My Angel

2.1K 161 13
                                    

Main Target : Snik ( Stevano Nickholas)

--------------------------------------

"Dry Martini, Vodca Tonic...Blue Ice...Remmy Martin...Vermouth?". Stevan menggeleng. Thomas tergelak memandang bartender yang melayani mereka. "Dia mahasiswa kedokteran bung, no smoking, no drugs...no alcohol...". bartender itu mendengus, jadi untuk apa cowok ini mendekati cafe?. Sekedar ngeliat cewek, nyari hiburan, atau iseng karena jenuh akan tugasnya?. "Kamu harusnya nggak boleh minum, kalau Mr. Fabian tahu gimana?". Thomas nyengir memandang ekspresi datar Stevan. "Ah, peraturan ada untuk dilanggar". "Ingat Tom, besok kita dapat ilmu bedah jam pertama, kamu mau teler dan nggak masuk besok pagi?". Thomas berdecak dan menyisakan separuh minuman di gelasnya. "Lupa...".

Thomas memandang wajah Stevan yang jenuh. "What's up...kayaknya lu nggak suka keadaan di sini ya...gimana kalau kita nyari cewek?". Stevan tak menjawab, matanya yang tajam acuh memandang tubuh-tubuh yang meliuk seksi diiringi musik yang menghentak. "Hei, kita ini sudah dewasa, 22 tahun man...nikmati aja hidup ini...sesekali rilekas...", kata Thomas menepuk pundak Stevan. "Sesekali nikmatilah hidup lu, bersama cewek telanjang yang berbaring patuh di ranjang...". Stevan mengangkat alis. "Bukankah kita sering menikmati itu?. Di lab?", katanya kalem. Thomas terbahak mendengar sindiran Stevan. "Maksud gue...ceweknya masih hidup...punya hangat tubuh...dan belum tersentuh pisau bedah...minus bau formalin en antiseptik...". Dengan kasar Thomas membuka topi dan kacamata hitam Stevan, hingga cowok berambut gondrong itu terlihat wajahnya. "Hoi cewek...siapa mau kenalan dengan Stevan Nickholas?. Anak orang terkaya di kota ini...Evander Nickholas...yang terhormat, gubernur Westside?". Stevan berdecak kesal dengan ulah Thomas. Benar saja, beberapa cewek langsung mengerumuni mereka.

"Wah, tumben putra Gubernur mampir ke Cafe...", seorang gadis cantik mengelus wajah Stevan. "Nggak kukira kamu setampan ini, mau main sama aku nggak?", seorang gadis lagi dengan berani menyentuh bibir Stevan lalu memberi ciuman di bibir cowok itu. Stevan menghela nafas, kesal melihat Thomas yang terbahak-bahak mengejeknya. Didorongnya tubuh para gadis itu dan berjalan menuju lantai dua. "Yah...kabur...", Thomas menyusul langkah Stevan. "Tunggu Stev...!".

Cowok berambut keriting itu menyusul Stevan duduk di sofa. Meski lebih gelap dari lantai dasar, tempat ini lebih tenang, musik tidak terlalu menghentak. Cocok jika hanya ingin bersantai menikmati musik, sekedar mengamati para dancer yang mempertontonkan tariannya atau mengawasi gadis yang diincar untuk kemudian diajak kencan melewati malam. Semua model cewek ada di sini, bahkan bisa dipesan melalui perantara, seperti seorang pria berjacket bulu coklat yang berdiri di dekat bartender. Thomas sempat berbincang dengan orang itu. "Santai man, barang yang gue punya terjamin, higienis...haha, mereka punya sertifikat kesehatan, jadi jangan khawatir pakainya, mereka juga pengalaman...mau gaya apapun bisa". "Kalo yang virgin lu ada stock nggak?". "Itu sih kecil, tergantung duit yang lu punya". "Wah, butuh dipaksa dulu nggak, man?". "Itu juga tergantung, kalau yang sudah di'sekolahin' pasti memuaskan kayak malam pertama, tapi yang butuh 'olahraga' en 'penyesuaian' dikit ada, harganya lebih murah, kalau lu mau...ABG juga ada...gue baru dapet barangnya beberapa hari lalu, gue jamin...sip!".

Dengan jengkel dipandangnya Stevan. Mereka baru berkenalan beberapa hari, semester ini Thomas terpaksa mengulang Patologi Anatomi I plus Patologi Klinik I, dan cowok di depannya adalah teman sekelompoknya, yang membantunya di kelas, selain tampan dan cerdas, ternyata dia juga anak pejabat. Thomas mengira Stevan tipe yang bisa diajak bersenang-senang dan biasa menikmati dunia malam, tapi ternyata dia salah. Meski tampangnya cool dan bertubuh sempurna, ternyata Stevan nggak minat sama sekali dengan dunia malam. Apa mungkin karena cowok itu terlalu lama menghabiskan waktunya di lab?. Atau jangan-jangan dia homo?. Wajahnya terlihat keruh memandangi lantai dansa.

Kumpulan CerpenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang