Zavier mengembuskan nafas panjang begitu menutup pintu kamarnya. Beragam emosi memenuhi rongga dadanya. Sementara suara Zia masih terngiang-ngiang di telinganya.
Selamat malam, Zavi.
Zavi.
Hanya gadis itu yang menyebutnya Zavi. Kebanyakan, orang-orang yang mengenal Zavier memenggal namanya dengan Vier, bukan Zavi. Dan sungguh, tidak ada yang spesial dengan hal itu bukan? Lantas mengapa Zavier rasanya ingin sekali berlari menuju kamar Zia yang terletak empat puluh lima derajat dari kamarnya ini? Untuk apa?
Tadi saat makan malam Zia memberanikan diri bertanya-tanya. Itu juga bukan hal spesial. Sebelumnya mereka juga sering berkomunikasi dengan saling lempar pertanyaan. Jadi jelas bukan hal ini pula penyebabnya.
Selesai makan, Zavier berinisiatif mengajak Zia nonton. Mencoba membuat Zia merasa nyaman. Mereka berdua pun akhirnya duduk bersebelahan di sofa panjang menghadap televisi. Saling diam, hingga pada akhirnya film selesai dan waktu untuk tidur pun tiba.
Apa karena hal itu?
Atau saat mereka sama-sama menaiki tangga, berjalan menuju kamar masing-masing, lalu Zia mengucapkan selamat malam padanya dan langsung menghilang di balik pintu sebelum Zavier mengucapkan balasan?
Ya, pasti gara-gara hal itu. Ia belum sempat membalas ucapan selamat malam pada istrinya.
Gagasan itu serta-merta membuat Zavier tertawa sumbang. Sebenarnya berapa umurnya sekarang? Apa sekarang ia berlagak seperti bocah ingusan yang baru mengenal perempuan? Zavier jelas tahu bukan semua itu yang menjadi alasan sesungguhnya atas keinginan ia berlari ke kamar Zia. Bukan itu.
"Bodoh," maki Zavier pada dirinya sendiri.
Gadis kecil yang dulu dinikahinya jelas sudah mulai berubah. Terutama secara fisik. Zavier sendiri menyaksikannya karena hampir setiap bulan datang untuk mengunjungi Zia. Tapi mengapa ia merasa berbeda dengan Zia malam ini?
Tentu saja karena celana selutut dan kaus putih sedikit ketat yang dikenakannya. Yang mana memperlihatkan betis mulusnya, juga bagian dada yang tumbuh dengan pesat.
Sejenak Zavier membiarkan pikiran isengnya membayangkan saat tangannya menangkap pinggang ramping Zia dan mendekap tubuh itu ke dadanya. Namun, suara papi Zia yang berpesan padanya kemarin mendadak muncul dan langsung menghapus bayangan itu secepat kilat.
"Vier, papi harap kamu bisa menahan diri. Tolong jangan sentuh Zia dulu ya. Setidaknya sampai dia berusia dua puluh tahun."
Dan Zavier menyetujuinya. Lelaki sejati pantang ingkar janji, bukan? Tidak. Tentu saja hal itu bisa dilanggarnya, dengan syarat Zia pun juga punya pikiran yang sama dengannya. Tapi sayangnya tidak demikian. Maka beginilah ia sekarang. Tersiksa akan janji bodoh yang ia sanggupi sendiri.
Frustrasi dengan pikiran-pikiran yang tak menentu, Zavier melangkah menuju kamar mandi. Ia memang terbiasa mandi sebelum tidur, dan berharap air dingin dapat menenangkan isi kepalanya yang kacau. Saat hendak melangkah menuju bilik shower, mata Zavier menangkap kelopak-kelopak kecil berwarna merah yang mengambang di dalam bath tub yang telah terisi air. Lengkap dengan tiga buah Hello Kitty karet berjejer di pinggirannya.
Zavier tersenyum masam. Ulah Bi Inah. Asisten rumah tangganya itu memang melakukan sesuai perintah Zavier. Tapi apa wanita itu tidak tahu, tadi siang jelas Bi Inah sendiri yang memindahkan koper Zia ke kamar yang lainnya. Zavier batal sekamar dengan Zia. Lantas untuk apa lagi taburan kelopak mawar dan barisan kucing Jepang yang imut itu? Membuat Zavier terkesan?
Kesal, Zavier urung melangkah menuju bilik shower dan memilih mendekati bath tub. Diraihnya Hello Kitty karet itu dan segera dibuangnya ke dalam tong sampah. Tadinya ide itu tercetus untuk membuat Zia yang menyukai Hello Kitty merasa senang saat menggunakan kamar mandinya. Tapi rupanya hal itu tak berjalan sesuai rencana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Copulabis
RomanceZavier/2= Zia atau Zia x 2 = Zavier Ini bukan rumus matematika. Tapi beginilah kenyataannya. *beberapa part diprivate, jadi harap follow akun Kyurara terlebih dahulu* Copyright © 2016 by Kyurara ...