghilang rasa sakit untuk dadanya yang lebam. Dia hanya perlu istirahat dua-tiga hari jadi lebamnya akan menghilang.”

The Beloved Mr BadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang