Bab 1 Pelacur Mata Satu

1.5K 107 76
                                    

Kali ini Darmi mengendap dalam nikmatnya servis batang berasap ke enam belas karena sudah penat lehernya dicekoki batang-batang berbulu beberapa jam sebelumnya.

Perempuan yang satu ini memang beda, agak miring otaknya. Sukanya mengocok perut klien hingga terbahak di atas lantai keramik, lalu bercumbu di situ. Bukan di kasur king-sized yang sudah dibayar mahal-mahal.

"Ah telat kau, aku sudah mencicipi pria idamanmu kemarin. Kukira kau sudah pasang sinyal di depannya, mengapa dia tak peduli sama kamu? Atau aku memang kelewat menarik yah. Tidak sepertimu yang bongsor berlemak. Lipatan perutmu mungkin menjauhkannya dari kata terangsang. Kurasa dia pintar, karena sudah datang memilihku." Darmi mencibir kawan sekerjanya.

"Malam ini aku pensiun, Dar. Thanks yah sudah menemani pria idamanku kemarin."

"Kok thanks? Kamu sakit yah? Apa ini karena kamu keseringan baca buku perjalanan spiritual itu? 'Telah menemukan makna hidup'? Cuih!! Seks dan uang, itu baru hidup."

"Gak juga, Dar. Besok aku nikah, sama pria yang kau temani kemarin. Tadi kami diskusi setelah main di ranjang."

"Heh? Kamu bercanda, ya? Emang mata pria itu sudah katarak? Kok mau sama kamu? Yakin dia mau nikah betulan, bukan kontrak?"

"Hmm, bisa jadi dia katarak. Tapi, kami kompak serius mau pakai dua mata. Bisa lihat jelas ke mana arah nafsu bejat ini menyeret kita. Kamu cuma punya satu mata, kamu cuma tahunya jilat, isap, kocok, desah, bayar."

Darmi melempar asbak tanah liat ke dada temannya.

"Bye, Dar. Semoga keberuntungan membanjiri lubang kelaminmu."

Duarr. Bom atom menghancurkan Darmi hingga hancur berkeping-keping. Dia terdiam melihat kawannya melenggang pergi bersama pria naik mobil yang belum selesai dicicil. Sebelas dua belas dengan hidupnya yang belum selesai.

***

Darmi pulang naik Kawasaki Ninja yang mulai kotor karburatornya. Kehilangan satu mata tak membuatnya malas bekerja di lokalisasi KenduriJiwa. Sering dia mengeluh seusai melayani klien luar negeri, menyesal tak perhitungan soal ukuran Mr. P yang kelewat besar. Parah, bayarannya sama saja dengan klien lokal.

Darmi cuma bisa kecewa lihat adiknya, si Monti, yang malas sekolah. Kerjanya cuma di kamar, push up, terus memandangi yang enggak-enggak. Satu kali Monti kepergok nonton bokep. Darmi kaget, di layar kok malah terpampang wajahnya yang lagi mengulum tongkat sakti seorang klien? Buru-buru dia matikan layar, lalu berkehendak mematikan Monti.

"Siapa pria itu, Dar? Kok pirang?"

"Pria Kaukasia."

"Kenapa kau panggil Kaukasia? Kau ini rasis ya?"

"Mungkin karena dia dari pegunungan Kaukasus, atau dia blasteran kus-kus, atau dia suka nongkrong di kakus."

"Bagus."

"Apanya?"

"Itunya gede yah. Gak kayak punya Monti. Burung pipit."

"Sana pergi tidur di kamarmu. Aku mau baring di situ. Ini buat jajan besok dan lusa, jadi jangan minta lagi."

"Okidoki. Kalau sempat, cari kerja yang lain lah, Kak. Monti bosan pukuli wajah anak-anak yang suka olok-olok Kak Darmi."

"Ya, gak usah dipukul. Ajak berteman dong."

"Masa temenan sama yang suka ngatain kakak 'murah'? Pantasnya dihajar."

"Tidur sana. Atau belajar. Atau apalah. Kakak mau ngerokok. Hush!!"

"Slow down baby. Monti harus cukur kumis dulu."

"Bulu mata aja pendek kok ngarep punya kumis."

STIGMATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang