02. Realita

42 4 2
                                    

"Jadi gue pingsan begitu Kelvin lewat di depan gue?"

Mimi mengangguk sambil terus mengunyah roti coklatnya. Rasanya begitu menusuk sewaktu mengingat kembali kejadian yang menimpa Elle. Dan semakin mengenaskan karena ia bermimpi muluk di siang bolong. Kelvin tidak akan pernah menghampiri Elle, Kelvin tidak akan pernah mengajak Elle pulang bersama. Bahkan untuk sekedar melirik Elle. Tidak sama sekali.

"Kali aja gitu dia mau nolongin gue kan,"

"Boro-boro," Mimi melotot, "Yang ada lo di tinggal di tengah lapangan,"

Suasana kantin siang itu tidak terlalu ramai, karena biasanya para murid makan pada jam istirahat pertama. Setelah kembali dari UKS tentunya, Elle memanfaatkan waktu dan suasana yang lengang itu untuk menggalau tidak jelas. Satu kotak susu stroberi cukup untuk menemani lamunannya siang itu.

"Gue heran sama lo tapi," mendengar ucapan Mimi, pandangan Elle kembali terfokus padanya.

"Kenapa cowok kaya dia lo taksir sampai segitunya sih? Udah tau dia punya banyak fans, gebetannya segambreng, cecans ngantri buat ngedate sama dia. Lah elu? Di kasih kulit kacang bekas dia aja, kali ga sebanding,"

"Hm, mantap kawan. Makasih," desis Elle.

Tiba-tiba beberapa murid perempuan yang sedang jajan di kantin teralih perhatiannya. Ada yang kesem-sem, jejeritan, dan reaksi berlebihan lainnya. Elle sudah hampir bisa membaca keadaan. Apalagi kalau bukan kehadiran Kelvin, si cowok super yang bisa bikin anak perawan jejeritan tengah malam. Saat Elle berbalik untuk melihat Kelvin yang lewat di belakang kursinya, sesuatu yang tidak ia duga adalah kehadiran sosok lain yang hadir bersama cowok itu.

"Mi, sakit," rengek Elle mengembang-kempiskan hidungnya. Melihat Kelvin tengah duduk berduaan dengan Amanda di sudut kantin yang sepi.

"Udah deh, nambah banyak nih conge gue tiap denger curhatan ga jelas lo tentang Kelvin. Gue kan udah bilang jangan ngarepin dia mulu,"

"Tapi gimana bisa gue ga ngarep? Kemaren dia chat perhatian gitu ke guee,"

Mimi memutar bola matanya malas, cerita lama.

"Cuma chat 'kan? Bukan cuma lo aja yang dia gituin. Hampir ke semua adek kelas, seangkatan, bahkan kakak kelas juga pada baper gegara dia,"

"Dua hari yang lalu dia ngirimin gue VN Mi, hatiku jadi berbunga,"

"Malah dangdut lo," ledek Mimi.

Pemandangan di sudut sana semakin membuat mata dan hati Elle panas. Memang sih, berharap sama cowok super ganteng dan punya banyak fans di sekolah itu menyakitkan. Kalau tidak di phpin, ya di jauhin, di cuekin.
Keberuntungan sedikit memihak pada Elle karena setidaknya Kelvin dan ia pernah saling berkirim pesan. Ini adalah kenyataan, realita yang menampar Elle untuk sadar dan memadang lurus ke depan. Sedang Kelvin berada di sampingnya, hal itu yang akan membuat hati Elle bimbang.

"Kayanya dia ga pernah nganggep gue sebagai seorang cewek deh,"

"Terus, maksud lo dia nganggep lo sebagai cowok?" tanya Mimi lantas membuat Elle menghadiahkan sebuah jitakan pelan ke kepalanya.

"Jangan bego-bego banget deh Mi," Elle menimang kotak susu yang berada di tangannya, ternyata sudah habis. "Maksud gue, bisa aja dia nganggep gue sebagai sahabat atau adek mungkin. Lo tau lah, degem-degem gitu ya 'kan? Bisa jadi 'kan?"

"Mulai deh,"

"Apa yang mulai?!" sungut Elle.

"Mulai deh halu lo. Udah yuk, balik aja. Gerah juga gue liat mereka berdua mojok gitu. Nanti kalau mereka udah jadian awas lo nangis di depan gue," peringat Mimi membuat Elle memanyunkan bibirnya.

Bitter & SweetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang